2- Peran Saudi dalam Mendistorsi Agama
Oleh: Hamid Abdu al-‘Aziz
Selama beberapa dekade, rezim Saudi telah menampilkan dirinya kepada kaum Muslim sebagai sistem Islam berdasarkan syariah, bersembunyi di balik pemikiran Wahhabi yang ingin disebarluaskan di banyak negeri Muslim. Terlepas dari kesadaran banyak orang dari anak-anak umat tentang realitas sebenarnya dari rezim Saudi, namun rezim Saudi mampu mengaburkan fakta ini melalui beberapa manifestasi religiusitas yang mendominasi masyarakat Saudi terlepas dari realitas sistem politik yang menyalahi aksioma-aksioma Islam. Namun, beberapa tahun terakhir telah menyaksikan pergeseran yang luar biasa dari rezim tersebut menuju westernisasi masyarakat Saudi dengan makin cepat yang menimbulkan keheranan bagi banyak pengamat.
Setelah kunjungan Trump ke Arab Saudi pada 20 Mei 2017 M, diikuti perubahan berturut-turut, pernyataan dan sikap Saudi yang menunjukkan kolam orientasi Saudi ke arah penerimaan penuh kepada perintah-perintah Amerika ke arah westernisasi dan sekularisasi penuh sistem. Saudi mengumumkan menjauhkan Putera Mahkota Muhammad bin Nayif dari kekuasaan dan memecatnya dari jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri dan pengangkatan pangeran yang masih muda Muhammad bin Salman 32 tahun sebagai Putera Mahkota, yang sebelumnya mulai mengkonsolidasikan kekuasaannya dan menampilkan dirinya sebagai seorang reformis dan mewakili harapan dan aspirasi kaum muda. Menteri Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan Saudi, Syaikh Abdul Latif bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam pidatonya di Konferensi al-Azhar Secara Global untuk Pembaharuan Pemikiran Islami yang dimulai pada 27 Januari 2020 di Kairo, menegaskan bahwa kerajaan Arab Saudi telah membuat prioritasnya adalah pembaharuan wacana keagamaan, mengkonsolidasikan pemahaman wasathiyah (jalan tengah), moderat dan toleransi, dan menghadapi seruan-seruan ekstrem, ekstremisme, partai menyimpang, mempromosikan budaya dialog di semua tingkatan, dan fokus pada segmen pemuda dari kedua jenis kelamin agar memenuhi kualifikasi, melatih dan merawat yang berbakat dan memungkinkan mereka untuk mempengaruhi masyarakat karena mereka mewakili proporsi terbesar.
Mungkin Muhammad bin Salman melihat model UEA dalam melakukan modernisasi sebagai yang paling dekat dengannya, model otoriter yang menghilangkan beban ideologis, seperti Wahhabisme dalam kasus Saudi yang telah membebani kerajaannya dan menyulitkannya di timur dan barat. Calon raja sekarang ingin membuangnya ke sungai terdekat, berubah menjadi otoritarianisme yang mengklaim sekularisme atau liberalisme.
Muhammad bin Salman membatasi wewenang Hay’ah al-Amr bi al-Ma’rûf wa an-Nahyi ‘an al-Munkar dan menyerahkannya kepada badan baru Hay’ah ath-Tarfiyah. Bintang badan baru itu menjadi terkenal dengan program konser dan pertunjukan teater yang mematahkan tradisi konservatif Saudi di zaman beberapa dekade lalu. Saat ini, Riyadh, Jeddah, dan Dammam telah menjadi tujuan sejumlah penyanyi arab dan asing. Juga menjadi stasiun bagi sejumlah simbol Hollywood dan pegulat gaya bebas terkenal.
Kampanye modernisasi yang dipercepat dan nyata untuk pemuda yang liar paralel dengan kampanye penangkapan secara luas terhadap sejumlah tokoh dan para da’i, di antara yang menonjol adalah Salman al-‘Awdah, Awad al-Qarni dan Abdullah al-Maliki. Dan hingga sekarang belum diketahui kriteria untuk menangkap orang-orang ini di bawah negara yang represif, akan kita lihat bahwa hal itu bergerak sangat cepat menuju penenggelaman di kesekuleran negeri dan tidak ingin salah seorang dari para syaikh konservatif itu menghadangnya.
Dalam dialog terkenalnya yang mengumumkan proyek raksasa NEOM, Muhammad bin Salman menyatakan dalam sebuah pertanyaan terkait dengan ekstremisme bahwa ia sedang bergerak cepat dalam menghancurkan kebangkitan, yang dia maksud adalah arus kebangkitan Islam yang muncul sejak akhir tujuhpuluhan abad lalu, dan mewakili aktivitas gerakan dan pengetahuan Salafi besar yang pusat keuangan dan intelektualnya berasal dari Kerajaan Arab Saudi. Pernyataan ini merepresentasikan kecenderungan Muhammad bin Salman untuk menunjukkan mentalitas otoriternya, terutama sejak ia pada saat itu mempersiapkan “pembantai” yakni “Komisi Anti Korupsi” yang menyapu habis pusat-pusat kekuatan ekonomi, politik dan militer yang tersisa dalam sistem pemerintahan di sana.
Di tengah momentum ini, pangeran muda memberi wanita Saudi hak untuk mengendarai mobil setelah puluhan tahun penutupan yang tidak membenarkan langkah ini. Ketika itu lingkungan pers Saudi dan sekutunya meledak dalam sanjungan dan pujian kepada Bin Salman, seolah-olah dia melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang pertama sebelumnya! Dengan itu, Bin Salman mempraktikkan strategi taktis yang serupa dengan yang dipraktikkan secara retorika oleh as-Sisi di Mesir. Yang mana dia membelai emosi para wanita dan memberi pengorbanan untuk popularitasnya di tengah mereka melalui keputusan dan perintah yang mendorong ke arah itu.
Memodernisasi Mekah dan Penghapusan Ajaran-Ajaran Islam yang Sederhana:
Tidak mungkin membayangkan besarnya obsesi yang dipraktekkan oleh keluarga Saud dan mereka yang membuat rencana untuk mereka di sekitar Masjid al-Haram Mekkah, yang mana semua monumen sejarah dihancurkan, dibangun ekspansi bertingkat tinggi yang sama sekali kosong dari estetika arsitektur, dan tidak ada sarana transportasi yang memfasilitasi orang-orang yang berumrah untuk menempuh jarak yang sangat jauh yang mereka berjalan di blok semen yang sedang dibangun oleh orang-orang Saudi itu. Sebaliknya, kota yang jauh dari sekitar Masjidil Haram, lemah dan sangat tertinggal dalam infrastrukturnya dan hingga sekarang penduduknya masih bergantung pada air minum dalam kemasan jika terputus dari mobil sewaan. Sebagaimana jaringan pembuangan limbah, jalan dan transportasi umum sama sekali tidak layak untuk kota suci terbesar umat Islam itu.
Orang yang melihat di sekitar hotel di sekitar Masjidil Haram kagum dengan distorsi dan keburukan pengaturan hotel-hotel ini. Tidak ada simetri formal atau arsitektural, tidak memperhatikan kekhususan Masjid al-Haram dan identitas keislamnya. Dan tidak ada penghormatan terhadap pentingnya memberikan ketenangan dan ketenteraman spiritual bagi orang-orang yang mengunjungi Masjid al-Haram.
Apakah Saudi benar-benar belajar?
Dengan asumsi bahwa Bin Salman berhasil memoles model modernisasi dan sekularisasi Saudi, maka memasarkannya dan berusaha memaksakannya seperti yang dilakukan oleh orang-orang Emirat, terutama yang berkaitan dengan model agama resmi yang mereka bentuk dalam menghadapi Islam politik, tidak akan dapat diprediksi sukses tanpa adanya asas-asas dan kaedah-kaedah paling menonjol dari modernisasi dan sekularisasi yang tercermin dalam kebebasan politik dan toleransi pembentukan partai-partai. Sesuatu yang menjadikan model sekularisme teluk yang muncul sebagai model yang terdistorsi untuk modernisasi dan pencerahan.
Ada petunjuk terakhir yang harus diperhatikan, yaitu naiknya Trump ke Gedung Putih, sebagai model kepala negara yang memiliki mentalitas pemerasan terhadap uang Teluk, membantu memudahkan naiknya Muhammad bin Salman ke posisi putera mahkota setelah mengeliminasi Muhammad bin Nayif. Bin Salman merupakan pasangan alami dari kepribadian yang sesuai dengan kecerobohan dan kurangnya rasionalitas politik sebagaimana pergerakan Trump. Dan tentu saja dia tidak lebih tepat daripada pemuda yang tak terkendali mengklaim pencerahan Muhammad bin Salman. Kasus ini sesuai dengan pernyataan as-Sudais bahwa Arab Saudi dan Amerika Serikat adalah dua kutub dunia dalam perdamaian, keamanan dan stabilitas, berkat upaya Raja Salman dan Presiden Trump!
Pembatasan Wewenang Hay’ah al-Amru bi al-Ma’rûf wa an-Nahyi ‘An al-Munkâr:
Setelah kunjungan Trump ke Arab Saudi, diumumkan pembatasan wewenang Hay’ah al-Amri bi al-Ma’rûf wa an-Nahyi ‘an al-Munkâr dan wanita diizinkan mengemudi. Artinya, kunjungan Trump telah memberikan dorongan pada proses perubahan di Arab Saudi. Itulah yang diungkapkan oleh analis politik Saudi, Abdul Majid al-Jalal, dalam dialognya dengan DW Arabic dengan ucapannya, “Tentu saja, tahapan Trump merupakan kesempatan bagi Arab Saudi dan negara-negara Teluk untuk menunjukkan jarak mereka dari masalah ekstremisme dan tuduhan bahwa mereka berada di belakang ekstremisme”. Muhammad bin Salam memulai proyek reformasinya dengan mengumumkan Visi Saudi 2030. Dia memiliki rencana ambisius sebagai bagian dari upaya modernisasi dan reformasi. Yang paling akhir yang dia umumkan dalam kerangka ini adalah proyek NEOM sebuah proyek raksasa bersama dengan Mesir dan Yordania.
Dalam justifikasinya untuk membatasi pengaruh institusi-institusi keagamaan, Muhammad bin Salman mengatakan dalam sebuah diskusi panel dalam forum Inisiatif Masa Depan Investasi di Riyadh, “Kami hanya kembali ke apa yang kami jalani dahulu, Islam moderat yang terbuka terhadap dunia dan semua agama”. Dia menambahkan “kami tidak akan menyia-nyiakan 30 tahun hidup kita dengan pikiran-pikiran yang merusak. Kami akan menghancurkannya hari ini dan segera”. Dia melanjutkan, “Kami akan segera melenyapkan ekstremisme”. Inilah yang menjadi justifikasi permainan pada tendon perempuan dalam perubahan luar biasa di tingkat sosial, selain membuka bioskop di negara itu, dan terbuka untuk orang Koptik dengan mengunjungi pusat kepausan Ortodoks di Mesir, dan memungkinkan diadakannya misa untuk pertama kalinya di ibu kota Riyadh, dalam sebuah langkah yang dianggap oleh para pengamat sebagai ambisi Bin Salman dalam mendekati Barat.
Hay’ah at-Tarfiyah (Otoritas Hiburan) Sebagai Pengganti Hay’ah al-Amri bi al-Ma’rûf wa an-Nahyi ‘An al-Munkâr:
Otoritas Umum Untuk Hiburan (Hay’ah al-‘âmah li at-Tarafiyah) dibentuk dengan Dekrit Kerajaan pada 7 Mei 2016 M. Kebijakan hiburan baru-baru ini di Arab Saudi telah mengambil arah menuju westernisasi Kerajaan mengikuti model Barat. Hal itu diselingi dengan serangkaian keputusan untuk meninggalkan hukum dan tradisi resmi yang telah diadopsi Kerajaan selama beberapa dekade. Misalnya, mengizinkan pesta keluarga disertai nyanyian secara campur-baur, dan mengizinkan pekerjaan bagi wanita yang menjadi domain laki-laki, dan mengizinkan penyiaran konser di televisi pemerintah. Pada awal Oktober 2019 Arab Saudi untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah pertandingan gulat bebas wanita di ibukota Riyadh. Gambar menunjukkan bahwa kedua pegulat itu mengenakan setelan olahraga berlengan panjang dan celana panjang, sejalan dengan kebijakan Kerajaan tentang karakter pakaian wanita asing.
Pada bulan Juni 2019 situs jejaring sosial dipenuhi potongan video tentang para pembukaan disco pertama “Malhâ Lîlî” halal di Jeddah, mengikuti klub malam White Dubai di UEA. Pada Maret 2018, Kerajaan mengumumkan izin pertama pembukaan bioskop, setelah pelarangannya berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Pada bulan Februari 2018, di Arab Saudi dimulai pementasan pertama Opera dengan judul ‘Antar wa Abla. Pertunjukan tersebut diadakan sehari setelah Kerajaan mengumumkan dimulainya pembangunan gedung opera, yang pertama dalam sejarah Saudi. Di bulan yang sama, festival jazz pertama diluncurkan di Riyadh.
Pusat Pemberantasan Pemikiran Ekstrem di Arab Saudi:
Diumumkan pembentukan Pusat Internasional untuk Memerangi Ekstremisme (moderasi) di Riyadh, diresmikan oleh Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz dengan dihadiri Presiden AS Donald Trump, as-Sisi dan para pemimpin Arab dan kaum Muslim lainnya. Pengumuman pembentukan Pusat itu dilakukan di sela-sela KTT Arab Islam-Aemrika diadakan di Riyadh pada 21 Mei 2017. Pusat ini sepenuhnya dibangun dan disiapkan hanya dalam waktu tiga puluh hari, dan mencakup sumberdaya teknis dan SDM.
Menurut pernyataan para pejabat Saudi, pusat tersebut telah “mengembangkan perangkat lunak inovatif dan kelas dunia yang mampu memantau, menganalisis, dan mengklasifikasikan konten ekstremis apa pun, dengan tingkat akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Teknologi tingkat tinggi ini berfungsi dalam semua bahasa dan dialek yang biasa digunakan dalam penyampaian pemikiran ini, dan sedang dilakukan pengembangan sistem kecerdasan buatan canggih untuk menentukan lokasi geografis yang menjadi lahan subur pemikiran ekstremis. Pusat tersebut dalam menghadapi pemikiran ekstrim bersandar pada industri media profesional dan konten yang diterbitkan yang menyebarkan toleransi dan moderasi. Hal itu di bawah pengawasan Komite Pemikiran Tinggi yang mencakup sekelompok pemikir dan ulama Muslim terkemuka dari seluruh dunia, dan yang mampu menghadapi pemikiran ekstrem ini”.
Menurut apa yang dinyatakan dalam pidato Presiden AS di KTT Arab Islam Amerika, Pusat tersebut bertujuan untuk memerangi ideologi ekstremis, dan merupakan pernyataan yang jelas bahwa negara-negara mayoritas Muslim harus memimpin inisiatif dalam memerangi ekstremisme”. Trump mengatakan, “Kita akan membuat sejarah sekali lagi dengan membuka pusat global baru untuk memerangi ideologi ekstremis, dan pusat itu akan berlokasi di sini, di bagian penting dunia Islam ini”. Pusat baru perintis ini mewakili pernyataan yang jelas bahwa negara-negara mayoritas Muslim harus memimpin inisiatif dalam memerangi ekstremisme. Dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Raja Salman yang telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat ini”.
Para pendiri Pusat Global untuk Memerangi Ekstremisme bertujuan agar hal itu menjadi koalisi global tingkat tinggi untuk memerangi ideologi ekstremis dengan berbagai cara dan metode. Di antara tugas-tugas paling menonjol yang dilakukan oleh pusat ini adalah sebagai berikut:
1- Memerangi ekstremisme secara intelektual, media dan digital, dan mempromosikan koeksistensi dan toleransi di antara bangsa-bangsa.
2- Mengokohkan prinsip-prinsip Islam moderat di dunia.
3- Memantau dan menganalisis aktivitas pemikiran ekstremis, dan melakukan pencegahan, penyadaran, kemitraan, dan melawan pemikiran ekstremis.
Perang Serial:
Pada 27/4/2020 M, surat kabar the Guardian menerbitkan laporan yang disiapkan oleh korespondennya di Timur Tengah, Martin Schollof dari Beirut dan Michael Safi dari Amman, dengan judul: “Drama Ramadhan yang mengisyaratkan pergeseran hubungan Arab-Israel”. Laporan tersebut menyatakan bahwa solusi kegelapan di Timur Tengah, yang berarti waktu untuk serial; serial tersebut mengiringi perjamuan malam termasuk di dalamnya permusuhan, pahlawan dari sejarah, penjahat dan cinta yang hilang. Tapi program tahun ini memasuki sebuah wilayah baru yang tayangan populer digunakan untuk penyesatan normalisasi dengan Israel. Ada dua serial yang ditayangkan selama hari-hari pertama Ramadhan yang menimbulkan kejutan dan kontroversi.
Salah satu dari dua serial itu menyajikan sejarah kaum Yahudi di kawasan Teluk. Serial yang kedua menunjukkan bahwa Israel mungkin bukan musuh, dan bahwa warga Palestina tidak bersyukur dan berterima kasih kepada bantuan Saudi. Surat kabar itu mengatakan bahwa semata menampilkan dua serial itu di jaringan MBC Arab Saudi tidak ada lagi ruang untuk keraguan bahwa serial itu mendapat persetujuan dari para pemimpin negara.
Jadi, kita bisa merangkum peran Saudi pada tahapan mutakhir ini yang ada dalam tren umum Barat untuk mengosongkan Islam dari isinya atas nama pembaharuan dan modernisasi dalam poin-poin berikut:
1- Selama hampir tiga dekade, aliran al-Jâmiyah (al-Madkhaliyah) digunakan untuk menentang arus kebangkitan, yang pusat intelektualnya kembali kepada Wahhabisme lama atau al-Ikhwaniyah baru. Yang mana, yang pertama (Wahhabisme lama) menyerang yang kedua dan menggambarkannya sebagai orang khawarij dan mengkafirkan mereka yang menentang fatwanya, dan para pemikir lama arus Kebangkitan, seperti Sayid Quthub dan lainnya.
2- Setelah mengemban jabatan, Bin Salman mulai membasmi arus kebangkitan secara permanen, bukan sekadar menghadapinya. Hal itu agar arena keagamaan yang ada di hadapannya akan kosong tanpa jebakan yang menghalangi niatnya pada keterbukaan seni dan budaya pencerahan.
3- Dia meniru model Bin Zayid di Abu Dhabi atau Dubai untuk menenggelamkan masyarakat Saudi dalam kesenangan dan syahwat serta melepaskan diri dari semua batasan keagamaan, dan itu menyasar para pemuda pria dan wanita.
4- Wahhabisme mungkin menjadi batu pijakan yang dijadikan sandaran keluarga Saud di awal perjalanan, tetapi seiring waktu negara Saudi mencari otoritas keagamaan lain (al-Madkhaliyah) untuk dijadikan fokus. Mungkin seiring waktu aliran al-Madkhaliyah akan melewati apa yang dilalui Wahhabisme, dan Arab Saudi menjadi batu pijakannya, bahkan rumahnya untuk sekularisme. Kita telah membaca tweet dari penulis Saudi, Turki al-Hamad, yang mana dia menyerukan penafsiran ulang Islam mirip dengan apa yang dikatakan bahwa itu terjadi pada Kristen di Abad Pertengahan.
5- Untuk masuk ke dalam koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk memerangi Islam di bawah slogan perang melawan ekstremisme dan terorisme.
Proyek NEOM:
Pada bulan Oktober 2017 Muhammad bin Salman mengumumkan pendirian zona investasi dan pariwisata di pantai barat laut laut dari Laut Merah dengan nama NEOM (Neo Mustaqbal). Dia menunjuk Dewan Penasihat yang terdiri dari 18 orang asing untuk mengelolanya, dan menugaskan kepemimpinan proyek tersebut kepada Klaus Kleinfeld dari Jerman, dan kemudian ditunjuk sebagai penasihat Putera Mahkota.
Luas daerah yang dialokasikan untuk proyek tersebut seluas 26.500 kilometer persegi mulai dari Sinai, Sharm asy-Syaikh, pita sempit di Tepi Barat di Teluk al-‘Aqabah, di samping dua pulau Tiran dan Shanafir yang dibeli dari Abdul Fattah as-Sisi dengan uang Arab Saudi, dan memasok Mesir untuk kebutuhan minyak untuk jangka waktu lima tahun dengan pinjaman 23 miliar Dollar yang dibayar dengan bunga 2 persen selama 15 tahun.
Proyek tersebut adalah salah satu proyek yang diambil oleh putera mahkota baru sebagai jembatan menuju masa depan politiknya. Dan itu -menurut ungkapannya- membutuhkan peralihan dari visi keagamaan yang sempit dan militan menuju Islam moderat. Ini berarti mengesampingkan Wahhabisme dan membangun infrastruktur yang dapat menampung entitas Yahudi.
Menurut apa yang disebutkan oleh website i24 Israel (Salah satu tahapan penting dalam proyek tersebut membutuhkan persetujuan Israel untuk dapat melaksanakannya, yaitu pembangunan Jembatan Raja Salman, yang panjangnya 10 kilometer dan menghubungkan Asia dan Afrika, dan perencanaan proyek ini hanya mungkin dilakukan setelah adanya persetujuan Mesir terhadap pengakuan kedaulatan Saudi atas dua pulau, Tiran dan Shanafir yang terletak di selat antara kedua negara.
Jerusalem Post berbahasa Inggris membicarakan informasi penting tentang upaya Israel melalui sektor swasta untuk berpartisipasi dalam beragam investasi di NEOM. Surat kabar itu mengatakan dalam laporannya bahwa perusahaan-perusahaan Israel berhubungan dengan Dana Saudi untuk investasi, dan membahas proyek-proyek di bidang teknologi tinggi, energi terbarukan, dan teknologi pangan yang dianggap sebagai pukulan bagi boikot Arab terus menerus yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Resonansi ide-ide ini ada pada mantan Kepala Intelijen Saudi Turki al-Faishal dalam moment-moment yang mengumpulkannya dengan mantan-mantan pejabat Israel. Al-Faishal melontarkan ide ini setidaknya dua kali dalam pertemuan dengan mantan para pejabat intelijen Israel Efrem Helvey, dikutip darinya ucapannya secara berseloroh “Dengan uang orang Yahudi dan pikiran orang Arab, semuanya bisa dicapai”. Netanyahu sebelumnya telah berulang kali menyatakan bahwa hubungan dengan apa yang dia sebut “negara Arab Sunni moderat” lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana, Menteri Komunikasi Israel Ayoub Qara sebelumnya telah menyinggung keberadaan hubungan antara Israel dan apa yang dia sebut Aliansi Saudi, dia lebih memilih untuk tidak berbicara secara terbuka tentang masalah ini pada tahap ini.
Maka menjadi jelas, bahwa proyek NEOM yang diumumkan oleh Muhammad bin Salman, tidak lain hanyalah sebuah batu baru, yang mungkin lebih berat daripada pendahulunya, dalam asas hubungan normalisasi antara Arab Saudi dan entitas Yahudi, yang telah diungkapkan oleh sejumlah laporan tentang persiapannya sejak kedatangan Bin Salman ke Istana Kerajaan di Riyadh pada tahun 2015 M.
Sumber: Majalah al-Wa’ie (arab) No. 410 Tahun Ke-35 Rabi`u al-Awwal 1442 H – Oktober 2020 M
http://www.al-waie.org/archives/article/15252