Mediaumat.news – Alasan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar yang menyebut ‘ada potensi korupsi jika abu batu bara tak dihapus dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)’ dinilai absurd.
“Dalil yang disampaikan KPK bahwa kategori limbah B3 pada abu batu bara jika dihilangkan akan berdampak pada potensi korupsi bisa hilang itu saya pikir sangat absurd,” ungkapnya kepada Mediaumat.news, Selasa (23/3/2021)
Menurutnya, KPK berdalil seperti itu karena dua kemungkinan. Pertama, KPK tidak mengetahui problem sebenarnya terkait dengan batu bara itu. “KPK mungkin hanya melihat dari satu aspek yaitu aspek korupsi, padahal persoalan batu bara sebenarnya dari hulu sampai hilir, dari mulai penguasaan oligarki, sampai kemudian persoalan lingkungan dan kesehatan,” jelasnya.
Kedua, dimungkinkan KPK tidak terlalu serius untuk mengawasi oligarki. “Kita tahu bahwa pola-pola korupsi di Indonesia sebenarnya bersifat rame-rame, ada patron klien begitu, pertanyaannya kemudian apakah KPK tidak memiliki keberanian yang cukup untuk melawan oligarki batu bara?” ungkapnya.
Ia mengatakan, penyelesaian masalah korupsi pada tambang batu bara itu harus dimulai dari awal. Pertama, harus diatur kepemilikannya. “Kepemilikan batu bara dari hulu sampai hilir harus dimiliki oleh rakyat, atau dimiliki oleh umum karena masuk dalam kepemilikan umum, dengan cara seperti itu maka pemanfaatan batu bara dari hulu sampai hilir itu tentunya demi kemaslahatan umum,” jelasnya.
Kedua, harus mengubah sistem tata kelola kenegaraan. “Tata kelola di negeri kita ini kan pakai kapitalisme, proses kapitalisme itu lebih mengedepankan keuntungan segelintir pihak yaitu para kapitalis atau oligarki,” bebernya.
Menurutnya, pola kenegaraan kapitalisme harus diubah menjadi pola baru yang tentunya mengedepankan kepentingan rakyat. “Itulah solusi Islam tentunya,” pungkas Agung [] Ade Sunandar