Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida melakukan kunjungan mendadak ke ibu kota Ukraina, Kyiv, pada hari Selasa (21/3). Kishida bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan menjanjikan dukungan keuangan serta pasokan kemanusiaan dan medis. Jepang juga akan menyediakan alutsista non-mematikan, termasuk rompi antipeluru dan helm (alquds.co.uk, 22/3/2023).
**** **** ****
Alasan perang Ukraina-Rusia: Tidak ada keraguan bahwa menyingkirkan ancaman Ukraina ke Rusia adalah sesuatu yang diperlukan bagi Rusia untuk menikmati keamanan tertentu, terutama karena masalah tersebut terkait dengan perbatasan dan wilayah vitalnya. Ukraina, setelah runtuhnya Uni Soviet, terutama setelah Revolusi Oranye (22 Nov 2004 – 23 Jan 2005), menjadi belati tajam yang ditikamkan ke tubuh Rusia, dan semakin dalam seiring berjalannya waktu.
Namun, masalahnya adalah waktu yang salah yang diadopsi oleh Putin dan orang-orang di sekitarnya untuk mencabut belati ini, karena secara medis diketahui bahwa melepas belati dari tubuh pasien sebelum pasien sampai di ruang operasi dianggap sebagai pembunuhan. Dengan demikian sangat penting bahwa staf dan peralatan medis yang diperlukan ada saat belati dilepas, sehingga intervensi bedah dapat dilakukan tanpa membuat yang terluka terkena bahaya yang lebih besar dari belati yang tertanam di dalamnya. Dengan kata lain, jika Rusia tidak mampu menyelesaikan masalah secara militer dalam masalah Ukraina, maka itu adalah kecerobohan. Apa alasan Rusia dan beruangnya mengundang bahaya yang jauh lebih besar daripada bahaya Ukraina sendiri yang akan diderita Moskow?
Apakah terburu-buru untuk menginvasi Ukraina merupakan tujuan pribadi Putin dalam mimpi tsarnya, yang memuncak setelah perebutan Krimea oleh Rusia dan setelah mengubah Chechnya dari musuh bebuyutan Moskow menjadi teman dekat? Apakah mimpi ini yang mendorong Putin untuk melibatkan Rusia dalam perang gesekan yang berbahaya dan mematikan bagi Rusia? Akankah Rusia akan membayar harga atas kecerobohan dan kurangnya perhitungan Putin atas kemungkinan Rusia menang dalam perang ini?
Tampaknya Amerika sangat menyadari ketidaksiapan Rusia untuk mengobarkan perang semacam itu di Ukraina, sama seperti Amerika menyadari obsesi Putin untuk meraih kemenangan dan meraih kejayaan. Oleh karena itu, Amerika memberinya lampu hijau untuk memasuki Ukraina supaya Rusia terperangkap dalam perang jangka panjang yang akan menyerap, menghabiskan dan menyia-nyiakan kekayaannya, baru kemudian memuaskannya dengan perdamaian yang memalukan dan menghinakan, bahkan akan membelenggu Rusia selama beberapa dekade ke depan. Biden dan Presiden Prancis telah menyatakan tujuan itu: “Bahwa yang dibutuhkan adalah kekalahan Rusia di Ukraina, bukan hanya mengakhiri perang”.
Rusia kini, setelah lebih dari satu tahun perang, benar-benar telah menjadi seperti orang yang mencabut belati dari punggungnya untuk ditusukkan kembali ke dadanya. Bukannya mengatasi bahaya Ukraina yang telah mengancam keamanan Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet, justru kini masalah Ukraina telah menjadi ancaman yang menguras semua energi material, manusia, dan moral Rusia. Pasalnya, ketika perang mengungkapkan sejauh mana ketidakmampuan Putin untuk membuat keputusan yang menentukan, meskipun ada dukungan dari agennya, Presiden Chechnya, Ramzan Kadyrov, dan meskipun dapat memanggil pasukan Wagner dari Afrika untuk berpartisipasi dalam perang lapangan.
Sementara Amerika bergerak maju dengan rencananya untuk mengalahkan Rusia dan menghabiskannya dalam perang ini, serta menutup semua solusi yang diusulkan untuk mengakhiri perang, yang terakhir adalah proposal China. Bahkan Amerika telah mampu memaksakan visinya tentang perang ini di Eropa, terutama Prancis dan Jerman. Amerika dan Eropa sekarang memblokir semua jalan, dan mereka menggagalkan semua kemungkinan solusi untuk keluarnya Rusia tanpa kerugian besar dan strategis. Kemudian datanglah proyek Amerika untuk mempersenjatai Jepang dan mulai melibatkannya sebagai pendukung Ukraina, yaitu untuk memblokade Rusia dalam perang ini. Demikian itulah yang diungkapkan oleh Perdana Menteri Jepang Kishida kepada kepada Ukraina, hari Selasa (21/3) dengan menyatakan dukungan penuh untuk Ukraina dari tujuh negara. Kunjungan mendadak ini, yang bertepatan dengan kunjungan Xi Jinping ke Moskow, tidak lain adalah konfirmasi dari eskalasi Amerika, Eropa, dan G7 untuk melawan Rusia dalam gerakan memblokade Moskow.
Pertanyaannya adalah bagaimana Rusia keluar dari jebakan dan dilema ini? Berapa harga kesombongan dan kecerobohan Putin? Berapa lama Putin akan terus mengemudikan kapal yang hanya menuju kehancuran? Akankah pusat politik Rusia—yang mengkhawatirkan kebrutalan Putin dan Medvedev—akan tetap diam dan untuk berapa lama? Akankah Rusia menjelajah di luar garis NATO dalam upaya untuk keluar dari krisis ini, atau akankah Rusia tunduk pada perintah Barat yang akan mengakhiri Putin dan rezim keamanannya di Rusia?
Tampaknya jawaban atas pertanyaan semacam itu muncul dalam sebuah artikel yang baru-baru ini diterbitkan di The Times (20/3) oleh mantan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague, berjudul “West Can Stop the World Falling for Xi and Putin, Barat Dapat Mencegah Dunia Jatuh ke Tangan Xi dan Putin”, di mana Hague menanyakan alasannya kunjungan Presiden China Xi Jinping ke ibukota Rusia, Moskow. Hague mengatakan bahwa Xi ada di sana karena terkait posisi China dalam mengejar strategi untuk abad ke-21, bahwa menjadikan Rusia berada di pihak China merupakan perkara yang sangat penting.
Akankah jalan keluar bagi Rusia dari krisis di Ukraina adalah menyatukan takdir dengan China? Akankah China meninggalkan peran pendukung Moskow dengan malu-malu dan rahasia, terutama setelah proyek Amerika baru-baru ini untuk mempersenjatai Jepang? Dalam pekan dan bulan mendatang pasti akan memberikan jawaban yang jelas dan penting yang dapat mengubah jalannya acara. [Dr. Faraj Mamdouh]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 25/3/2023.