Aktivis 98: Alih Fungsi Lahan Penyebab Utama Banjir Kalsel

 Aktivis 98: Alih Fungsi Lahan Penyebab Utama Banjir Kalsel

Mediaumat.news – Aktivis 98 Agung Wisnuwardana mengungkapkan penyebab utama banjir bukan karena hujan sebagaimana diklaim Presiden Jokowi tetapi karena alih fungsi lahan menjadi tambang dan perkebunan.

“Saya tidak setuju kemudian penyebab utama itu karena hujan. Hujan itu hal biasa. Tapi kemudian hujan ini disalahkan itu persoalan. Persoalan besarnya karena alih fungsi lahan menjadi tambang dan perkebunan dalam jumlah yang sangat masif selama tahun 1990-2020. Itulah yang menjadi penyebab utama,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Rabu (20/01/2021).

Ia sependapat dengan apa yang disampaikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). “LAPAN menyebut bahwa banjir yang terjadi hari ini karena berkurangnya area hutan primer dan sekunder. Data ini semakin diperjelas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mencatat 62,8 persen dari hutan primer dan sekunder itu sudah berkurang luasannya,” ujarnya.

Menurut Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh di LAPAN, Rokhis Khomarudin antara tahun 2010 hingga 2020 terjadi penurunan luas hutan primer sebesar 13.000 hektare, hutan sekunder 116.000 hektare, sawah dan semak belukar masing-masing 146.000 hektare dan 47.000 hektare. Sebaliknya, kata Rokhis, area perkebunan meluas “cukup signifikan” 219.000 hektare.

Sedangkan KLHK menyebutkan penurunan luas hutan alam di DAS Barito, wilayah yang mengalami bencana banjir di Kalsel, terjadi selama periode 1990-2019. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 1990-2000 sebanyak 55,5%.

Agung mengatakan berkurangnya area hutan ini juga diperjelas lagi oleh WALHI. “WALHI bahkan punya data yang lebih jelas lagi bahwa 50 persen lahan di Kalsel itu sudah alih fungsi, 33 persennya untuk tambang dan 17 persennya untuk perkebunan kelapa sawit,” ungkapnya.

Ia menilai ini logika yang sederhana bahwa ketika terjadi alih fungsi lahan untuk tambang dan untuk perkebunan sawit dalam jumlah yang sangat besar maka ketika hujan terjadi maka hujan ini akan mengalami aliran permukaan yang cepat karena air hujan tak mampu diserap oleh tanah. “Kenapa tak mampu diserap oleh tanah? Karena hutannya semakin berkurang sehingga tidak ada area serapan terhadap aliran air hujan itu,” bebernya.

Ketika aliran ini masuk ke tanah, lanjutnya tidak ada hutan dan yang ada tambang sudah berubah alih fungsinya sehingga terjadi aliran permukaan. “Aliran permukaan inilah yang kemudian menyebabkan volume air yang mengalir ke sungai itu semakin besar. Sehingga ketika semakin besar, terjadilah banjir di mana-mana. Dan ini logika umum terjadi ketika bicara bencana,” ujarnya.

Meskipun ada anomali air hujan yang jumlahnya katanya sembilan kali lipat dari biasanya, namun ia menilai kalau daya dukung lingkungan dan daya dukung alam mampu untuk menatanya maka hujan yang besar itu pun akan mampu ditampung dan diatasi.

“Cuma karena daya tampung lingkungan sudah tidak memadai seperti biasanya karena ahli fungsi lahan yang begitu dahsyat sekali itu yang menyebabkan kemudian banjir ini terjadi,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *