Ahli Hukum Pidana Materil: Perppu Ormas Menodai Agama
Mediaumat.news – Ahli hukum pidana materil Dr H Abdul Chair Ramadhan, SH, MH menyatakan Perppu Ormas menimbulkan suatu akibat berupa penodaan terhadap agama.
“Perppu Ormas, harus dikritis dengan serius, karena baik langsung maupun tidak langsung, akan menimbulkan suatu akibat berupa penodaan terhadap agama sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 156a huruf a KUHPidana,” tegasnya dalam sidang judicial review Perppu Ormas, Kamis (14/9/2017) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Karena, lanjut Abdul Chair, ketika suatu Ormas — melalui angggota dan/atau pengurusnya— yang menganut, mengembangkan serta menyebarluaskan ajaran sistem politik, sistem hukum atau sistem ketatanegaraan berdasarkan referensi agama (Al-Qur’an dan Hadits) sebagaimana diprakrtekkan oleh Rasulullah SAW dan kemudian diikuti oleh Khulafaur Rasyidin dianggap telah memenuhi unsur Pasal 59 Ayat (4) huruf c (Perppu Ormas), maka Ormas tersebut dapat dibubarkan.
“Apabila kita simulasikan dengan pendekatan kausalitas, maka akan terlihat adanya penodaan terhadap agama, sepanjang paham yang diyakini tidaklah tergolong/termasuk paham yang menyimpang atau sesat menyesatkan berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” bebernya.
Abdul Chair pun secara singkat menguraikannya dalam tiga poin. Pertama, suatu ajaran sistem politik, sistem hukum atau sistem ketatanegaraan diyakini bersumber dari perintah agama, terlepas dari adanya perbedaan pendapat di antara para ulama dan ini suatu sunnatullah.
Kedua, seseorang yang menyakini ajaran dimaksud tentu tidak ada larangan atau bersifat melawan hukum untuk mengembangkan termasuk juga menyebarluaskannya dalam kepentingan dakwah yang juga dalam dimensi kewajiban beribadah. Implementasi pengamalan dalam wujud penyebarluasan atau dakwah adalah tidak melawan hukum.
Ketiga, ketika suatu Ormas — yang seseorang aktif menjadi anggota/pengurus — dinyatakan bertentangan dengan Pancasila oleh pemerintah dan dilakukan pembubaran, maka akan berdampak pada kedudukan ajaran agama tersebut.
“Diakui atau tidak diakui, perbuatan pemerintah tergolong melecehkan, menghina atau merendahkan ajaran agama. Kesemuanya itu termasuk penodaan agama sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 156a huruf a KUHP!” pungkasnya.[]Joko Prasetyo