Oleh: Joko Prasetyo
Tahun kemarin saya menjahit aksi ini ke dalam tulisan dalam kapasitas sebagai wartawan, sekarang memuat ulang seolah sebagai sejarawan. Baca sejarah yang ditulis wartawan insya Allah menyenangkan… (he… he.. ngiklan), apalagi ternyata nama Anda dicantumkan. Jadilah kesan indah yang tak terlupakan. Enggak percaya? Silakan buktikan! Namun bagi kaum sekuler radikalis intoleran tentu saja catatan ‘sejarah’ ini menimbulkan kesan dan rasa yang berkebalikan. Semakin dibaca akan semakin menyebalkan dan memuakkan, parahnya bisa sampai kelojotan.
Lebih dari 2 juta orang mengikuti Aksi Bela Islam/Aksi BelaQuran pada 4 Nopember 2016 di sekitar Istana Negara yang dikenal dengan Aksi 411. Dengan suara bulat, mereka mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Kapolri tangkap Ahok karena telah menistakan Alquran dan atau ulama. Banyak kejadian unik dan inspiratif yang terjadi dalam aksi yang spektakuler dan bermartabat. Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut ada baiknya kita membaca kembali artikel yang dimuat Tabloid Media Umat Edisi 185: Umat Bangkit! yang terbit tepat setahun lalu. Berikut petikannya.
Fokus I:
SUBHALLAH! KHUTBAH JUM’AT PUN SAMPAI DI ATAS MOBIL KOMODO BRIMOB
Meski aksi damai BelaQuran baru dimulai bakda Jum’at, namun sejak Kamis malam kaum Muslimin dari luar kota Jakarta sudah mulai berdatangan ke Masjid Istiqlal. Semakin larut, semakin banyak rombongan yang datang. Dengan penuh semangat mereka yang berdatangan memekikkan takbir dan juga melantunkan shalawat. Walhasil, ketika shalat shubuh, padatnya seperti shalat Jum’at saja. Ruang utama masjid yang berkapasitas 120 ribu orang tersebut, full diisi para peserta aksi yang menunaikan shalat shubuh berjamaah. Subhanallah.
Pagi harinya puluhan ribu peserta yang terus berdatangan harus berpuas duduk di pelataran dan berdiri di halaman. Jam 7 pagi, massa yang baru datang pun berkumpul di halaman pintu masuk masjid. Mereka mendengarkan orasi “pemanasan” yang dilakukan oleh peserta aksi yang didominasi dari daerah jauh sebagai penyemangat sebelum aksi dimulai.
Salah satu orator yang berasal dari komunitas Muslim NTT Bram Azhar Belutewe, mengatakan bersatunya umat Islam dari seluruh daerah di Indonesia, menjadi bukti bahwa kaum Muslim mencintai persatuan.
“Justru Ahok lah yang memecah belah, dengan menghina Alquran berarti memecah belah bangsa!” tegas Bram dalam orasinya.
Dia juga menambahkan sekarang adalah saatnya umat Islam bangkit dari kedzaliman dan perpecahan.
Datang dengan Berbagai Moda
Untuk menghormati saudara-saudaranya yang datang jauh-jauh dari daerah, sebagian umat Islam dari Jakarta yang ikut Aksi 4 Nopember memilih shalat Jum’at di masjid-masjid lain di radius terdekat, termasuk di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakpus.
Karena Istiqlal sudah luber, mereka yang datang dari daerah pun tidak bisa ke Istiqlal, sehingga ada yang transit juga di Masjid Cut Mutia, termasuk Nur Ramdhan Widodo dan rombongannya yang datang dari Bandung menggunakan dua mobil pribadi.
Nur bercerita ketika menanti tiba shalat Jumat… hp low batt.. ketemu dengan bapak yang cukup simpatik menunjukan tempat nge-cas yang memang disediakan DKM Masjid Cut Mutia. “Asal jagain sendiri ya hp-nya,” ujar bapak tersebut.
Menurut Nur, tak disangka, bapak yang bernama Ferry Ismirza sengaja datang sendiri dari Surabaya via pesawat terbang dengan tujuan membela Alquran sebagai firman Allah SWT.
“Nyawa saya.. saya berikan hanya untuk 2 hal. Pertama, ibu dan ayah. Kedua, untuk Islam. jarak yang jauh dan biaya berapapun kalau untuk jihad.. demi Allah SWT, saya tidak akan hitung-hitung…” jawab lelaki usia sekitar 65 tahun tersebut kepada Nur.
Suasana di stasiun di Jabodetabek dan di dalam kereta api menuju Jakarta pun nampak seperti di pesantren karena dipenuhi oleh orang-orang berpeci dan pakaian putih. PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mencatat terjadi kenaikan jumlah penumpang di Stasiun Juanda, Jakarta Pusat hingga 400 persen pagi itu.
“Tercatat 52 ribu penumpang keluar dari Stasiun Juanda (stasiun terdekat dengan lokasi aksi, red) atau naik 400 persen dari hari normal yang sekitar 13 ribu penumpang per hari,” ujar VP Corporate Communication KCJ, Eva Chairunisa.
Mereka semua naik kereta dengan tertib dan tentu saja membayar tiket. Kepala Stasiun Syarif Hidayat memuji sikap tertib peserta demonstrasi itu sehingga situasi aman dan kondusif. Massa datang dan menumpang KRL seperti penumpang lain.
“Dari massa demo, semuanya memiliki tiket, layaknya penumpang kereta lainnya. Mereka menumpangi kereta dengan saling bergantian dari jumlah perjalanan kereta yang ada,” ujar Syarif.
Berbeda dengan yang lainnya, Abdul Manan malah melakukan perjalanan dengan ekstrim. Pria berusia 70 tahun ini datang ke Jakarta dengan mengendarai sepeda motor tua Honda Grand 96 dari rumahnya di Malang!
Ketika ditanya pwmu.co berapa banyak bahan bakar yang dihabiskan dalam perjalanan Malang-Jakarta, ia hanya tertawa lepas. “Soal itu saya tidak menghitungnya, yang penting bisa sampai tujuan dan bisa mengikuti aksi untuk izzul Islam wal Muslimin,” ujar anggota Corp Mubaligh Muhammadiyah tersebut.
Khutbah Jumat di Atas Mobil Komodo
Jelang shalat Jum’at, semua peserta aksi mau pun aparat bersiap untuk menunaikannya. Di Gambir misalnya, sejak pukul 10.30, Markas TNI Angkatan Darat menyiapkan air bersih melalui selang yang ditarik dari dalam markas ke pinggir jalan. Dengan ditindih batu, selang-selang yang di letakan di atas pagar pun mengucurkan air yang digunakan massa untuk berwudhu. Dengan tertib, mereka mengantri. Sedangkan di lokasi yang tidak terjangkau selang, nampak pula anggota Brimob mengucurkan air meniral dalam botol untuk membantu berwudhunya peserta aksi.
Sedangkan di Istiqlal, pada pukul 10.45, ruangan utama sudah sangat sesak dengan jamaah. Kapasitas normal 120 ribu orang tersebut diprediksi sudah diisi 200 ribu orang! Meski berdesak-desakan, mereka duduk dengan rapi.
“Jamaah… cukup! Cukup jangan masuk lagi ke ruang utama masjid. Sudah penuh. Silahkan langsung duduk di mihrab dan pelataran. Jangan maksa masuk dan jangan maksa ke depan. Sudah sesak, sudah penuh!” tegas takmir Masjid Istiqlal.
Takmir pun memberikan solusi. “Yang barisan di atas lantai 2 sampai 5. Tolong 2 shaf dari depan kosongkan, karena mendahului imam. Jamaah yang masih ada di pelataran mihrab dan pelataran parkir, langsung saja bikin shaf. Tidak usah memaksa masuk ke dalam masjid. Sudah penuh!” tegasnya.
Meski tidak persis, ungkap salah seorang peserta aksi, suasana seperti ini nampak seperti miniatur suasana shalat Jumat masa nubuwah dan masa kekhilafahan. Berbeda terbalik dengan rutinitas shalat Jumat yang ada sekarang ini. Biasanya, takmir masjid berbicara: “Silakan jamaah yang masih di luar, masuk ke dalam masjid. Barisan depan dan tengah masih kosong….”
Walhasil, jamaah shalat Jum’at di Istiqlal pun sampai memenuhi halaman dan ruas jalan sekitar Istiqlal. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar memprediksikan di masjid dengan kawasan seluas 9.32 hektare ini dipadati sekitar 300 ribu jamaah dalam satu waktu. Subnahallah.
Ketika memasuki waktu dzuhur, adzan pun berkumandang. Bukan hanya di masjid-masjid, tetapi juga di jalan raya, salah satunya di Jalan Merdeka Utara depan Kementerian Dalam Negeri. Mobil Komodo Brimob pun ‘disulap’ jadi mihrab dan mimbar Jum’at. Bendera putih dan hitam bertuliskan dua kalimat syahadat disematkan di sisi kanan dan kiri mobil tempur tersebut.
Dari dalam mobil pasukan elite tersebut terdengar suara adzan yang tak kalah merdu dibanding dengan di masjid. Dan siapa sangka yang adzan adalah anggota Brimob berpakain dinas lapangan! Di atas kendaraan itu pula, aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jakarta Marsi dipersilakan menjadi imam dan khatib Jum’at.
“Yang menyebabkan orang kafir bisa berkuasa karena sistem yang dipakai adalah sistem kufur laknatullah!” pekiknya dalam khutbah di hadapan ribuan peserta aksi dan aparat kepolisian yang menunaikan shalat Jum’at di tengah jalan.
Bisa jadi itulah adzan dan khutbah Jum’at pertama di dunia di atas mobil tempur. Subnahallah.[] joko prasetyo
Fokus II:
“SEMOGA ALLAH MENGGANJAR PAHALA KEBAIKAN DENGAN BERLIPAT GANDA”
Usai menunaikan shalat Jum’at, para peserta aksi longmarch dari masjid Istiqlal dan masjid-masjid lainnya menuju Istana Negara untuk mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Kapolri menangkap Ahok karena telah menistakan Alquran dan atau ulama, Jum’at (04/11/2016) di Jakarta.
Dari Masjid Istiqlal ratusan ribu massa pun berduyun-duyun melewati Gereja Katedral. Melihat massa sebanyak itu, Andreas Gunawan dan Wiwi Margareta yang hendak melangsungkan pernikahan di Katedral sempat hendak mengurungkan niatnya. Namun dengan wajah berseri-seri, para peserta aksi memberikan jalan agar pasangan muda tersebut dapat melangsungkan perkawinannya secara Katholik.
“Tadi saat kita kesulitan masuk ke Gereja Katedral, kami dibantu polisi dan tim pendemo agar bisa masuk, ayo cepat masuk, hati-hati bajunya jangan sampai kotor, mereka tidak menyusahkan kami, justru sangat membantu,” ungkap Wiwi saat diwawancara Net.24News.
Ada sekelompok peserta aksi yang tuna netra jumlahnya sekitar 20 orang, saling pegangan tangan agar tidak terpisah satu sama lain, mereka juga membawa spanduk di sisi kanan, dengan satu orang komando paling depan, jika yang depan berteriak Allahu Akbar, maka yang lain dengan semangat menggemuruhkan Allahu Akbar.
“Subhanallah hati saya bergetar mendengar takbir mereka, keterbatasannya tak menyurutkan niat membela Alquran yang dinodai kafir Ahok,” ungkap Ahbabul Musthofa, peserta aksi dari Jakarta Utara.
