Akademisi: Pelayanan Publik yang Prima Butuh Data dan Riset

 Akademisi: Pelayanan Publik yang Prima Butuh Data dan Riset

Mediaumat.id – Akademisi Profesor Diding Suhandy membeberkan jika negara ingin memberikan pelayanan publik yang prima, maka membutuhkan data dan riset.

“Data dan riset itu sangat dibutuhkan negara agar mampu melakukan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat,” tuturnya dalam Catatan Awal Tahun 2023, Profesor Membangun Negeri di kanal Youtube PAKTA Channel (Pusat Analisis Kebijakan Strategis), Sabtu (21/1/2023).

Namun, menurutnya, kondisi saat ini tidak ada konektivitas antara riset yang dilakukan para profesor dengan permasalahan yang ada di masyarakat.

Melihat kondisi ini, Prof. Diding tetap mempunyai keyakinan tidak sedikit di antara para profesor tetap memiliki kepedulian dan berupaya memberikan sumbangsihnya terutama untuk membangun peradaban yang lebih baik. Salah satunya yang bisa dilakukan profesor adalah membangun budaya menulis dan budaya berpikir yang benar sehingga mampu memberikan solusi. Dari tulisan tersebut, lanjutnya bisa menghasilkan karya yang aplikatif untuk masyarakat.

Tidak adanya konektivitas ini, lanjutnya, bisa dilihat dari dua terminologi yaitu riset dan pelayanan publik.

“Dua hal ini sebenarnya cukup berlawanan karena riset di satu sisi membutuhkan biaya yang cukup besar. Di sisi yang lain, pelayanan publik adalah memberikan solusi terhadap masyarakat yang menjadi domain negara. Bagaimana negara melayani masyarakat dengan pelayanan terbaik dalam hal teknis tentu harus berbasis data alias berbasis riset. Yang namanya pelayanan tentu saja dengan biaya yang seminimal mungkin,” bebernya.

Pada iklim sekarang ini ketika negara memosisikan diri bukan sebagai pelayan umat, ia memperkirakan akan sulit menemukan titik temu antara riset yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dengan pelayanan yang sifatnya seminimal mungkin biayanya.

“Padahal jika ingin memberikan pelayanan yang prima tentu membutuhkan pelayanan dengan basis data atau hasil reset yang pasti butuh dana besar. Pelayanan prima di sini artinya tidak dibebankan kepada masyarakat,” ucapnya.

Prof. Diding menyampaikan, menjadi tantangan ke depan bagaimana menemukan titik temu antara riset dan pelayanan publik.

Menurutnya, sudah menjadi tuntutan negara memberikan dukungan atau support kepada para peneliti, termasuk para profesor yang ada di perguruan tinggi atau di lembaga riset, untuk melakukan riset dengan dana yang memadai bahkan jika mungkin dengan dana yang unlimited.

“Harapannya para profesor bisa menghasilkan riset yang sangat berkualitas, yang risetnya bisa menjadi basis decision maker. Negara yang memiliki kewenangan di sini memberi dana yang memadai untuk para Profesor,” ujarnya.

Ia mengungkapkan negeri ini dengan siklus kepemimpinan lima tahun akan menjadi kesulitan tersendiri karena negara tidak mungkin menunggu 10 atau 20 tahun hasil riset.

“Ketika negara membiayai sebuah riset maka pastinya yang akan menikmati orang-orang yang berkuasa periode berikutnya. Maka wajar ketika berganti pengambil kebijakan, akan berganti pula arah kebijakan terhadap riset. Akhirnya banyak riset yang baru berjalan satu atau dua tahun sudah diputus dananya. Ujungnya banyak riset yang tidak memberikan dampak apa-apa terhadap keputusan umat,” imbuhnya.

Prof. Didin menggambarkan pada masa keemasan Islam, sains menjadi salah satu yang dibanggakan sehingga tidak hanya orang Islam saja tetapi non-Muslim pun berdatangan untuk belajar sains ke negara Islam.

“Saat itu negara menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang memadai sehingga para ilmuwan bisa menghasilkan karya yang memberikan manfaat kepada umat. Karya para ilmuwan juga menjadi salah satu dasar untuk mengambil kebijakan pelayanan umat,” tandasnya.

Ke depannya, menurut Prof. Diding, negara harus mengkhidmatkan dirinya untuk memastikan agar maqoshid syariah bisa tercapai yaitu memberi pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Negara tidak boleh melihat untung rugi dalam memberikan pelayanan publik ke masyarakat.

Ia menambahkan, jika negara salah mengambil kebijakan atau keputusan maka yang akan menderita adalah seluruh rakyat. kebalikannya jika negara mengambil kebijakan untuk kemaslahatan umat, maka kebaikan akan dirasakan seluruh warga negara.

“Maka penting negara atau para pengambil kebijakan publik baik pusat maupun daerah berkomunikasi dan berinteraksi dengan para profesor atau periset untuk bertanya atau berrkonsultasi. Berdiskuis dari sekian banyak pilihan mana yang paling memberikan kemaslahatan buat umat dalam hal pilihan yang sama-sama boleh,” tutupnya.[] Erlina

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *