Organisasi HAM dunia Amnesty International merilis laporan terbarunya di tahun 2018 dengan judul “The State of The World’s Human Rights”. Dalam laporan tersebut, organisasi berbasis di kota London menganggap pemerintah Jokowi telah mengkapitalisasi sentimen “radikalisme”.
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menjelaskan bahwa kapitalisasi tersebut dengan menjustifikasi keputusan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
“Hal tersebut seperti yang disahkan pada Juli 2017 oleh DPR RI pada Oktober 2017. Perppu tersebut mengancam kebebasan berekspresi dan berkumpul,” ujar Usman kepada Islampos, Kamis (22/2).
Menurutnya, salah satunya karena pemerintah bisa langsung membubarkan organisasi kemasyarakatan jika terindikasi “anti-pancasila”.
Kemudian, lanjut Usman sembilan hari berselang, pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menurut pemerintah “anti-pancasila” karena mengkampanyekan khilafah di Indonesia pada 19 Juli 2017.
“Pembubaran tersebut dilakukan walaupun HTI mempromosikan konsep khilafah dengan cara damai atau tidak pernah satu pun anggotanya dipidana karena melakukan kekerasan dalam kegiatan dakwahnya,” ungkapnya.
Usman juga memandang, Perppu tersebut mengajak orang-orang khususnya dari kalangan moderat untuk membenci mereka yang dianggap ‘radikal’.
“Sekalipun mereka tidak melakukan tindakan pidana yang diatur dalam undang-undang. Dan, kata dia, ini adalah bentuk kebencian yang disponsori oleh negara yang berlindung dengan alibi mencegah penyebaran paham radikal di Indonesia.
Ia menjelaskan, Perppu ini membatasi hak kemerdekaan berserikat, berpendapat, beragama dan berkeyakinan.[]
Sumber: dakwahmedia.co