Mediaumat.id – Analis Divisi Politik Internasional Mutiara Umat Institute (MUM) Nahdoh Fikriyyah Islam mempertanyakan pernyataan yang menyebut Piagam PBB bisa menjadi sumber hukum umat Islam karena diklaim mampu mengakhiri konflik.
“Untuk menjawab pernyataan bahwa Piagam PBB bisa menjadi sumber hukum umat Islam, ditanya lagi sebaliknya. Layakkah pembuat konflik, penjajah dunia, dipercayakan menjaga keamanan dunia? Seperti apa hukum yang mereka bentuk? Bukankah hanya demi kepentingan mereka saja?” ujarnya dalam acara MUMTAZ POL #8: Tolak Khilafah, Yakin? di kanal Youtube Tintasiyasi Channel, Jumat (10/03/2023).
Ia mengatakan, PBB justru tidak lebih dari sekadar alat permainan yang digunakan oleh kelima negara besar pembentuknya. Menurutnya, Dewan Kemanan PBB pun terus gagal menerapkan berbagai resolusi karena selalu tebang pilih dalam pemberlakuan aturan internasional. PBB juga menunjukkan jati dirinya sebagai lembaga yang tidak efektif, lemah fungsi, dan hanya sebagai perpanjangan tangan negara imprealis.
Bahkan sejak lahirnya, lembaga itu tidak menunjukkan kinerja sesuai tujuan awal pembentukannya. Ia juga mengungkapkan bukti nihilnya kehadiran PBB terhadap konflik dan perang yang kini masih menyelimuti dunia khususnya yang melanda kaum Muslim.
“Dan kenyataannya, piagam PBB tidak mampu menghentikan konflik baru pasca-Perang Dunia II. Artinya, sejak PBB berdiri, justru terjadi 250 lebih konflik hingga hari ini yang belum selesai di seluruh dunia. Seperti pembantaian massal di Rwanda yang menewaskan hampir sejuta nyawa. Pembantaian Srebrenica, Perang Kongo, perang di Suriah, pembantaian etnis Rohingya, Muslim Uighur di Tiongkok, pendudukan India di Kashmir, atau kebiadaba Israel terhadap Palestina, adakah penyelesaiannya oleh PBB?” tanyanya.
Selain bukan berasal dari Al-Qur’an, hadits, ijmak sahabat, juga bukan qiyas islami, Piagam PBB adalah buatan negara penjajah yang mencetus perang dunia. Selanjutnya disahkan di San Francisco pada 26 Juni 1945 beserta lima puluh anggotanya.
“Sebagai sebuah Piagam, ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Ia diratifikasi oleh Amerika Serikat pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB. Piagam itu terdiri dari pembuka (‘preambule’), yang secara garis besar disusun mengikuti preambule Konstitusi AS,” ungkapnya.
Menurut Nahdoh, tidak semudah itu menghilangkan memori Perang Dunia II yang begitu dahsyat yang menewaskan sekitar 50-70 juta nyawa manusia. Lalu dalangnya dijadikan sebagai pahlawan keamanan dan piagamnya diklaim sakti bahkan dianggap bisa menjadi sumber hukum Islam, sama sekali tidak masuk akal.
“Anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Cina, Prancis, Uni Soviet/Rusia, Britania Raya, Amerika Serikat) yang juga pendiri PBB adalah negara-negara pencetus Perang Dunia II. Perang yang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer dan kematian massal warga sipil, termasuk holokaus dan pemakaian senjata nuklir, telah menjatuhkan korban jiwa sebanyak 50–70 juta,” bebernya.
Cukup berpikir secara sederhana saja, katanya, tidak mungkin negara-negara yang menciptakan kerusuhan, penjajahan di dunia, kemudian dipercaya begitu saja dengan mudahnya menawarkan diri jadi pembawa kedamaian dunia.
Oleh karena itu, ia sangat yakin, untuk mengakhiri konflik, perang, termasuk krisis sosial yang kini tengah melanda dunia tidak akan mampu diselesaikan dengan Piagam PBB, melainkan dengan sistem Islam yang disebut dengan khilafah.[] Umi Faisal