Aneksasi Israel, Atau Apapun Namanya Harus Dikembalikan Pada Masalah Pokoknya… Yaitu Keberadaan Israel Itu Sendiri

 Aneksasi Israel, Atau Apapun Namanya Harus Dikembalikan Pada Masalah Pokoknya… Yaitu Keberadaan Israel Itu Sendiri

Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu points at a map of the Jordan Valley as he gives a statement in Ramat Gan, near the Israeli coastal city of Tel Aviv, on September 10, 2019. – Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu issued a deeply controversial pledge on September 10 to annex the Jordan Valley in the occupied West Bank if re-elected in September 17 polls. He also reiterated his intention to annex Israeli settlements throughout the West Bank if re-elected, though in coordination with US President Donald Trump, whose long-awaited peace plan is expected to be unveiled sometime after the vote. (Photo by Menahem KAHANA / AFP)

Oleh: Ilham Efendi (Forum Perlawanan)

Rencana aneksasi Israel atas wilayah Palestina hakikatnya adalah pencaplokan, penjajahan, pelecehan. Sementara para penguasa negeri Muslim itu pun benar-benar patuh pada kemauan AS, dengan senang atau terpaksa. Siapa pun yang melihat entitas Yahudi, perampok Palestina, dan dia tinggal berdekatan dengan para penguasa Timur Tengah itu, pasti tahu persis keberlangsungan eksistensi Yahudi ini benar-benar digadaikan pada keberlangsungan para penguasa itu. Merekalah yang melindunginya, jauh lebih baik daripada melindungi diri mereka sendiri.

Sikap para penguasa Timur Tengah melihat Palestina dan Gaza, seakan mereka ingin Palestina memang harus diluluhlantakkan, di mana darah-darah orang tak bersalah berhak ditumpahkan. Mereka pun tidak menggerakkan tentaranya untuk membantu Palestina. Tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya, bahkan lebih dari itu, justru mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu rakyat Palestina yang bersimbah luka. Ironisnya, mereka justru bergegas dan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebuah seruan-seruan yang menghalangi Gaza-khususnya dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya.

Pada saat yang sama, para penguasa anggota OKI sudah tidak punya rasa malu, baik kepada Allah, Rasul-Nya maupun kepada orang Mukmin. Mereka telah melegalkan Israel. Mereka menginginkan warga Palestina menjadi mayat, dan tidak menginginkan mereka menghirup oksigen kemerdekaan hakiki. Negeri-negeri muslim sekitar Palestina, mereka masih menolak membuka pintu perbatasan mereka, ketika denyut kehidupan itu masih ada. Mereka baru mau membukanya setelah darah mengalir di atas kolam. Bulan ini, mereka menyerukan diadakannya serangkaian pertemuan untuk “mengkaji” respons yang harus diberikan terhadap pembantaian rakyat Palestina.

Sesungguhnya respons terhadap penjajahan terhadap palestina sudah terang. Dan itu tidak membutuhkan konferensi, rapat, pertemuan dan evaluasi. Demikian juga respons itu tidak tergantung kepada resolusi dan restu dari Uni Eropa, Amerika dan PBB. Tetapi respons itu, hanya dan hanya dengan cara mengerahkan tentara untuk berperang dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk menjadi tentara. Para penguasa itu pun tahu itu. Namun, mereka itu ibaratnya hanyalah pisau-pisau yang menjadi alat. Mereka memang sangat mahir dengan bersilat lidah, melakukan kebohongan dan penyesatan.

Sampai tahun 2020 ini, Apakah ada pembelaan dari OKI kepada orang-orang yang terbunuh di Palestina yang tubuh mereka tercabik-cabik? Apakah pembelaan itu cukup dengan jalan memprotes, mengutuk atau menuntut penjelasan, ataupun hingga memberi ijin dilakukannya berbagai long march dan demonstrasi? Sungguh pembelaan yang benar adalah dengan membuka front, dan memobilisasi pasukan. Jika tidak, lalu apa gunanya militer itu ada? Apakah pasukan itu untuk melindungi singgasana kekuasaan musuh-musuh Allah, Rasulullah, dan menghancurkan kaum Mukmin?

Menyedihkan, para penguasa anggota OKI telah berputus asa dari rahmat Allah. Mirisnya lagi, para pemimpin umat ini tidak bisa membuka front perlawanan dari Mesir, Yordania, Suria, dan Lebanon, padahal negara-negara itu mengitari negara Yahudi seperti rantai gelang yang melingkari pergelangan tangan. Kemudian juga para tentara yang ada di Iran dan Pakistan, di mana mereka mempunyai rudal-rudal dengan daya jelajah jarak jauhnya, kenapa mereka tidak menggunakannya untuk membela penduduk Palestina. Apakah bisa pembebasan suatu negara yang dijajah Israel tanpa pertempuran? Apakah cukup hanya dengan statement boikot tanpa memerlukan senjata?

Para penguasa anggota OKI (yang mendapat restu dari AS) menginginkan kita semua melampiaskan kepedulian Palestina dan kemarahan terhadap AS-Israel hanya dalam bentuk tulusan, long march dan demonstrasi lalu masalahnya berhenti. Aktivitas menulis, long march dan demonstrasi, meski itu merupakan ekspresi yang jujur dari keimanan kita, akan tetapi yang pokok, kita –seluruh umat Islam- seharusnya mengarahkan dengan benar dan efektif.

Padahal kepedulian dan kemarahan kita, akan efektif jika diarahkan kepada para penguasa agar mereka mengerahkan pasukan ke medan pertempuran. Jika mereka tidak melakukannya, maka arahkanlah kepedulian kita sekalian langsung kepada pasukan agar termobilisasi untuk memerangi entitas penjajah itu dan menggilas para penguasa yang menjadi penghalang di jalannya.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *