Ambil Alih Blok Rokan, Keberhasilan Rezim Jokowi?

Mediaumat.news – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Sa’id Didu meluruskan anggapan sebuah keberhasilan pemerintah atas pengambilalihan Blok Rokan, Provinsi Riau oleh Pertamina. “Blok Rokan ini sebenarnya, presiden tidur, tidak melakukan apa-apa, tanggal 9 Agustus pukul 00.00, 2021 itu langsung menjadi milik negara,” tegasnya dalam Dialog Manusia Merdeka: Presiden Tidur pun, Per 9 Agustus 2021 Blok Rokan Kembali ke Tangan Indonesia, Kamis (12/08/2021) di kanal YouTube MSD.

Untuk diketahui, kontrak perusahaan Chevron Pacific Indonesia asal Amerika Serikat sebagai pengelola Blok Rokan, habis 8 Agustus 2021. Sedangkan di dalam UU Migas tahun 2001 telah dijelaskan bahwa semua kontrak yang habis masa berlakunya sejak UU ditetapkan, maka otomatis menjadi milik negara.

Namun demikian ia menyayangkan, meski pengelolaannya jatuh ke Pertamina, persero itu harus mengeluarkan uang Rp18 triliun untuk mendapatkan blok tersebut. Selanjutnya, juga diwajibkan investasi sebesar Rp7 triliun ditambah harus mendivestasikan 39% sahamnya. “Bagi saya yang (pernah) di BUMN, kok ada seperti itu?” herannya.

Untuk Rokan dan bahkan Freeport, meski ia mengatakan enggak ada masalah, faktanya terdapat perbedaan cara pemerintahan sekarang dengan sebelumnya. “Jadi, baru pemerintahan ini, itu BUMN membeli ke pemerintah, dan diakui sebagai hasil kerja pemerintah,” tandasnya.

Padahal, di sisi lain, ada blok-blok besar yang ketika habis masa kontraknya, Siak, Mahakam, timpalnya, diambil begitu saja oleh negara dan diserahkan ke Pertamina, gratis. Bahkan Inalum menurut Sa’id dibeli lewat APBN kemudian diserahkan ke Inalum.

Maka itu, kalau ada yang mengatakan, pengambilalihan Blok Rokan adalah hadiah proklamasi, Sa’id menegaskan, betul, tapi bukan ke pemerintah. “Itu hadiah ke negara karena pelaksanaan UU Migas Tahun 2001,” ungkapnya.

Oligarki

Kalaupun nanti muncul pihak swasta yang mengisi celah divestasi 39% karena memang faktanya banyak BUMD yang tidak punya dana cukup besar, menurut Sa’id, itu termasuk permainan oligarki yang sangat berbahaya. “Kita masih ingat tentang Newmont yang atas nama pemda atau swasta di baliknya. Itu oligarki yang sangat berbahaya,” ujarnya.

Apalagi nilai Chevron, yang menurutnya, masih bisa mencapai ratusan triliun rupiah kalau betul-betul bisa dicari lagi minyaknya. Tetapi, seingat Sa’id, mungkin karena masalah masih ada atau tidaknya terkait cadangan minyak di Rokan, Chevron sendiri ketika ikut pelelangan, penawarannya agak jauh di bawah Pertamina sehingga kalah.

Yang lebih menarik lagi, menurut Sa’id, dari semua itu adalah, para tukang tepuk tangan yang bertepuk tangan saat pemerintah menyatakan Blok Rokan telah dikuasai negara, tetapi mereka juga tepuk tangan ketika tambang-tambang di berbagai daerah diserahkan ke perusahaan Cina. “Kerjanya tepuk tangan aja. Jadi, apa pun didukung walaupun berbeda,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: