Amerika Minta Maaf atas Serangan di Kabul, Pengamat: Tidak Ada Maaf bagi Amerika
Mediaumat.news – Permintaan maaf Amerika Serikat atas serangan pesawat tak berawak di Kabul Afghanistan pada 29 Agustus lalu yang ternyata adalah sebuah kesalahan, dinilai tidak bisa diterima. “Terkait dengan permintaan maaf Amerika, kita perlu tegaskan bahwa tidak ada maaf bagi Amerika,” ujar Pengamat Politik Internasional Farid Wajdi kepada Mediaumat.news, Sabtu (18/9/2021).
Menurut Farid, ada tiga hal yang membuat permintaan maaf Amerika tersebut tidak bisa diterima. Pertama, serangan-serangan pesawat tanpa awak Amerika seperti ini bukan yang pertama kali, tapi sering dilakukan oleh Amerika sebelumnya yang menyebabkan korban jiwa puluhan ribu orang di Afghanistan dan perbatasan Pakistan sejak masa Presiden Bush, Obama, Trump hingga Joe Bidden.
Oleh karena itu, kata Farid, permintaan maaf Amerika tersebut sesungguhnya tidak ada artinya. Sebab ini bukan kesalahan yang tidak disengaja, tapi kesalahan yang sistematis dan disengaja, karena bagi Amerika nyawa kaum Muslim tidak ada artinya.
Kedua, permohonan maaf ini adalah sekadar pencitraan Amerika untuk menutupi kejahatan-kejahatannya dan menampakkan sisi humanis Amerika. Hal itu tampak dari pidato Joe Biden yang memuji diri mereka sendiri dalam mengevakuasi para pengungsi di akhir pendudukan Amerika di Afghanistan. Padahal Amerika lupa, begitu banyak pengungsi-pengungsi lain disebabkan oleh kebijakan politik luar negeri Amerika yang brutal, seperti pengungsi Suriah dan pengungsi Irak.
Sebaliknya Farid menyebut, Amerika terus menerus menggunakan isu Taliban untuk menyerang ajaran Islam. Hingga pemerintahan Afghanistan tunduk terhadap konsepsi Islam versi Amerika, yaitu konsepsi Islam yang sejalan dengan politik dan ekonomi Amerika.
“Ini yang sekarang mereka bangun setelah kegagalan total dalam pendudukan di Afghanistan,” beber Farid.
Ketiga, ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Afghanistan ke depannya. Pemerintah Afghanistan harus benar-benar menunjukkan bahwa syariat Islam itu adalah syariat yang rahmatan lil alamin.
Farid menilai, untuk bisa menampakkan Islam yang rahmatan lil alamin, pemerintah Afghanistan mau tidak mau harus dengan benar-benar menerapkan pemerintahan Islam secara kaffah atau totalitas. Karena kalau masih dicampur dengan sekulerisme dan liberalisme, maka keagungan ajaran Islam yang kaffah dan rahmatan lil alamin tersebut tidak akan terwujud. Tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah mengulangi kegagalan rezim-rezim Aghanistan sebelumnya dan mengulangi kegagalan gerakan-gerakan Islam yang berkuasa dan berkompromi dengan sistem liberal dengan berharap penerimaan komunitas Barat atas nama komunitas internasional.
Farid memandang, seharusnya pemerintahan Afghanistan tidak mempedulikan penerimaan komunitas internasional itu. Dan benar-benar menerapkan syariat Islam, dengan tidak membatasi pemerintahannya pada wilayah Afghanistan saja, tapi menjadi negara milik seluruh kaum Muslim, dan negara itu tidak lain adalah negara khilafah.
“Negara inilah yang merupakan negara sejati milik kaum Muslim yang akan menjadi mercusuar dunia,” pungkas Farid.[] Agung Sumartono.