Ada pula seorang penyandang cacat yang tak bisa berpindah tempat selain merangkak. Jika mendengar teriakan takbir maka ia langsung berdiri dengan kedua lututnya dan mengepalkan tangannya ke atas sambil berteriak Allahu Akbar!
“Subhanallah saya lihat matanya agak merah dan suaranya agak parau, mungkin karena terbakar amarah atas penghinaan yang dilakukan kafir Ahok kepada Alquran, di sela-sela merangkaknya pun lisannya bergerak terus menerus berdzikir,” ujar Ahbabul.
Di antara 2 juta orang lebih itu, ada pula kakek bernama Sholeh (70 tahun), ia datang sangat jauh dari pedalaman Bima NTB, dari kampung halamannya menempuh 72 jam perjalanan darat dan laut, sejak terdengar panggilan jihad, ia mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk bekal ke Jakarta hingga terkumpul dana 3 juta rupiah.
Polisi dan tentara wanita dengan memakai kerudung tersenyum ramah kepada para peserta sembari membagikan makanan dan minuman. Banyak pula di antara para pedagang kaki lima dengan rela hati menggratiskan dagangannya, seperti bapak penjual lontong sayur, ia berkata: “untuk semua saudaraku saya ikhlaskan makanan ini semua, makanlah sepuasnya tidak usah bayar, saya ikhlas karena Allah untuk para pembela Alquran.” Subhanallah.
Para peserta aksi pun satu sama lain saling mengingatkan agar jangan menginjak rumput taman. Dan ribuan para santri dari Daarut Tauhid Pimpinan Aa Gym beserta umat Islam lainnya dalam aksi itu membawa-bawa sapu, serok serta polibag. Dengan gesit mereka menyapu dan membersihkan sampah yang tercecer.
Menjelang maghrib ada kiriman nasi boks yang dibagikan ibu-ibu, ada banyak sekali serta buah-buahan, semuanya disedekahkan untuk para pembela Alquran, yang lebih menariknya di atas boks nasinya ada tulisan: “Terima kasih atas jerih payahmu memperjuangkan agama kita saudaraku, semoga Allah mengganjar dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda, sekarang silahkan nikmati makan malam ini dari kami para ibu yang berdoa semoga anak-anak kami memiliki iman setebalmu di masa yang akan datang.” Subhanallaah.
Semua berjalan damai dan lancar. Meski kecewa dengan sikap Jokowi yang ngacir lewat pintu belakang karena tidak mau menemui delegasi, para ulama dan umat tetap bersabar. Usai shalat magrib berjamaah, sebagian besar peserta pulang, puluhan ribu lainnya masih tetap bertahan menunggu kepastian dari Jokowi akan kebijakannya terkait penistaan yang dilakukan Ahok. Maklumlah, meski sudah hampir sebulan presiden diam seribu bahasa terkait kasus ini. Sedangkan Polri terus menerus memingpong para pelapor.
Tiba-tiba sekelompok kecil massa melakukan provokasi. Para laskar dari Front Pembela Islam pun pasang badan membuat barisan melindungi blokade polisi. Agar para provokator tersebut tidak lagi mendorong dan melempari polisi. Tapi mereka semakin beringas dan serangan pun semakin keras. Laskar pun akhirnya menyingkir. Karena para provokator bercelana jeans bahkan ada yang celana pendek, dan orang bertopi gaul dengan penuh nafsu terus menendangi.
Habib Rizieq yang berada di mobil komando terus meminta semuanya tenang dan jangan terpancing provokasi.
“Mereka ada di depan di luar barisan peserta aksi, jumlahnya kuranglah dari 20 orang juga, melakukan provokasi kepada polisi, yang sebenarnya dengan jumlah polisi segitu banyak bisa mengisolasi bahkan meringkusnya dengan mudah,” ujar aktivis HTI Jakarta Marsi yang melihat kejadian itu.
