Mediaumat.id – Selain memotong hukuman menjadi 2 tahun penjara, pengakuan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) pada putusan kasasi Habib Rizieq Shihab (HRS) pada 15/11 dalam perkara Rumah Sakit Ummi, yang menyatakan tidak ada korban, baik harta maupun nyawa, serta tidak ada keonaran bersifat fisik tetapi hanya terjadi di media sosial, dipandang aneh oleh Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M.
“Sebenarnya ya, saya juga merasa aneh kalau memang tidak ada korban, kemudian tidak ada korban jiwa, tidak ada korban harta benda, keonarannya hanya dikonsepsikan terjadi di media sosial, lalu buat apa? Kok dihukum?” ujarnya dalam video unggahan Tidak Ada Korban dan Keonaran, Kok Dihukum Juga?! di kanal YouTube Refly Harun, Selasa (16/11/2021).
Sebagaimana pernyataan sikap dari Ahli Hukum Pidana sekaligus Direktur HRS Center Dr. H Abdul Khoir Ramadan, S.H., M.H., tertanggal 16 November 2021 yang dibacakan Refly, menyebutkan bahwa dakwaan alternatif pertama primer penuntut umum, memang terbukti menimbulkan keonaran. Tetapi MA menyatakan terjadinya hanya di dunia maya.
“Allahu Akbar. Keonarannya hanya di dunia maya, dan dihitung jadinya,” ungkap Refly tampak terkejut di sela bacanya.
Padahal, lanjut Refly membacakan, keonaran di kalangan rakyat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana adalah tidak mengenal adanya keonaran di dunia maya.
Malah, terkait keonaran yang dimaksud, HRS Center menilai, secara fakta, HRS dkk. bukan termasuk anteseden atau pihak yang mendahului sebagaimana yang dimaksudkan.
Menurut HRS Center, kegaduhan justru sudah terjadi di media sosial melalui pemberitaan-pemberitaan sebelum adanya pernyataan pemberitahuan yang disampaikan oleh Dirut RS Ummi dr. Andi Tatat, Menantu HRS Habib Hanif Alatas maupun oleh Habib Rizieq Shihab.
Terhadap apa yang disampaikan oleh dr. Andi Tatat, Habib Hanif maupun Habib Rizieq Shihab pun, kata HRS Center merupakan bentuk respons terhadap adanya pemberitaan yang merugikan Habib Rizieq Shihab.
“Pernyataan dimaksud guna mengklarifikasi terhadap berita yang tidak jelas dan sekaligus menenangkan kondisi umat agar tidak termakan isu yang tidak benar dan dapat menimbulkan dampak yang negatif,” jelas HRS Center lagi.
“Dengan demikian, seharusnya terhadap Habib Rizieq Shihab diputus bebas.” tegas Refly mengutip pernyataan sikap tersebut.
Semua Pejabat Bisa Dihukum
Terkait vonis atas HRS, Refly menyebut, ketika orang mengatakan sesuatu, sedangkan itu dianggap tidak benar walaupun tidak memunculkan atau mengakibatkan keonaran, maka akan tetap bisa dihukum. “Lah, kalau begitu semua pejabat bisa dihukum,” sebutnya.
“Presiden Jokowi berkali-kali mengatakan, ya kan, misalnya di kantong dia sebelas triliun misalnya. Kan tidak ada. Apakah kemudian itu akan dianggap juga menyebarkan berita bohong?” sambung Refly memisalkan.
Maka itu ia tak heran, apabila kubu HRS akan tetap melakukan upaya hukum peninjauan kembali atau PK. Juga, ketika mereka akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 yang memang potensial membuat orang lain dipenjara terus-menerus.
“Bagaimana mungkin orang masih dihukum dua tahun dengan sebuah statement, dan statement itu diakui hanya memunculkan keonaran di media sosial dan tidak memunculkan korban jiwa atau pun fisik,” tuturnya lagi, tak habis pikir.
Kalau demikian pendekatannya, jelas Refly, maka akan banyak sekali orang yang bisa ditangkap dan dihukum karena sekadar dianggap menyebarkan berita bohong yang memunculkan keonaran namun tidak bersifat fisik.
Jika sudah begini adanya, ia menilai, hukum saat ini memang sudah tidak masuk akal. “Seirasional itukah hukum itu?” ucapnya prihatin.
Bahkan, terakhir, ketika merespons komentar warganet yang salah satunya menyebut penegakan hukum saat ini konyol, Refly pun membenarkan. “Iya, konyol memang,” pungkasnya.[] Zainul Krian