Mediaumat.id – Menyikapi isu terkait sosok Jokowi dikatakan hasil reformasi oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menilai jauh dari cita-cita reformasi.
“Jadi, kalau dikatakan Pak Jokowi itu hasil dari reformasi, jauh dari cita-cita reformasi,” tuturnya dalam Kabar Petang: Sosok Jokowi Hasil Reformasi 98? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (23/2/2023).
Karena, jelas Agung, awal mula reformasi itu untuk mewujudkan enam visi reformasi. “Adanya keinginan untuk mengganti rezim, saat itu mengganti kedudukan Soeharto. Tentu dengan harapan-harapan besar ke depan yaitu 6 visi reformasi,” jelasnya.
Salah satunya, lanjut Agung, adalah menurunkan Soeharto dan keinginan untuk mengubah konsep sentralistik.
Lantas ia mempertanyakan apakah Jokowi ini termasuk bagian dari harapan reformasi? Agung memberikan penjabaran. Reformasi dari segi maksud itu adalah tidak muncul otoriterian. Agar tidak muncul sentralistik, tidak muncul KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
“Ini harapan reformasi itu, saya mau ambil dari maksudnya dulu ya. Walaupun kenyataannya seperti apa, nanti kita nilai bersama,” bebernya.
Maksudnya itu, lanjut Agung, tidak muncul otoritarian. “Agar tidak muncul sentralistik, ya kan? Tidak muncul KKN korupsi, kolusi, nepotisme” ungkapnya.
“Gimana ya, di masa Jokowi ini pertama Undang-Undang KPK direvisi yang ujungnya melemahkan KPK,” herannya.
“Yang kedua sentralistik itu mengindikasi otonomi daerah. Perppu Cipta Kerja termasuk Undang-Undang Cipta Kerja yang sebelumnya itu sentralistik, disentralistik, balik lagi ke pusat,” imbuhnya.
Yang ketiga menurutnya, jika reformasi mengadili Soeharto dengan kroni-kroninya itu karena otoriternya. Agung melihat Jokowi tidak hilang otoriternya. “Bahkan lebih parah dari Pak Soeharto gitu ya,” tegasnya.
“Pencabutan BHP HTI atau SKT FPI misalnya, itu kan otoriter banget. Katanya harus memberikan kebebasan berserikat dan berkumpul,” pungkasnya.[] Teti Rostika