Alumnus Harvard Medical School Ungkap Masalah Demokrasi di Amerika
Mediaumat.news – Melihat fakta demokrasi yang ada di Amerika, Pakar Biomolekuler lulusan Harvard Medical School Amerika Serikat Ahmad Rusdan, Ph.D. mengungkapkan bahwa demokrasi di Amerika itu bermasalah.
“Kalau kita bahas buku How Democracies Die, itu sebenarnya kita bicara American democracy dan itu menjadi suatu masalah,” tuturnya dalam acara Diskusi Online MU: How Democracies Die, Ahad (06/12/2020) di kanal Youtube Media Umat.
Menurutnya, masalah demokrasi di Amerika sudah ada sejak Amerika ingin merdeka dari Inggris. “Kalau kita lihat dari sejarahnya, mereka itu ingin bebas dari Inggris. Karena mereka merasa Inggris tidak fair. Walaupun, mereka juga orang Inggris yang kebetulan punya tanah di koloni baru di Amerika,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, hal tersebut disebabkan karena Raja Inggris ingin menarik pajak tanpa minta izin. “Mereka enggak mau. Akhirnya berujung pada masalah. Mereka perang dan akhirnya Inggris menyerah dan pulang,” ungkapnya.
Namun setelah merdeka dari Inggris, menurutnya, Amerika mempunyai masalah dalam membangun negara yang konsisten dan sustainable. “Dan sekarang pertanyaannya bagi para kolonis yakni para orang-orang Inggris di sana yang ingin merdeka itu yang disebut American Independence. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kita bisa membangun suatu negara yang konsisten? Negara yang sustainable, yang berkelanjutan,” ujarnya.
Ia menilai orang-orang Amerika menyadari hal tersebut. Ia melihat dari 13 negara bagian pertama di AS itu satu sisi mereka tidak mau diatur oleh otoritarian lagi.
“Mereka kapok diperintah oleh raja. Tapi, mereka juga bingung kalau enggak ada satu kekuatan politik, kalau cuma sekadar konfederasi, mereka juga punya satu masalah partikel. Masalah partikelnya yaitu seperti pengaturan pos, pengaturan surat. Nanti siapa yang ngatur? Kalau masing-masing negara bagian punya banyak aturan pos itu enggak nyampe-nyampe. Karena mungkin harus mandeg ke sini dulu,” bebernya.
Menurutnya, akhirnya mereka sepakat dengan negara besar yakni negara federal. Nah ini juga masalah baru. Karena apa? Ternyata 13 negara bagian itu tidak seragam. Kenapa tidak seragam? Ada negara bagian yang kecil seperti Massachusetts dan negara bagian yang besar kayak New York State.
“Masalahnya, ketika nanti voting berdasarkan jumlah penduduk, New York State penduduknya enggak sebanyak di Massachusetts kalau dilihat dari densitasnya. Tapi dia besar. Massachusetts kecil. Kecil tapi penduduknya relatif banyak. Nah ketika nanti voting. Siapa nanti yang menentukan? Bingung kan? Nah masalahnya di situ,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia mengungkapkan untuk menyelaraskan keinginan supaya bisa punya sistem yang berkelanjutan. Akhirnya mereka punya aturan berdasarkan jumlah penduduk dan berdasarkan setiap negara bagian itu sama senatornya. “Jadi, mereka punya aturan membuat UU itu berjenjang,” ujarnya.
Namun, hal ini pun belum menyelesaikan masalah. Menurutnya, masalah rasial di Amerika hingga saat ini belum terselesaikan. Sebagaimana diungkap di akhir buku How Democracies Die, belum pernah ada sistem demokrasi yang sukses dan multirasial di saat yang sama.
“Kalau kita lihat Amerika itu very white jadi sangat putih artinya kulit putih sangat dominan. Makanya, meskipun Obama menjadi presiden itu tidak menyelesaikan masalah rasialisme di Amerika. Kalau kita lihat penjara di Amerika itu sekitar 30-40% kulit hitam. Sementara populasi kulit hitam di AS cuma sekitar 10%. Nah, kalau di Indonesia itu masih mending. Mayoritas koruptor itu “kerudungan”. Mayoritas koruptor Indonesia itu orang Islam. Itu secara statistik itu normal. Jadi, itu masih wajar. Tapi, kalau Amerika ini abnormal statistiknya. Kenapa? Bagaimana mungkin orang yang minoritas tetapi ketika masuk penjara dia menjadi signifikan mayoritas. Ini sampai sekarang itu masalah,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it