Aksi Bela Palestina di Jakarta, Islam Sangat Hargai Nyawa Manusia

Mediaumat.info – Pakar Fikih Kontemporer KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menyampaikan, di dalam sistem Islam dalam hal ini Khilafah Islamiah, sangat menghargai nyawa seluruh manusia.
“Islam sangat menghargai nyawa manusia secara umum dan nyawa Muslim secara khusus,” ujarnya dalam Live Report – Aksi Akbar Bela P4le5t1na, Stop Gen05id4 Muslim P4le5t1na, Sabtu (8/6/2024) di kanal YouTube Media Umat.
Menurutnya, perkara ini termaktub di dalam QS al-Maidah ayat 32, yang artinya: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”
Bahkan dalam suatu hadits, Rasulullah SAW pun menyinggung hal ini. “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan Albani).
“Itu berarti kan nyawa bagi seorang Muslim itu sangat tinggi, harus kita hargai,” jelasnya.
Apalagi dari segi fikih, kata Kiai Shiddiq menambahkan, dalam hal hilangnya nyawa seorang Muslim karena dibunuh tanpa alasan syar’i, maka selain qishas, opsi hukuman lainnya adalah dengan diyat atau tebusan sebesar 1000 dinar.
“Seribu dinar itu kalau dikonversi ke rupiah kira-kira 4,25 miliar, jadi 4 miliar lebih,” tandasnya.
Terkait besarnya tebusan ini saja, kata Kiai Shiddiq membandingkan dengan besarnya santunan dari negara dalam hal ini Jasa Raharja misalnya, itu sangat jauh dari yang sekarang diterapkan sekitar Rp25 juta untuk korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
“Ini pemerintahan model apa? Sistem apa gitu,” lontarnya.
Sehingga, ketentuan-ketentuan syariat tersebut menunjukkan betapa Islam sangat menghargai nyawa manusia, terlebih kepada Muslim.
Seperti diketahui sebelumnya, dengan dalih membela diri, pembantaian dan kesadisan lain telah dilakukan oleh entitas penjajah Yahudi atas warga di Gaza, Palestina, sejak 7 Oktober tahun lalu, menurut laporan Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS), pada akhir Mei 2024 jumlah korban tewas Palestina mencapai angka lebih dari 36 ribu jiwa sementara 86 ribu lainnya luka-luka.
Lantaran itu, membela sesama Muslim sebagaimana masirah aksi bela Palestina oleh ribuan kaum Muslim di Jakarta dengan tema ‘hentikan genosida atas warga di Gaza, Palestina’, adalah wajib hukumnya.
“Wajib,” tegasnya.
Sebab secara kaidah fikih memang wajib menghilangkan kemudaratan sekecil apa pun. “Kaidah ini ada ungkapan, menghilangkan kemudaratan itu wajib hukumnya menurut syariat,” tegasnya.
“Jangankan menghilangkan kemudaratan yang kecil ya seperti kalau dalam hadits Nabi itu kita menemukan duri di jalan itu kita singkirkan, itu sebagai bentuk keimanan kita kan?” sambung Kiai Shiddiq, menyinggung cabang keimanan yang paling rendah.
“Rasulullah SAW bersabda, ‘’Iman itu lebih dari 70 (tujuh puluh) atau 60 (enam puluh) cabang, cabang iman yang tertinggi adalah mengucapkan La ilaha illallah, dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman,” ujarnya mengutip hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Apalagi gangguan yang menimpa umat Islam di Palestina, bukanlah duri yang kecil sebagaimana kata Rasulullah tersebut. “Duri yang besar itu yang namanya Israel itu yang membunuhi saudara-saudara kita,” lugasnya.
Fardhu ‘Ain
“Dalam perspektif hukum jihad sebenarnya fardhu ‘ain, untuk kaum Muslimin di Palestina dan fardhu kifayah untuk penguasa atau negeri-negeri Muslim yang ada di sekitarnya, wabil khusus pemimpin-pemimpinnya itu terkena fardhu kifayah,” urai Kiai Shiddiq lebih lanjut.
Dikarenakan semakin lama cakupan hukum ini bertambah luas, atau dengan kata lain fardhu kifayah tersebut ternyata belum cukup menuntaskan persoalan di Palestina, ia melihat seharusnya hukum fardhu ‘ain berjihad melawan Zionis, juga menjadi tanggung jawab umat Islam di negeri-negeri sekitarnya, khususnya para penguasa mereka.
Namun, seperti halnya pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW tentang wahn yakni cinta dunia dan takut mati, para penguasa negeri Muslim saat ini pun justru menghalang-halangi keinginan rakyatnya untuk sekadar berjihad yang memang berpotensi kematian.
Menjelaskan itu, ia pun memaparkan tafsir di redaksi hadits lain, bahwa istilah takut atau membenci kematian tersebut adalah membenci perang.
“Membenci perang itu berarti kan membenci jihad kan, ini juga ada di Indonesia,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat