Mediaumat.info – Ahli Hukum Pidana/Pemerhati Zionisme Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. menilai American-Israel Public Affairs Committee (AIPAC) adalah organisasi yang paling penting dalam memengaruhi hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Israel.
“AIPAC adalah organisasi yang paling penting dalam memengaruhi hubungan Amerika Serikat dengan Israel,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (19/9/2024).
Ia menilai, keberadaan AIPAC sebagai salah satu kelompok lobi paling kuat di Washington DC. Organisasi ini bertindak sebagai agen pemerintah Israel di Kongres Amerika Serikat.
“AIPAC mampu mengundang para pemimpin tinggi dari kedua negara (presiden, senator, dan perdana menteri), untuk pertemuan tahunannya,” tuturnya.
Kelompok pro-Israel itu, cetusnya, juga mendukung kedua partai di Amerika Serikat secara finansial. Misalnya, selama kampanye 2020, kelompok pro-Israel menyumbang lebih dari $30 miliar, sebanyak 63% di antaranya diberikan kepada Demokrat dan sisanya kepada Republik.
“Keberadaan lobi pro-Israel mampu memastikan konsensus kelembagaan di Amerika Serikat tentang hubungannya dengan Israel, terlepas dari partai atau presiden yang berkuasa di Washington DC,” bebernya.
AIPAC, bebernya, juga didukung dengan berbagai lembaga lobi lain yang juga merupakan organisasi besar Yahudi, antara lain Anti-Defamation League, B’nai Brith, American Jewish Committee.
Kesemuanya itu, terang Abdul Chair, tergabung dalam Conference of Presidents of Major American Jewish Organizations sebagai pucuk organisasinya, yang membawahi 49 organisasi pro-Israel.
“Keberadaan organisasi yang menjalankan lobi tersebut didukung oleh federasi Yahudi di seluruh negeri, regional dan lokal. Mereka sangat aktif dalam hal kebijakan dan pendapat lokal atas Israel. Mereka juga mengusulkan serta mendanai kandidat legislatif berdasarkan kepatuhan mereka pada pihak lobi,” ungkapnya.
Basis kekuatan lobi Israel, ungkapnya, berakar dari proporsi keluarga Yahudi yang sangat besar di antara keluarga-keluarga terkaya di Amerika Serikat.
Menurut Forbes, kutip Abdul Chair, 25 hingga 30 persen multi-jutawan dan miliuner Amerika Serikat adalah orang-orang Yahudi. Belum lagi sumbangan pihak lobi oleh miliuner Yahudi-Kanada dengan aset bernilai lebih dari 30 persen pasar modal Kanada.
“Dapat dibayangkan cakupan dan cengkeraman kekuatan lobi untuk mendikte kebijakan Timur Tengah pada kongres dan eksekutif Amerika Serikat. Kekuatan Israel juga didasarkan pada jaringan-jaringan Yahudi yang terstruktur dan kuat secara politik dan ekonomi. Dari jaringan-jaringan luar negerinya, Israel dapat secara langsung ikut campur dan menetapkan parameter bantuan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah,” jelasnya.
Amerika Serikat, ungkapnya, tidak mampu membendung kemampuan lobi-lobi Zionisme. Berbagai kebijakan politik Amerika Serikat selalu menguntungkan Israel dari semenjak negara Yahudi itu berdiri hingga saat ini.
“Amerika Serikat sangat sulit terbebas dari ideologi Zionisme yang sudah berurat dan berakar semenjak lama. Mendukung Israel merupakan syarat guna pemenangan dalam pemilu. Hal itulah yang menyebabkan kubu Republik dan kubu Demokrat cenderung berada pada frekuensi yang sama apabila berbicara soal isu Israel. Tegasnya, setiap kandidat Presiden Amerika Serikat akan selalu menunjukan keberpihakan dan dukungannya terhadap Israel,” ungkapnya.
Dukungan
Dukungan Amerika Serikat kepada Israel, bebernya, diberikan sebelum negara Yahudi itu dideklarasikan. Dukungan tersebut diberikan setelah Deklarasi Balfour, tepatnya pada tanggal 3 Maret 1919.
Pada saat itu, sebut Abdul Chair, Presiden Woodrow Wilson berkata, “Negara-negara sekutu dengan persetujuan penuh dari pemerintah dan rakyat kita sepakat bahwa di Palestina akan diletakkan fondasi Persemakmuran Yahudi.”
“Kemudian, pada tahun 1922 dan 1944, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang mendukung Deklarasi Balfour,” ujarnya.
Negara Paman Sam itu, lanjutnya, adalah negara pertama yang mengakui berdirinya Israel pada tahun 1948. Tidak berselang lama, dengan segera pengakuan itu terbit dalam 11 menit setelah Israel dideklarasikan. Amerika Serikat juga negara pertama yang mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel pada tahun 2017.
“Amerika Serikat memainkan peran khusus dalam membantu Israel dengan menyerap dan mengasimilasi banyak imigran dalam waktu singkat,” sebutnya.
Setelah berdirinya Israel, lanjut Abdul Chair, Presiden Truman menawarkan pinjaman sebesar $135 juta untuk membantu Israel mengatasi kedatangan ribuan pengungsi akibat Holocaust.
“Dalam tiga tahun pertama berdirinya Israel, jumlah imigran meningkat lebih dari dua kali lipat dari populasi Yahudi di negara tersebut,” jelasnya.
Amerika Serikat, ungkapnya, juga berperan dalam mempromosikan hubungan baik antara Israel dan negara-negara tetangga, utamanya Yordania, Lebanon dan Mesir. Di sisi lain Amerika Serikat menahan permusuhan dari Suriah dan Iran.
Pada gilirannya, jelas Abdul Chair, Israel menyediakan pijakan strategis bagi Amerika di wilayah tersebut serta kemitraan intelijen dan teknologi canggih baik di dunia sipil maupun militer.
Selama Perang Dingin, bebernya, Israel merupakan penyeimbang penting terhadap pengaruh Soviet di wilayah tersebut. Hubungan dengan Israel merupakan faktor penting dalam keseluruhan kebijakan luar negeri pemerintah Amerika Serikat di Timur Tengah. Terlebih lagi Kongres Amerika Serikat telah menempatkan kepentingan yang demikian besar bagi pemeliharaan hubungan yang saling mendukung.
Menurut Abdul Chair, Amerika Serikat telah menjadikan negara Zionis itu sekutu strategis di kawasan Timur Tengah dan sekaligus memperkuat pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Ia pun mengutip Senator Partai Republik Jesse Helms yang biasa menyebut Israel sebagai “kapal induk Amerika di Timur Tengah,” ketika menjelaskan mengapa Amerika Serikat memandang Israel sebagai sekutu strategisnya.
Lebih lanjut, Abdul Chair jelaskan, Amerika Serikat dan Israel tidak memiliki pakta pertahanan bersama, sebagaimana Amerika Serikat dengan sekutu seperti Jepang dan sesama anggota Pakta Pertahanan Atlantiik Utara (NATO).
“Namun, Israel termasuk dalam sekutu utama non-NATO. Sebagai sekutu utama non-NATO, Israel mendapatkan pasokan senjata yang demikian besar. Lebih dari 70 persen impor senjata Israel berasal dari Amerika Serikat,” sebutnya.
Dengan kata lain, tegas Abdul Chair, Israel sampai saat ini adalah negara yang paling banyak menerima suplai senjata tercanggih dari Amerika Serikat. Terdapat anekdot, “senjata tercanggih yang dibuat Amerika Serikat hari ini, keesokan hari sudah ada di Israel.”
“Israel adalah juga kekuatan nuklir yang tidak dideklarasikan, namun tidak pernah menghadapi pengawasan atau penolakan global. Hal itu berkat perlindungan oleh Amerika Serikat,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat