Aktivis 98: UU Minol UU yang Banci, Belum Larang Minol Secara Total

Mediaumat.news –Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menilai RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sebagai UU yang banci bila mengacu pada rancangannya karena belum melarang minol secara total.

“Jadi kalau saya membaca, rancangan RUU Minol ini rancangan yang masih banci kalau boleh dikatakan. Larangan yang tidak total karena masih ada ketentuan yang terbatas,” ujarnya pada acara Bedah Buletin Kaffah Jumat, (27/11/2020) di kanal Youtube Khilafah Channel.

Memang, menurutnya, poin penting dari draf tersebut adalah larangan bagi siapa pun untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan dan atau menjual serta mengonsumsi minol. Tapi ada bagian lain dari RUU ini yang juga menjadi penting yakni larangan ini tidak berlaku untuk “kepentingan terbatas”.

“Kepentingan terbatas itu meliputi ritual adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan,” bebernya.

Anehnya, menurut Agung, rancangan UU yang masih sangat tidak total melarang minol ini pun menuai kontroversi. “Ternyata, pemerintah dan beberapa fraksi di DPR menolak atau kontra. Fraksi di DPR yang jelas menolak adalah fraksi Golkar dan PDIP. Sekali lagi, larangan ini kan belum total, masih banci tapi mereka sudah tidak setuju dengan itu,” ungkapnya.

Alasannya adalah karena menurut mereka, minol ini tidak perlu dilarang, tapi cukup diatur. “Termasuk pemerintah menunda-nunda pembahasan selama 5 tahun itu karena ada ketidaksepakatan dengan kata ‘dilarang’ itu. Karena mereka menginginkan minol ini cukup ‘diatur dan diawasi’,” bebernya.

Menurut Agung juga, publik tidak perlu kaget dengan sikap pemerintah yang seperti ini. “Karena pemerintah sendiri sebenarnya sudah menghilangkan perda-perda yang total melarang miras. Karena dianggap menghambat investasi dan pembangunan. Ini pernah terjadi di 2016-2017, saat itu Kemendagri mencabut perda-perda larangan miras dengan dalih menghambat investasi, pembangunan dan menyalahi aturan yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Dalam Kepres No. 3 tahun 1997, minol ini hanya diatur dan diawasi, tidak boleh dilarang. Di sisi lain, dalam Omnibus Law sendiri pemerintah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) dengan membuka 14 bidang usaha investasi. Dan salah satu yang dikeluarkan dari DIN adalah minol. Hal ini, menurut Agung, memperjelas sikap pemerintah mendukung minol. Dan ini jelas menunjukkan keberpihakan pada para kapitalis, bukan pada penjagaan moralitas rakyat.

Dan menurutnya, standarisasi baik dan buruk tidak bisa diserahkan pada hawa nafsu manusia. Karena manusia, dalam kasus ini menganggap minol ini baik padahal sejatinya buruk bagi manusia. “Mereka menganggap ini bermanfaat. Bisa menambah pendapatan negara, menggerakkan sektor pariwisata, membuka lapangan kerja, cukai itu dianggap baik. Tapi di sisi yang lain berdampak pada rusaknya moralitas, meningkatnya kriminalitas karena minol, kerusakan sosial,” ungkapnya.

Namun, harusnya standarisasi baik dan buruk ini diserahkan pada Islam yang memiliki standar jelas akan baik dan buruk. “Dalam pandangan Islam, minol masuk ke dalam kategori haram. Dan ketika haram, itu pasti buruk bagi manusia. Alasan apapun tidak bisa memberikan harga untuk keburukan dari khamer itu sendiri,” pungkasnya.

Baca buletin Kaffah edisi 169 selengkapnya pada tautan ini : [Buletin Kaffah] Islam Tegas Melarang Miras!

[] Billah Izzul Haq

Share artikel ini: