Anggota DPR Dapat Jatah KIP Kuliah Jalur Aspirasi, Harusnya Malu

 Anggota DPR Dapat Jatah KIP Kuliah Jalur Aspirasi, Harusnya Malu

Mediaumat.info – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan, anggota DPR seharusnya malu menerima kuota terlebih memanfaatkan program Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah jalur aspirasi. “Harusnya anggota dewan punya rasa malu,” ujarnya kepada media-umat.info, Senin (13/5/2024).

Menurutnya, program ini adalah bantuan pendidikan yang seharusnya diberikan pemerintah kepada mahasiswa terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, bukan merupakan hak para politisi ataupun anggota DPR.

Artinya, ia mengkhawatirkan program KIP Kuliah dimanfaatkan anggota DPR untuk kepentingan elektabilitas mereka. Dengan kata lain, anggota dewan bakal membagi-bagikan KIP Kuliah kepada masyarakat yang masuk kategori konstituen mereka.

Untuk ditambahkan, ternyata KIP Kuliah ini juga diterima para anggota DPR, DPD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Sosial. Pemberian kuota ini dibenarkan oleh Penanggung Jawab KIP Kuliah Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbud Ristek Muni Ika.

“Termasuk dari anggota DPR, dan juga anggota DPD RI itu bagian dari pemangku kepentingan,” kata Muni Ika dalam acara Obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Senin (10/5/2024).

Namun terlepas itu, Iwan pun menyinggung kembali program bansos pemerintah berupa beras, berikut teknis pembagiannya dilakukan oleh presiden pada masa kampanye pemilu kemarin.

Sebagaimana pula diketahui, dalam penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah ternyata ditemukan adanya stiker bergambar paslon 02 tertempel di kantong-kantong beras bansos.

“Ini sama saja sudah membajak hak warga negara untuk kepentingan politik,” ucap Iwan lebih lanjut, seraya menegaskan kembali bahwa jatah kuota KIP Kuliah kepada anggota dewan tidak ada bedanya dengan penyaluran bansos oleh presiden menjelang pemilu.

Kapitalisasi Pendidikan

Selanjutnya, Iwan menyampaikan bahwa eksklusivitas KIP untuk anggota dewan sebagai bagian dari problem besar pelayanan pendidikan di tanah air.

Kata Iwan, masih banyak rakyat Indonesia yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan layak sesuai amanat UUD 1945. Sementara negara dinilainya justru mengapitalisasi sektor pendidikan.

“Pendidikan apalagi perkuliahan tidak bisa dijangkau mayoritas anak-anak muda Indonesia. Apalagi belakangan kampus-kampus perguruan tinggi berbadan hukum ramai-ramai menaikkan UKT berlipat-lipat,” tandasnya.

Alhasil, hal ini menunjukkan rusaknya kapitalisme yang memang meminimalisir kehadiran negara dalam hal pelayanan kebutuhan pokok masyarakat termasuk kesehatan, keamanan terlebih akses pendidikan. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *