Mediaumat.id – Penggolongan situs Mediaumat.id dan beberapa web Islam lainnya ke dalam daftar ‘situs web pro radikalisme dan terorisme’ lantaran konsisten mendakwahkan khilafah ajaran Islam, menurut Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menunjukan islamofobia di negeri ini memang betul nyata adanya.
“Ini menunjukkan fakta bahwa memang islamofobia di negeri ini masih betul-betul ada dan memang nyata,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Senin (9/1/2023).
Bahkan, kata Ajengan Yuana, islamofobia dimaksud sangatlah akut. “Buktinya adalah seruan-seruan untuk kembali pada syariah, kembali pada khilafah itu dikategorikan radikal atau pandangan-pandangan yang digolongkan ke dalam pandangan teroris,” sebutnya.
Padahal syariah Islam berikut di dalamnya sistem pemerintahan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam yang justru semestinya diamalkan dan didakwahkan oleh setiap kaum Muslim.
Ia menambahkan, khilafah atau imamah, khalifah atau imam, darul Islam juga termasuk darul kuffur adalah istilah-istilah yang sebenarnya juga sangat akrab di tengah kaum Muslim terkait dengan konsep bernegara.
Terlebih Nabi Muhammad SAW di dalam hadits, menjelaskan bagaimana semestinya kaum Muslim membangun tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan petunjuknya.
Terlebih lagi, syariah Islam datangnya dari Allah SWT, Rabb Pencipta manusia. “Karena itu menerapkan syariah Islam sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT pasti akan membawa kebaikan. Hanya Allah yang paling tahu baik dan buruk bagi hamba-Nya,” yakinnya, seraya mengutip QS Al-A’raf ayat 96 yang artinya:
‘Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi’.
Tak hanya itu, di dalam istilah lain pun disebut akan terwujud baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur, yang berarti negeri yang baik dengan Tuhan yang Maha Pengampun yang juga merupakan gambaran negeri yang tentram, subur, aman, nyaman dan damai.
“Itu tidak mungkin kita berharap sebuah negeri yang diberkahi negeri yang baldah thayibah, bahkan Rabbun Ghafur kalau tidak menerapkan syariat dari Allah SWT,” tuturnya.
Dengan kata lain, ketika menerapkan aturan yang datang dari Barat, misalnya demokrasi, maka mustahil akan membawa kepada keberkahan dan ampunan dari Allah SWT.
“Sekiranya kaum Muslim pada hari ini mengamalkan hukum-hukum fiqih dan agama sebagaimana pendahulu mereka, maka niscaya akan menjadi umat yang terdepan dan paling bahagia,” ucapnya, menukil perkataan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitab Syari’ah Allah al-Khalidah (hlm.7).
Ancaman Nyata
Lantaran itu, kapitalismelah sebagaimana diterapkan di negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia saat ini, harusnya dianggap ancaman nyata.
Bahkan bukan lagi ancaman, tetapi telah menghancurkan tatanan negeri. Sisi tatanan ekonomi yang paling tampak kerusakannya. Belum lagi masalah politik, sosial, budaya, dsb. “Bukan lagi ancaman sebenarnya, tapi sudah nyata membuat negeri ini hancur karena kapitalisme,” tegasnya.
Agenda Barat
Di sisi lain, Ajengan Yuana juga membetulkan bahwa narasi radikalisme serta terorisme adalah agenda Barat. Malah sebenarnya, program melawan radikalisme yang saat ini digencarkan adalah kelanjutan dari perang melawan terorisme, namun dengan pendekatan yang lebih halus.
Adalah war on terrorism (WOT) yang sebelum-sebelumnya cukup berhasil pasca-runtuhnya gedung kembar WTC 11 September 2001 silam, namun standar ganda mengenai definisi teror acap dilakukan Barat.
“Mereka cukup berhasil menggalang kekuatan dunia untuk ramai-ramai memerangi terorisme yang makhluk dan wujudnya sendiri masih samar kan kala itu,” ulasnya.
Untuk itu, hal yang patut diduga sebagai alasan pembenaran untuk melawan terorisme dimaksud di antaranya ketika banyak sekali operasi intelijen.
Salah satunya, invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003 yang menurut Ajengan Yuana, adalah bukti nyata bagaimana narasi terorisme hanyalah kebohongan, dan publik pun mengetahui hal itu.
Tak berhenti di situ. Dikarenakan memang WOT tak serta-merta mampu menghapuskan suatu gagasan Islam yang mereka anggap radikal, maka kelanjutan dari program itu adalah war on radicalism yang wujud dan programnya bermacam-macam, termasuk moderasi beragama.
Dengan demikian, Barat memang memosisikan Islam sebagai ancaman yang harus diwaspadai kebangkitannya. “Mereka menjadikan Islam dan kaum Muslim sebagai ancaman dan juga yang harus diwaspadai potensi kebangkitannya kembali,” pungkasnya.[] Zainul Krian