Akuisisi Sumber Beras Kamboja, Pemerintah Tak Berpihak pada Petani

Mediaumat.info – Perintah Presiden Joko Widodo kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengakuisisi sumber beras di Kamboja dinilai Pengamat Politik dan Ekonomi Dr. H. Ichsanuddin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si. menunjukkan pemerintah tidak memahami masalah secara sistemik struktural serta tidak memihak pada petani Indonesia.

“Menerbitkan kebijakan mengakuisisi sumber produksi beras Kamboja menunjukkan, pemerintah tidak memahami masalah secara sistemik struktural tentang barang dan jasa publik, termasuk beras, berpikiran pendek, tidak memihak pada petani Indonesia,” ujarnya dalam pers rilis yang diterima media-umat.info, Jumat (14/6/2024).

Noorsy melihat, dua periode rezim Jokowi ini lebih menyukai impor. Pembangunan dan dan irigasi telah gagal membangun harapan hidup bagi petani karena masalah benih, pupuk dan harga jual saat panen telah dipukul oleh harga pangan impor. Sehingga sektor pertanian telah menjadi sektor yang tidak lagi mampu memberi sumbangan lapangan kerja seperti era Orba, yakni sekitar 49-51% menjadi 29-31% di era Jokowi.

Padahal, kata Noorsy, ketimpangan terus meningkat, jumlah petani gurem serta buruh tani terus bertambah diikuti dengan meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi kawasan komersial lainnya. Ditambah pemerintah tidak memiliki data akurat dan aktual tentang sumber daya, produksi, pengiriman, dan konsumsi beras baik di level regional maupun lingkup domestik.

Menurut Noorsy, konsep ultra neoliberal memang memosisikan Indonesia seolah negara yang mampu membeli barang dan jasa publik, termasuk beras. Padahal kenyataannya pemerintah gagal mengendalikan harga yang didikte oleh importir dikarenakan pemerintah gagal mengatasi mafia impor pangan.

Terakhir, Noorsy mengungkapkan, tidak pernah ada kebijakan Trisakti atau kebijakan Indonesia Maju pada barang dan jasa publik. Sebab yang mendominasi saat ini adalah kebijakan palsu dalam politik transaksional, termasuk dalam pemberian traktor dan pembangunan kawasan pangan. Sehingga rendahnya inflasi di sektor pertanian adalah bukti rakyat disuap dengan bansos dan berbagai kartu, tapi dimiskinkan dengan kegandrungan impor di sektor barang dan jasa publik.

“Kebijakan ini merupakan wajah kebijakan pemiskinan struktural dan marginalisasi kelas menengah bawah masyarakat Indonesia,” pungkasnya. [] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: