Mediaumat.info – Aksi demo masyarakat dan mahasiswa menolak Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang diduga mengubah syarat usia agar Kaesang bisa dicalonkan jadi kepala daerah, menurut Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan sebagai puncak kekesalan masyarakat.
“Sebagai puncak kekesalan sebetulnya,” ujarnya dalam Fokus Reguler: Begal Konstitusi Era Jokowi? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (24/8/2024).
Menurutnya, mereka sebetulnya sudah melihat gejala otocratic legalism atau diktator konstitusional. “Mereka sudah melihat gejala itu, cuma mungkin masih mentolerirlah,” bebernya.
Tapi yang kemarin, lanjutnya, nampaknya tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Alasan masyarakat tidak bisa mentolerir ujarnya, kemarin itu penguasa itu terlalu vulgar menampakkan kepentingan mereka. “Itu terlalu vulgar,” tegasnya.
Chandra melihat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.70 itu Kaesang tidak bisa masuk mencalonkan diri menjadi calon gubernur. “Sehingga, bayangkan aja dalam 7 jam RUU kemudian langsung dibahas itu dan diketok langsung masuk Paripurna. Kan luar biasa nih. Baru kali ini dalam sejarah Indonesia itu bisa secepat itu,” ujarnya.
Wajah Demokrasi
Chandra mengungkapkan, tindakan DPR kemarin menunjukkan begitulah wajah demokrasi sebetulnya. “Demokrasi itu ada cacat celanya,” bebernya.
Menurutnya, salah satu cela yang terjadi pada demokrasi itu adalah koalisi. Koalisi yang kemarin terjadi itu sebutnya, koalisi yang besar, gemuk dan kuat.
“Sehingga dengan koalisi besar itu teori yang digagas JJ Rousseau dan dikembangkan oleh Montesquieu yang disebut trias politica dalam konteks ini tidak jalan,” tukasnya.
Jadi, menurutnya, demokrasi itu memang sejak awal itu sudah cacat cela sebetulnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat