Ahli IT dalam Sidang Kiai Heru Ilyasa Tak Berbasis Argumentasi Kokoh

Pendapat ahli informasi dan teknologi (IT) yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ujaran kebencian UU ITE yang didakwakan kepada Kiai Heru Ilyasa dinilai tidak berbasis pada argumentasi yang kokoh.

“Pendapat ahli yang dihadirkan jaksa tak memiliki basis argumentasi yang kokoh,” ujar Ahmad Khozinudin, kuasa hukum Kiai Heru Ilyasa, dalam rilis yang diterima Mediaumat.news, Jumat (13/9/2019).

Dalam sidang lanjutan kasus Kiai Heru Elyasa di PN Mojokerto, Kamis (12/9), JPU menghadirkan saksi ahli IT Diding Adi Prawoto, S.Kom, M.Eng.

Ketika diperiksa di penyidikan, Diding mengaku hanya menganalisis konten bukti berupa print out screenshot unggahan laman Facebook Kiai Heru. Ahli tidak melakukan proses verifikasi bukti dengan melakukan akses langsung ke sistem IT, atau minimal mengunjungi laman Facebook untuk mengecek kebenaran konten unggahan.

“Padahal, keterangan ahli ini penting untuk membuktikan apakah unsur ‘mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi dan transaksi elektronik’ terpenuhi. Seharusnya, ahli IT melakukan uji IT terhadap konten print out agar yakin atas validitas dan keabsahannya,” ungkap Ahmad Khozinudin.

Menurut Ahmad, ahli wajib yakin bahwa konten unggahan yang ditunjukkan penyidik Polres Mojokerto dalam bentuk print out itu memang ada dalam sistem IT, sehingga bisa menyimpulkan ada tidaknya unsur ‘mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi dan transaksi elektronik’.

Ahmad juga menegaskan, ahli wajib yakin bahwa konten unggahan tadi dibuat atau diproduksi oleh terdakwa, Kiai Heru Elyasa. Hal ini penting, untuk membuktikan ada tidaknya unsur ‘dengan sengaja dan tanpa hak’.

“Namun ahli tidak melakukan tindakan penting ini, ahli juga tidak menanyakan kepada penyidik Polres Mojokerto, apakah konten print out screenshot yang ditunjukkan telah melalui proses ‘uji lab forensik’ sehingga ahli yakin konten ini memang ada dan berasal dari terdakwa,” bebernya.

Kemudian, ketika Ahmad Khozinudin menanyakan kekuatan bukti screenshot yang tidak pernah diakses oleh ahli berdasarkan pasal 6 UU ITE, ahli justru gelagapan. Akhirnya ahli menyerahkan pandangan itu kepada majelis hakim.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: