Ahmad Khozinuddin: Perpres RAN PE Berpotensi Adu Domba Umat Islam

 Ahmad Khozinuddin: Perpres RAN PE Berpotensi Adu Domba Umat Islam

Mediaumat.news – Advokat Ahmad Khozinuddin menilai Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2021 (RAN PE) berpotensi mengadu domba umat Islam.

“Sudah sejak awal Perpres nomor 7/2020 itu, saya menyebutnya sebagai Perpres adu domba. Karena Perpres ini berbahaya dan akan berpotensi mengadu domba elemen anggota masyarakat (Islam) dengan dalih isu ekstremisme,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Sabtu (23/01/2021).

Ia menilai anggota masyarakat yang dimaksud adalah anggota masyarakat Islam karena orang-orang yang tidak sejalan keyakinan agamanya dengan yang diinginkan oleh rezim, dianggap memiliki pemahaman ekstrem. “Masyarakat diminta untuk berpaham atau berkeyakinan yang moderat, yang tasamuh, yang di tengah-tengah dan tidak terlalu ekstrem dengan agamanya,” ujarnya.

Ia menilai Perpres ini sebagai suatu model ekstensifikasi dan intensifikasi kriminalisasi. Karena sebelumnya kriminalisasi itu diduga hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui pasal-pasal yang umum ada di dalam perundangan, misalnya pasal-pasal UU ITE, pasal-pasal menyebar kabar hoaks, pasal-pasal makar, pasal-pasal dianggap fitnah dan kebencian.

“Dengan adanya Perpres ini yang di antaranya programnya adalah memberi pelatihan kepada masyarakat untuk melaporkan anggota masyarakat lainnya yang dicurigai terkait menganut suatu keyakinan ekstremisme yang itu dianggap atau dituding pro terorisme. Nah ini justru merupakan tindak lanjut dari ekstensifikasi kriminalisasi,” ujarnya.

Menurutnya, ekstensifikasi kriminalisasi yaitu perluasan area kriminalisasi yang sebelumnya hanya menyasar orang tertentu berdasarkan UU yang sudah ada dan sekarang ke seluruh anggota masyarakat. “Dan dalihnya cukup dianggap meyakini suatu pemikiran yang ekstrem,” ungkapnya.

Padahal keyakinan pemikiran ekstrem itu, menurutnya belum ada UU-nya. “Orang yang memiliki keyakinan ekstrem itu akan dipidana. Itu tidak ada aturannya. Tapi dengan Perpres ini dijembatàni dan diperluas seolah-olah itu bagian dari tindak pidana yang mengacu pada UU terorisme,” bebernya.

Selanjutnya, intensifikasi yang ia maksud yakni mengintesifkan peran masyarakat untuk saling lapor melaporkan, saling mengawasi dan saling mencurigai. “Jelas sasaran isu ekstremisme ini diarahkan pada umat Islam,” tegasnya.

Jadi, menurutnya nomenklatur tempat beribadah yang dimaksud itu adalah masjid. “Masjid-masjid atau tempat ibadah umat Islam itu mau disterilisasi dari pemahaman atau keyakinan yang ekstrem. Padahal pemahaman dan keyakinan ekstrem itu tidak ada definisi bakunya berdasarkan UU. Akhirnya nanti suka-suka anggota masyarakat, saling mengklaim. Mencap, oh kamu ekstrem. Oh kamu begini. Kamu enggak boleh begini,” ujarnya.

Padahal, menurutnya akan banyak pandangan-pandangan yang berdasarkan keyakinan Islam yakni pandangan yang sah misalnya meyakini kekufuran itu adalah sesuatu yang harus dihindari. “Kekufuran itu harus dibenci. Meyakini ketaatan itu harus dicintai. Meyakini bahwa ajaran Islam itu harus diterapkan. Qisas harus diterapkan. Jihad harus diterapkan. Ta’zir harus diterapkan. Mukhalafah harus diterapkan. Dan Khilafah harus diperjuangkan,” tegasnya.

“Nah, apakah kemudian keyakinan-keyakinan yang merupakan sumber dari akidah dan ajaran Islam itu akan dipersoalkan dengan tafsiran atau klaim atau tudingan bahwa keyakinan itu ekstrem?” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *