Ali Baharsyah Dituntut Dua Tahun Penjara, Begini Pendapat LBH Pelita Umat
Mediaumat.news – Menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Selasa (16/02/2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Aktivis Islam Alimuddin Baharsyah dengan pidana penjara dua tahun penjara karena dianggap menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, padahal Ali hanya mempertanyakan kebijakan presiden yang berencana mempraktikkan darurat sipil, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan memberikan pendapat hukumnya.
“Berkaitan dengan hal tersebut di atas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (16/02/2021).
Pertama, dalam Surat Dakwaan JPU mempersoalkan terkait pernyataan terdakwa bahwa pemerintah akan memberlakukan “Darurat Sipil” padahal yang sebenarnya bukan pemberlakuan “Darurat Sipil” melainkan “Pembatasan Sosial Bersekala Besar” (PSBB).
Kalimat yang dipersoalkan sesuai dengan dakwaan JPU terkait “Darurat Sipil” adalah kurang lebih pada pokoknya sebagai berikut: “……Ini lagi ada virus darurat kesehatan, koq yang diterapin malah kebijakan darurat sipil….”
Kedua, di dalam proses persidangan, terdakwa Alimuddin menyatakan pernyataannya tersebut mengkritisi pernyataan Presiden saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020).
Menurut Chanra, terdakwa mengingat isi pernyataan presiden kurang lebih pada pokoknya menyatakan, “Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga, tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil.”
Ketiga, pernyataan Alimuddin semestinya tidak bisa disebut menyampaikan berita bohong. Karena terdakwa mengkritisi pernyataan Presiden yang terdapat kalimat “……didampingi adanya kebijakan darurat sipil”.
Chandra menyebut, kata “didampingi” memiliki maksud yang sama dengan kata “Diterapin atau diterapkan”. Sebagai contoh, “Saya menyopir mobil didampingi istri”. “Kata ‘didampingi’ menunjukkan bahwa istri ikut serta dalam mobil,” beber Chandra.
Jika menyimak pernyataan presiden yang disampaikan terdakwa, “Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga, tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” maka kalimat “perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil” menurut Chandra, “didampingi” secara leksikal bermakna ditemani atau disertai.
“Artinya, kebijakan PSBB (subjek kalimat) perlu disertai/ditemani kebijakan darurat sipil. Artinya lagi, baik PSBB maupun darurat sipil itu perlu saling mendampingi, berjalan beriringan, diaplikasikan bersama-sama dan dipraktikkan bersama-sama. Karena didampingi/disertai/ditemani berada dalam satu medan makna sama,” tandasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, terdakwa kemudian merespons pernyataan presiden, ada virus darurat kesehatan, koq yang diterapin malah kebijakan darurat sipil. “Secara leksikal, diterapin bermakna dipraktikkan. Artinya, terdakwa mempertanyakan kebijakan presiden, yang berencana mempraktikkan darurat sipil. Kata diterapin/dipraktikkan dalam konteks kalimat bersinonim dengan menyertai/mendampingi/menemani PSBB dengan darurat sipil,” jelasnya.
Ia menilai konteks kalimat utuh, “Didampingi adanya kebijakan Darurat Sipil” dan “Diterapin kebijakan darurat sipil” memiliki medan makna yang sama. “Keduanya bermakna (subjek/PSBB) perlu dipraktikkan/ditemani/disertai dengan kebijakan darurat sipil,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it