Almarhum Abdul Qadeer Khan : “Bapak Bom Nuklir Pakistan”

Dia dihormati di Pakistan saat difitnah di Barat. Dari awalnya seorang insinyur metalurgi yang sederhana hingga menjadi tokoh utama program nuklir Pakistan, Abdul Qadeer Khan tidak asing dengan kontroversi. Meskipun ilmuwan nuklir top Pakistan itu telah meninggal, ia meninggalkan warisan negara nuklir yang terus mengganggu kekuatan regional dan global; memang, pertanyaan tentang kemampuan Pakistan tetap menjadi topik hangat dalam hal tenaga nuklir.

Awal tahun 1970-an, terjadi sejumlah peristiwa seismik yang mengkatalisasi Program Nuklir Pakistan. Hilangnya Pakistan Timur, intervensi militer India di dalam wilayah itu dan konteks yang lebih luas dari perlombaan senjata nuklir global mendorong perlunya kebijakan pencegahan di Pakistan. Yang terjadi selanjutnya adalah era proliferasi nuklir di Asia Selatan.

Dengan dalih program Atom untuk Perdamaian (Atoms for Peace) yang diilhami Eisenhower, baik India maupun Pakistan mewarisi teknologi sipil dan listrik dari Kanada dan Amerika Serikat. Tetapi intelijen Pakistan dilaporkan telah memperingatkan Ayub Khan dan presiden-presiden selanjutnya sejak tahun 1968 dan seterusnya bahwa India secara sembunyi-sembunyi dan aktif bekerja untuk mempersenjatai program nuklir sipilnya. Pada tanggal 20 Januari 1972, Presiden Zulfikar Ali Bhutto mengundang ahli fisika nuklir terkemuka, Dr. Abdul Salam, Dr. Ishrat Usmani dan Dr. Munir Ahmed dalam pengembangan senjata nuklir. Ketika mereka menjawab setuju dalam jangka waktu lima tahun, Presiden Ali Bhutto meminta mereka untuk menyelesaikannya dalam tiga tahun. Meskipun pertimbangan ini akan digerakkan menjadi tekad yang kuat, apa yang mempercepat perlombaan Pakistan menuju mempersenjatai diri adalah pengujian senjata nuklir oleh India tahun 1974 dari ‘Buddha Tersenyum’ di Pegunungan Pokhran di gurun Rajasthan dekat perbatasan Indo-Pakistan. Memang ini menandai momen penting dalam sejarah perkembangan doktrin nuklir Pakistan.

Islamabad pada saat itu akan mempertimbangkan prospek di hadapannya; dengan melihat dirinya sendiri yang akan menjadi pusat populasi terbesarnya dan empat kota utamanya dalam jarak yang sangat dekat dari negara musuh utamanya, sementara pandangan sepintas ke sekelilingnya akan mengungkapkan tiga kekuatan nuklir dengan latar belakang perlombaan persenjataan nuklir yang semakin bermusuhan. Tidak terlalu mengejutkan saat itu jika Pakistan akan melakukan sikap pencegahan ke depan melalui perolehan senjata nuklir.

Kedalaman Pengetahun tentang Nuklir

Sementara program nuklir Pakistan dimulai pada koridor kekuasaan, perkembangan nuklir berutang pada kontribusi ilmiah dari Salam, Usmani dan Khan. Salam dan Usmani berjasa dalam melatih enam ratus orang ilmuwan di bawah payung Komisi Energi Atom Pakistan (PAEC), pendirian Institut Sains dan Teknologi Nuklir Pakistan (PINSTECH) dan pendirian reaktor nuklir pertama di negara itu, dengan Usmani dan Khan bersama-sama dianugerahi Hadiah Nobel Fisika 1979 karena kontribusinya pada teori interaksi lemah dan elektromagnetik terpadu antara partikel elementer. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, yang membawa bangsa yang “tidak memiliki program pelatihan apa pun dalam ilmu dasar atau ilmu terapan” ke ambang teknologi inovatif dalam fisika nuklir terapan dalam waktu singkat dalam satu dekade. Penerus mereka Dr. AQ Khan kemudian akan berjasa dalam pengembangan kemampuan pengayaan uranium Pakistan.

Sistim Pengiriman

Meskipun kemajuan awalnya lambat, pada pertengahan 1980-an Pakistan telah menghasilkan cukup uranium yang diperkaya (HEU) untuk senjata nuklir. Namun, untuk memenuhi kebijakan pencegahan efektif mereka, Pakistan tidak hanya membutuhkan senjata tetapi juga sistem untuk mengirimkan senjata tersebut. Khan Research Laboratories (KRL) yang berbasis di Kahuta terus mengerjakan pengayaan uranium dan ditugaskan untuk melakukan penelitian dan pengembangan sistem pengiriman rudal, yang penting dalam mengirimkan hulu ledak nuklir ke titik ledak. India membangun sistem pengirimannya dan menguji rudal balistik dua tahap terbesarnya Prithvi III pada tahun 2000.

Hanya beberapa bulan sebelum Pakistan melakukan tesnya sendiri, pemerintah dan badan intelijen di seluruh dunia berspekulasi mengenai kesiapan sistem pengiriman Pakistan. Tanggapan yang menentukan datang dalam bentuk 6 perangkat nuklir yang diuji di terowongan bawah tanah pada tanggal 28 Mei 1998, dengan seismik terbaca menunjukkan kemampuan yang telah lama diduga banyak orang. Pakistan memiliki M-11 dan Ghauris sebagai sistem pengiriman rudal bergerak berbasis darat yang dapat menghindari kerentanan serangan pertama.

?????????? Sepenuhnya Merubah Kebijakan

Pemerintahan Clinton dengan cepat mengutuk pengujian senjata itu dengan menyatakan bahwa “sekarang dan untuk masa mendatang, kami akan memberikan sanksi dengan tegas, benar, dan segera” yang secara teori menentang India dan Pakistan tetapi dalam praktiknya akan memiliki konsekuensi yang lebih keras pada India dan Pakistan, di mana sanksi yang melumpuhkan melemahkan ekonomi yang sudah lemah. Komentar tersebut juga menandai perubahan kebijaksanaan yang nyata, karena Pakistan hingga saat itu menjadi mitra terpercaya AS di Asia Selatan, yang dengannya rahasia program nuklir sipil telah dibagikan, dan yang telah menjadi sekutu AS di bawah SEATO, Organisasi Perjanjian Asia (SEATO) dan Organisasi Perjanjian Pusat (CENTO).

Perubahan kebijakan Washington segera menjadi ciri khas komentar Amerika tentang Program Nuklir Pakistan, menuduh bahwa Abdul Qadeer Khan telah mencuri rahasia nuklir dan menyelundupkan bahan-bahan dari sebuah fasilitas Belanda, bahwa Pakistan menjual rahasia teknologi sentrifugal ke Korea Utara, serta menjadi pusat berbagai tuduhan lainnya. Tetapi Pakistan tidak hanya menolak mentah-mentah untuk membuka program nuklirnya untuk diperiksa, tetapi juga tanpa henti melakukan pengujian program nuklir secara agresif yang belakangan ini telah berkembang dari mempertimbangkan hulu ledak strategis menjadi hulu ledak taktis.

Nuklir Taktis

Buletin Ilmuwan Atom baru-baru ini memproyeksikan bahwa dengan beberapa sistem pengiriman baru masih dalam pengembangan, empat reaktor produksi plutonium, dan infrastruktur pengayaan uranium yang berkembang, persediaan Pakistan berpotensi meningkat lebih jauh selama 10 tahun ke depan. Tiga dekade kemudian, meskipun negara itu menawarkan kapal selam hibrida yang bertenaga diesel dengan kapasitas untuk membawa hulu ledak nuklir, Pakistan berencana untuk membeli delapan kapal selam bertenaga propulsi udara independen dari China, untuk membuat sebuah triad nuklir.

Suara-suara kunci, seperti dari Jenderal Khalid Kidwai telah mengisyaratkan penyebaran hulu ledak nuklir taktis, yang menurutnya akan “menghalangi jalan untuk operasi militer serius oleh pihak lain”. Pakistan memiliki persenjataan tidak hanya rudal jarak jauh dan pesawat terbang, tetapi juga beberapa sistem senjata nuklir jarak pendek dengan kemampuan lebih rendah. Dengan perkiraan kemampuan taktis 165 hulu ledak, Pakistan setidaknya dapat dengan percaya diri mengambil posisi pertahanan ke depan untuk berada di bawah kebijakan pencegahan nuklir sesungguhnya.

Ketika ‘Doktrin Tujuh Hari Menuju Sungai Rhine’ Uni Soviet bocor, Amerika Serikat menanggapinya dengan kebijakan penggelaran hulu ledak taktis, dan ini pada dasarnya adalah kemampuan yang ingin ditiru oleh Islamabad dalam membangun kesetaraan dengan Mumbai. Mengingat konflik yang tidak dapat diselesaikan di mana kedua negara tampaknya terus-menerus terlibat, dan keuntungan yang telah dibayarkan oleh negara nuklir selama empat dekade terakhir, Pakistan kemungkinan akan terus secara agresif melindungi perbatasannya dalam perlombaan senjata nuklir yang semakin bermusuhan saat dunia menatapnya sambal menahan nafas.

Oleh ??fy?? ?????
?6 ??????? ????

Share artikel ini: