Mediaumat.news – Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) berpendapat pernyataan Haedar Nashir yang menyebut ‘dalam konteks Indonesia sistem khilafah itu sudah tertolak’ sebagai bentuk penyesatan dan pengaburan.
“Apa yang disampaikan Pak Haedar Nashir ini adalah bentuk penyesatan dan pengaburan,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Ahad (18/10/2020).
Menurutnya, disebut penyesatan karena secara tersurat dan tersirat seakan bahwa sistem khilafah itu adalah sistem yang tidak diakui dalam Islam. “Jadi, sama sekali beliau tidak memberikan apresiasi bahwa khilafah itu adalah ajaran Islam. Justru sejak awal, menolak konsep khilafah. Ini merupakan penyesatan karena konsep khilafah ini adalah konsep yang merupakan ijma’ di kalangan para ulama. Dalilnya Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Sahabat dan kewajiban terkait dengan ini sudah menjadi konsensus di kalangan para ulama terdahulu,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, konsensus apapun termasuk konsensus kebangsaan, konsensus para pendiri bangsa bahkan konsensus para ulama yang hari ini ada kemudian berbeda dengan konsensusnya para ulama terdahulu maka konsensus hari ini batal.
“Dalam konsep ijma’. Ijma’ mujtahidin pada era terdahulu atau mutaqadimin, itu tidak dapat dibatalkan oleh ijma’ selain dari kalangan mujtahidin. Itu tidak bisa, apalagi kalau konsensus tersebut bukan dari kalangan mujtahid tetapi dari kalangan tokoh-tokoh pendiri bangsa,” bebernya.
Ia menegaskan bahwa konsensus apa pun yang ada pada hari ini, baik dari kalangan ulama apalagi selain dari kalangan ulama seperti dari kalangan pendiri bangsa yang beragam latar belakangnya maka tidak bisa membatalkan konsensus para ulama terdahulu yang mengatakan bahwa khilafah adalah kewajiban.
“Ini adalah ijma’. Ini adalah perkara mujma’ alaih, perkara yang muttafaq alaih di kalangan para ulama,” tegasnya.
Menurutnya, sejarah berdirinya negeri ini, sebenarnya tidak pernah ada konsensus, yang ada merupakan perdebatan terkait dengan bagaimana membangun dan merancang negeri ini. “Negara ini sebenarnya hasil perdebatan bagaimana membuat rancang bangun Indonesia. Dan perdebatan itu cukup sengit, terutama di BPUPKI,” ujarnya.
Ia menilai kemenangan sementara umat Islam adalah dengan diberlakukannya Piagam Jakarta yang usianya tidak lama. Dan dihapuskannya Piagam Jakarta itu sebenarnya adalah bagian dari kekalahan diplomasi umat Islam.
“Oleh karena itu, tidak benar ada konsensus dalam pendirian negara ini, yang ada adalah umat Islam mengalami kekalahan diplomasi. Jadi, Pancasila dengan segala turunannya adalah bentuk kekalahan diplomasi umat Islam terkait rancang bangun negara ini. Itu terkait dengan poin penyesatan,” terangnya.
Pengaburan
Adapun terkait dengan pengaburan adalah ungkapan Haedar yang menyatakan bahwa sistem khilafah itu adalah sistem yang tertolak di negeri ini. Menurut Ajengan YRT, walaupun tidak menyamakan khilafah dengan komunisme, tetapi Haedar di dalam pidato tersebut menyinggung bahwa ideologi apa pun yang bertentangan dengan yang ada maka tertolak.
“Dicontohkan seperti sekularisme, komunisme kemudian termasuk ideologi khilafah yang beliau maksud itu. Di sini ada pengaburan yang serius tentunya menurut saya,” ujarnya.
Pertama, ketika menyatakan bahwa khilafah itu adalah gagasan yang tertolak. Tertolak menurut siapa? Apa standarnya? Apa kriterianya? Tertolak oleh para penguasa yang memang melakukan kezaliman atau tertolak dari kalangan umat Islam?
“Kalau tertolak dari penguasa zalim, itu memang fakta. Khilafah bukan lagi tertolak tapi ditolak oleh mereka yang takut dan khawatir kepentingan-kepentingannya terganggu. Tetapi kalau yang dimaksud tertolak dari umat Islam. Ini yang harus kita selidiki. Umat Islam yang mana? Itu tidak benar,” terangnya.
Ia membuktikan hingga hari ini di kalangan umat Islam, di samping ada kontra tapi juga banyak yang pro perjuangan. “Dukungan makin menguat, makin besar seperti halnya bola salju. Jadi, ini merupakan pengaburan yang serius menurut saya ketika dikatakan konsep khilafah itu tertolak,” tegasnya.
Kedua, faktanya yang ada di negeri ini adalah ideologi sekularisme. “Jadi, kalau memang memandang bahwa negeri Indonesia dengan konsep dari darul ahdi wa syahadah yaitu punya konsep sendiri dengan gagasan dan ideologi sendiri. Itu juga perlu dipertanyakan. Ideologi yang mana? Ideologi macam apa yang ada di Indonesia ini? Faktanya, sekularismelah yang secara nyata menjadi ruh dasar dari negeri ini,” bebernya.
Menurutnya, komunisme di kalangan tertentu masih punya tempat bahkan sekularisme secara aklamasi diterima oleh para penyelenggara negeri ini. Dan sistem yang berlaku di negeri ini bagaimanapun adalah sekularisme.
“Ciri sekularisme yang paling tampak adalah tidak ada peran serta agama dalam negara. Kalaupun dikatakan ada sangat minim dan nyaris tidak ada. Dan ini adalah ciri utama dari sekularisme. Agama diperankan dalam porsi yang sangat sedikit dan itu pun dalam lingkup yang erat kaitannya dengan aspek ibadah dan keluarga. Jadi narasi itu tidak tepat. Ini adalah pengaburan yang juga perlu kita konfirmasi kepada beliau,” ujarnya.
Ia menyimpulkan bahwa apa yang dinyatakan Haedar itu tidak memiliki nilai sama sekali, baik nilai syar’i maupun pertanggungjawaban secara ilmiah. Secara ilmiah banyak sekali kontradiksi adanya penyesatan dan pengaburan. Secara syar’i jelas ini perkara yang menyelisihi pendapat Islam.
“Oleh karena itu, kepada umat Islam harus kembali kepada jati dirinya sebagai Muslim yang harus kembali berpegang teguh kepada Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga apa yang dijelaskan oleh para ulama yang telah menjelaskan terkait kedudukan dan fungsi khilafah,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it