Ancaman Resesi Global, FAKKTA: Indonesia Bisa Ikut Terimbas

Mediaumat.id – Terkait prediksi Bank Dunia bahwa resesi global mengancam, Direktur Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Yuli Sarwanto mengingatkan bahwa Indonesia bisa ikut terimbas resesi.

“Meskipun Indonesia dianggap cukup aman dari ancaman resesi ekonomi sebab proyeksi pertumbuhan ekonomi tidak diubah oleh Bank Dunia yang pada tahun ini tetap level 5,1 persen, namun sejumlah pihak khawatir bahwa Indonesia terimbas resesi,” ungkapnya di Kabar Petang: Awas Resesi Global, Sabtu (11/6/2022) melalui kanal YouTube Khilafah News.

Menurut Yuli, hal ini lantaran Indonesia baru saja lepas dari jerat resesi. “Secara umum kita ketahui bersama bahwa resesi ekonomi ditandai dengan terjadinya kontraksi pada produk domestik bruto (PDB) selama 2 kuartal berturut-turut,” jelasnya.

Merujuk pada pengertian tersebut, lanjutnya, ekonomi Indonesia masuk ke zona resesi pada 2020 dan 2021. Secara kuartal ke kuartal perekonomian Indonesia pernah kontraksi selama 3 kuartal sepanjang kuartal keempat 2019 hingga kuartal kedua 2020.

“Kontraksi dua kuartal secara beruntun juga kembali terulang pada kuartal keempat 2020 hingga kuartal pertama 2021,” imbuhnya.

Resesi Berulang

Yuli menilai, penyebab resesi berulang ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari krisis ekonomi global yang bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi, yang menjadikan asas manfaat sebagai prioritas utamanya. “Substansi masalah ekonomi sekarang adalah sistem ekonomi kapitalis yang sudah sampai pada puncak permasalahan,” lugasnya.

“Sistem perekonomian kapitalis dan liberal mengambil sistem ekonomi ribawi yang sangat dimurkai Allah SWT yang membawa kesengsaraan bagi seluruh manusia,” tegasnya.

Corak liberal sistem kapitalis, dinilainya, membuat kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, dikuasai atau diakses oleh swasta maupun asing.

“Krisis ekonomi global yang terus berulang terjadi sebagai konsekuensi logis penerapan sistem ekonomi kapitalis secara global di seluruh dunia. Sistem ekonomi kapitalis dibangun atas dasar kebebasan baik kebebasan kepemilikan harta, kebebasan pengelolaan harta, maupun kebebasan konsumsi,” paparnya.

Yuli mengatakan, setidaknya ada lima prinsip penopang sistem ekonomi kapitalis yang merusak yaitu sistem perbankan dengan suku bunga, berkembangnya sektor nonreal dalam perekonomian sehingga melahirkan institusi pasar modal dan perseroan terbatas, utang luar negeri yang menjadi tumpuan dalam pembiayaan pembangunan, penggunaan sistem moneter yang diterapkan seluruh dunia yang tidak disandarkan pada emas dan perak, privatisasi pengelolaan sumber daya alam yang merupakan barang milik dan kebutuhan publik.

“Penerapan prinsip-prinsip tersebut mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia dalam bentuk kerusakan alam, kemiskinan, serta kesenjangan ekonomi yang sangat lebar baik di antara individu suatu negara maupun kesenjangan ekonomi antar negara,” bebernya.

Yuli menilai, ekonomi negara-negara Barat saat ini terkesan kokoh bukan karena ekonominya tangguh namun tidak lebih dari hasil penjajahan yang merupakan sifat yang melekat erat dari sistem ekonomi kapitalis. “Jika tidak menjajah kekayaan kaum Muslim di negeri-negeri Islam sungguh tentunya ekonomi ini sudah dari dulu hancur,” yakinnya.

Khilafah

Menurut Yuli, yang bisa menghentikan penerapan sistem kapitalis hanya jika muncul sebuah institusi yang bisa menerapkan sistem ekonomi Islam. “Sebuah institusi yang bisa menginstal sistem ekonomi Islam adalah negara khilafah,” yakinnya.

“Khilafah Islam dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan mampu menghentikan krisis ekonomi global yang sistemik serta memberikan jaminan kesetaraan bagi umat manusia,” imbuhnya.

Yuli mengatakan, khilafah akan menjalankan politik ekonomi Islam yang bertujuan untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara Muslim dalam nonMuslim sekaligus. Mendorong agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan keadaan individu yang bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu.

“Dengan demikian titik berat sasaran pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan individu manusia, bukan pada tingkat kolektif negara dan masyarakat,” simpulnya.

Ia menukil pendapat Abdurrahman al-Maliki dalam bukunya Politik Ekonomi Islam, ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi Islam. Pertama, setiap orang adalah individu yang memerlukan pemenuhan kebutuhan.

Kedua, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dilakukan secara menyeluruh. Ketiga, boleh hukumnya bagi individu mencari rezeki, bekerja dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan dan meningkatkan kemakmuran hidupnya. Keempat, nilai-nilai luhur syariah Islam harus mendominasi menjadi aturan yang diterapkan.

Berdasarkan prinsip itu, lanjutnya, khilafah akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tidak menjadi target utama dan bukan asas pembangunan. “Percuma saja tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi jumlah gelandangan dan pengemis di kolong jembatan sangat banyak, tingkat anak putus sekolah sangat tinggi, prostitusi, kriminalitas dan narkoba, korupsi, busung lapar, dan penyakit-penyakit berbahaya merajalela,” sindirnya.

Khilafah juga tidak akan memberi toleransi berkembangnya sektor nonriil atau sektor moneter yang menjadikan uang sebagai komoditas.

“Sektor-sektor ini selain diharamkan karena mengandung unsur riba dan judi juga menyebabkan sektor riil tidak bisa berjalan secara optimal,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: