Mediaumat.info – PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dinilai memfasilitasi seks bebas.
“Jelas ini kebijakan ngawur, menabrak nalar kewarasan publik yang sedang resah dengan arus besar seks bebas dan penyimpangan perilaku. Alih-alih memberantas akar munculnya seks bebas, kok malah ‘memfasilitasi’ dengan berbagai alasan yang tidak mendasar,” tutur Aktivis Muslimah Ustadzah Iffah Ainur Rochmah kepada media-umat.info, Kamis (8/8/2024).
Menurutnya, kebijakan ini akan berdampak besar pada makin maraknya seks bebas. “Tanpa PP ini sudah banyak terjadi kerusakan akibat seks bebas. Misal, banyak aborsi karena kehamilan di luar nikah (KTD), putus sekolah, bahkan kasus kriminalitas terjadi diawali dengan kasus-kasus seks bebas,” ujarnya.
Belum ada PP ini saja, kata Iffah, pikiran dan perilaku publik yang liberal sudah terbentuk dari regulasi sebelumnya (UU Kesehatan, pemikiran kesehatan reproduksi dll).
“Adanya PP ini bisa makin membuka lebar pintu kerusakan tadi, karena PP ini justru memuat ‘pengakuan’ terhadap pelaku seks bebas, bukan pemberantasan perilaku zina mereka,” ungkapnya.
Saat ini, ia melihat pemerintah beralibi, kontrasepsi hanya untuk pasutri yang masih sekolah. “Menurut saya, ini juga hanya penyamaran/pengalihan dari protes penolakan terhadap PP ini. Karena bila memang yang dituju adalah pasutri agar tidak putus sekolah, mestinya tidak dimasukkan dalam konteks pelayanan umum sesuai kelompok usianya, tetapi sudah tercakup dalam pelayanan yang ada,” katanya.
Dengan menyediakan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, Iffah menilai tidak akan menyelesaikan masalah. “Justru sebaliknya akan membuka lebar seks bebas, karena dianggap ada pengaman dari kehamilan dan penularan PMS,” ungkapnya.
Solusi
Terkait solusi, ia mengatakan, Islam sangat tegas dan keras terhadap seks bebas. Masyarakat yang terbentuk harus diliputi kesucian, tidak didominasi orientasi seksual dan terwujud produktivitas generasi karena energinya tidak terlemahkan dengan perilaku merusak seks bebas.
“Caranya, semua pintu ke arah seksualitas ditutup rapat, kecuali dalam hubungan pernikahan. Dalam keluarga, sekolah dan masyarakat ditanamkan menutup aurat, batasan tegas pergaulan islami, larangan khalwat-ikhtilath dan interaksi laki-laki dan perempuan sebagai sesama hamba Allah yang bisa tolong menolong namun bukan campur baur,” ungkapnya.
Menurutnya, budaya nasihat harus melekat agar pelaku seks bebas tidak merasa nyaman dan menularkan keburukannya. Harus dihilangkan peluang khalwat dan diberi sanksi untuk pelanggaran, harus ditegakkan sanksi keras bagi pelaku zina sesuai syariat untuk pelaku yang sudah dewasa.
“Negara juga wajib memastikan tidak beredar dan berkembang pemikiran liberal yang mengatasnamakan hak asasi, kesetaraan dll yang cenderung menganggap kemaksiatan besar seks bebas seolah pilihan pribadi, selama dipilih dengan kesadaran konsekuensi maka no problem bahkan harus difasilitasi,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it