Mediaumat.info – Keraguan dan ketidakpercayaan publik terhadap data hitung nyata (real count) KPU pasca-pencoblosan serentak termasuk pemilihan presiden di dalamnya, dinilai akan kembali jika proses audit terhadap Sirekap Pemilu 2024 dilakukan.
“Ada satu yang harus dilakukan yaitu audit (sistem rekapitulasi suara pemilu/sirekap)… Agar publik itu percaya bahwa (data) ini benar gitu loh,” ujar Dr. Rahmat Kurnia, akademisi sekaligus dosen statistika terapan, dalam Ngopi: Gugatan Pemilu Curang, ke Mana (Lagi) Masyarakat Berharap? di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Ahad (25/2/2024).
Menurutnya, terkait proses pemeriksaan tersebut setidaknya ada dua macam yaitu audit investigatif dan forensik.
Ia menjelaskan, audit investigatif sendiri berkenaan dengan besaran dan asal pendanaan, serta ada tidaknya keterkaitan dengan partai atau paslon tertentu.
Kemudian audit forensik berkaitan dengan informasi dan teknologi. “Audit forensik IT atau isinya itu, programnya itu,” tandasnya.
Lebih jauh, tentang pihak yang mengaudit, kata Rahmat, perlu ditunjuk lembaga independen berikut para pakar IT atau ahli bahasa pemrograman.
“Di situ dibedah bareng-bareng, dilihat isi dari program tersebut dari algoritma tersebut. Nanti akan ketahuan apakah di situ ada settingan atau tidak,” tuturnya.
Terlebih, kata Rahmat melansir keterangan dari beberapa pakar IT yang berseliweran di media-media sosial, terdapat algoritma tertentu yang memang dibuat untuk menguntungkan paslon tertentu dalam hal perolehan suara.
Di antaranya, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC Pratama Persadha, sebagaimana pula dilansir cnnindonesia.com (16/2), mengungkap keanehan pada hasil penghitungan suara TPS.
Pratama menduga ada celah pada aplikasi Sirekap. Bahkan ia merinci Sirekap bermasalah dalam hal ketiadaan fitur pengecekan kesalahan (error checking) sistem masukan data (entry).
“Jika dilihat pada data TPS [Depok] tersebut, sepertinya sistem entry data yang dipergunakan oleh KPU tidak memiliki fitur error checking, di mana seharusnya hal tersebut mudah saja dimasukkan pada saat melakukan pembuatan sistem,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (15/2).
“Sehingga kesalahan memasukkan data baik disengaja maupun tidak disengaja tidak dapat terjadi,” imbuhnya, berkenaan dengan dugaan penggelembungan suara di salah satu TPS di Depok.
Ditambahkan, sistem mestinya bakal menolak jika jumlah perolehan suara pemilihan presiden di atas jumlah suara yang sah jika fitur error checking itu ada.
“Kemudian sistem juga akan menolak jika penjumlahan jumlah suara sah ditambah surat suara tidak sah tidak sama dengan baris jumlah seluruh suara sah dan suara tidak sah,” pungkasnya. [] Zainul Krian