Mediaumat.id – Peristiwa anak SMP di Magelang, Jawa Tengah yang berani mencuri bahkan membunuh temannya sendiri demi mendapatkan ponsel, ditanggapi pakar parenting dan penulis buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D.
“Selalu tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan seorang anak tega mencuri dan membunuh temannya demi sebuah hape (ponsel). Yang jelas anak seperti ini memiliki kecenderungan (muyul) yang buruk dalam memenuhi keinginannya,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (25/8/2022).
Menurutnya, perilaku tersebut hanya didorong oleh rasa senang dan tidak senang. “Ketika dia senang dengan sesuatu maka dia akan memenuhi kesenangan itu tanpa mempertimbangkan baik buruk dan halal-haram. Dalam hal ini dia senang hape temannya, maka dia ambil tanpa peduli bahwa itu bukan haknya. Tidak peduli itu perbuatan haram. Setelah diambil dan takut ketahuan, maka dia habisi temannya. Tidak ada pertimbangan bahwa itu perbuatan jahat dan dosa,” ungkapnya.
Kenapa bisa begitu? Menurutnya, hal itu bisa ditelusuri dari proses pendidikan anak tersebut selama ini. “Pelajaran atau pengalaman hidup apa saja yang selama ini telah men-tuning (menyetel) pribadinya? Bagaimana dia didik di rumah? bagaimana perilaku orang tuanya? Apakah diajarkan kekerasan di rumah? Bagaimana pula di sekolahnya? Teman-temannya? Gank-nya mungkin, kalau ada. Apakah selama ini dia ikut dengan budaya kekerasan? Bisa pula dilihat dari apa yang dia tonton. Film atau game yang penuh dengan kekerasan? Jadi, kita perlu telusuri hal-hal yang telah men-tuning pikiran dan perilaku anak tersebut,” bebernya.
Kapitalistik dan Materialistik
Nopriadi menilai pola hidup hedonisme yang begitu parah menjangkiti remaja saat ini disebabkan akibat penerapan sistem kapitalis yang materialistik. “Kita hidup dalam peradaban kapitalistik dan materialistik. Sekarang ini masyarakat secara umum beranggapan bahwa kesuksesan, kebahagiaan dan kesenangan itu terletak pada capaian materi,” ujarnya.
Menurutnya, orang dikatakan sukses dan bahagia (dalam kriteria hedonisme) bila memiliki keberlimpahan harta, jabatan, populeritas, pasangan yang cantik-ganteng dan segala macam yang bisa membawa pada kesenangan.
“Pola pikir yang terbentuk pada masyarakat semakin hari semakin materialistik. Kenapa? Banyak hal yang terjadi pada masyarakat kita. Salah satunya adalah siapa saja yang tampil menjadi panutan para remaja kita? Mereka adalah pribadi-pribadi yang bergelimang kesenangan dan kemewahan. Mereka mempertontonkan hidup yang penuh dengan kesenangan dan keberlimpahan materi. Mereka menjadi influencer yang memengaruhi harapan dan cara hidup para remaja. Para idols ini tampil di YouTube, film, Instagram, Line dan segala media yang bisa setiap saat ditonton oleh para remaja. Kehidupan para influencer ini menjadi top of mind para remaja. Para remaja dan teman-temannya mendambakan kehidupan seperti mereka. Mereka berpikir bahwa sukses itu adalah seperti para idola mereka,” terangnya.
“Para influencer ini, bukan hanya para selebriti atau selebram, tapi bisa pula teman-teman mereka atau siapa saja yang mereka lihat terus mempertontonkan hidup yang bersenang-senang. Punya baju yang fashionable, nongkrong di kafe, gadget yang mahal dan lain sebagainya. Inilah yang membuat pola hidup semakin menjadi dan menular,” tambahnya.
Nopriadi menilai, semua ini bisa tumbuh subur karena tidak ada penjagaan sistem pada para remaja. Penjagaan dari keluarga, sekolah, masyarakat bahkan negara. “Semua bablas tidak melakukan filter dan usaha menghilangkan pengaruh cara hidup hedonis pada para remaja,” sesalnya.
Ia juga mengingatkan, dalam sistem kapitalistik, banyak industri, bisnis, perusahaan, korporasi mengambil keuntungan dari budaya hedon pada masyarakat secara umum dan remaja secara khusus. “Budaya hedon dan perilaku konsumtif adalah sumber keuntungan berlimpah bagi para pebisnis dan pelaku ekonomi, dari bisnis global sampai bisnis lokal,” tandasnya.
Solusi
Nopriadi meminta berbagai pihak untuk melakukan hal-hal berikut agar masalah ini teratasi secara tuntas.
Untuk orang tua, ia mengajak untuk membina kepribadian anak-anak. “Tanamkan keimanan sejak dini pada anak-anak. Ajarkan dan contohkan cara hidup islami, bukan cara hidup hedon. Pastikan anak-anak menyerap nilai-nilai dan ajaran Islam yang akan membentuk pola pikir dan perilaku anak-anak dan para remaja kita. Berikan contoh bagaimana cara hidup Islam di rumah. Jangan lupa doakan mereka agar selamat dalam fitnah kehidupan hedon,” tuturnya.
Untuk sekolah, ia berharap kurikulum, pengajaran dan budaya di sekolah adalah yang terbaik. “Bekali anak-anak didik tidak hanya dengan pengetahuan yang tinggi, tapi juga pola pikir, perilaku dan adab yang sesuai dengan Islam. Awasi pergaulan anak-anak di sekolah. Pastikan di sekolah tidak ada bibit-bibit perilaku hedon yang bisa menular. Bangun sinergi dan kerjasama dengan para orang tua dalam mengawasi dan membentuk kepribadian anak-anak atau para remaja,” ungkapnya.
Sedangkan, untuk para pemimpin negeri, ia mengingatkan agar takut pada Allah SWT. “Apa yang terjadi pada rakyat, dalam hal ini para remaja, kelak akan menjadi tanggungjawab anda semua di hadapan Allah SWT. Jadilah contoh terbaik pada para remaja sebagai para pemimpin yang hidup bersahaja dan terhormat. Kemudian bangun kehidupan Islami yang tidak hanya menjaga para remaja dari kehidupan hedon tapi juga membentuk cara hidup mereka yang sesuai Islam,” tegasnya.
Ia tahu bahwa membangun kehidupan Islam sebagai kehidupan yang terbaik ini tentu tidak mudah. “Oleh karenanya tugas berat para pemimpin untuk mempelajarinya dan mewujudkan dalam kehidupan. Semoga Allah SWT membimbing kita semua,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it