Namun bukannya mengisolasi atau pun meringkusnya. Polisi malah menembakkan gas air mata. “Bukan hanya kepada para provokator, tetapi juga kepada mobil komando dan para peserta aksi yang tetap tenang mengikuti arahan Habib Rizieq yang meminta agar massa tidak terpancing,” ungkap Marsi.
Motor polisi pun meraung-raung dan menggilas beberapa peserta aksi. Habib Rizieq tetap menyerukan peserta untuk melawan dengan diam. Menariknya, ketika polisi mengarahkan tembakan gas air matanya ke mobil komando, angin pun berhembus membelokan gas tersebut ke arah polisi dan para petinggi pemerintah yang ada di dalam pagar Istana Negara. Subhanallah.
Mengkuatirkan Keselamatan Habib
Para korban pun dibawa lari ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan. RS yang tadinya hening tersebut berubah menjadi riuh. “Siaga… siaga… siap-siap perkiraan 60 korban akan datang bahkan bisa lebih,” suara dokter perempuan sigap menginstruksikan rekan-rekanya.
Seketika suasana begitu mencekam. Suara ambulan di luar meraung-raung. Melihat kondisi itu, seorang dokter gigi yang juga peserta aksi 411 Nada Ismah pun mengurungkan niatnya menelepon suami untuk minta dijemput pulang.
“Ada yang bisa saya bantu suster,” ujar Nada Ismah langsung merapat mendampingi paramedis. Kaki Nada menguat, dadanya bergemuruh melihat mujahid-mujahid digotong masuk ke UGD.
Seorang suster dalam balutan baju plastik memegang selang air, siap di depan UGD menyambut korban yang turun dari ambulan dan mengucurkan air ke wajah mereka kemudian mendorong mereka dalam kursi roda/tandu memasuki ruang UGD.
Tidak ada rintihan sakit atau erangan pilu dari mereka. Yang terdengar adalah sayup-sayup Asma Allah SWT tak terhenti lekat di bibir mereka. Subhanallah.
Nada Ismah pun berada di sebelah mujahid, seorang pria yang tersengal sengal nafasnya. “Sesak Dok, leher saya” dan ia terbatuk batuk. Dipasangkannya oksigen oleh suster.
“Istighfar Pak… Astaghfirullahalazim, Laa haula walaquwwata illaa billah, ini jihad kita!” ujar Nada sembari bantu mengangkat kepalanya untuk menyeruput teh hangat, karena pasien bilang tangannya tidak bisa digerakan.
Seketika ruang UGD penuh sesak dan hawa gas air mata sangat terasa. “Abang, Habib Bang.. Habib Bang.. Habib bagaimana Bang?” seorang mujahid dengan wajah berlumur darah karena luka di kepalanya mengkhawatirkan Sang Habib. Dia tak peduli dengan lukanya. Justru Habib yang dipikirkannya. Subhanallah.
Para mujahid yang terluka tak tertampung di ruang UGD, selasar dan halaman RS-pun terpakai. “Kami tidak bersenjata, kami baru selesai shalat isya, sebagian kami tengah duduk tenang berdzikir, dan letupan itupun menggelegar,” ungkap seorang mujahid kepada Nada Isma.
Para dokter termasuk dokter Cut, sahabatnya Nada Isma dan juga suster dan perawat dengan sigap memberikan pertolongan.
Keesokan harinya, Direktur RS Budi Kemulian Muhammad Baharuddin menyatakan dirinya berdoa agar orang-orang yang melakukan kezaliman terhadap umat Islam mendapat balasan dari Allah. “Saya berharap, orang yang melakukan kezaliman kepada umat Islam tadi malam dibalas oleh Allah!” katanya dalam konferensi pres di Restoran Pulau Dua Jakarta, Sabtu (05/11).
Dalam kesempatan tersebut, pihak GNPF-MUI sedianya akan menyerahkan cek kepada Baharuddin untuk biaya pengobatan para korban gas air mata. Namun dengan tegas ia menolak bayaran.[] joko prasetyo
Sumber: https://www.facebook.com/joko.prasetyo.357/posts/1475331225917443