Afghanistan: Dapatkah Mundurnya Barat Memobilisasi Kaum Muslim untuk Mendirikan Negara Mereka Sendiri yang Kuat

Berita:

Mengomentari hengkangnya Amerika secara tiba-tiba dari Afghanistan, Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris, memiliki kata-kata yang pedas kepada Barat. Dia berkata, “Tekanan politik imperatif jangka pendek memberikan keyakinan baik kepada sekutu maupun para penentang masyarakat liberal yang terbuka bahwa zaman kita sudah berakhir”. [1] Blair tidak sendirian dalam kritiknya terhadap Amerika dan negara-negara Barat lainnya yang menarik diri dari Afghanistan. Majalah The Economist mengatakan “Perang Amerika di Afghanistan berakhir dengan kekalahan telak”. [2] Pembicaraan tentang hal ini mengatakan “kekuatan Barat harus menerima kekalahannya dan menghadapi Taliban secara realistis” [3]

Komentar:

Sementara penilaian kritis tentang kejatuhan Barat di Afghanistan, Amerika telah menderita kerugian lebih dari negara-negara Barat lainnya. Biaya perang Amerika selama 20 tahun diperkirakan menjadi $ 2,26 triliun dolar, yang setara dengan $ 300 juta per hari atau $ 50.000 untuk setiap 40 juta orang Afghanistan. [4] Korban manusia jauh lebih buruk. Angka resmi menyatakan bahwa 2.500 personel AS kehilangan nyawa mereka, sementara kematian penduduk Afghanistan berjumlah 167.000—angka sebenarnya jauh lebih tinggi dan mungkin tidak akan pernah diketahui. [5] Tetapi kerusakan sebenarnya adalah pada reputasi Amerika sebagai kekuatan super dunia yang hadir di mana-mana. Kekalahan di tangan 75.000 pejuang Taliban yang tidak diperlengkapi dengan senjata yang baik adalah lebih buruk daripada apa yang diderita Inggris dan Soviet di Afghanistan. Sekutu Amerika tidak lagi tahu di mana mereka berdiri, sedangkan kekuatan revisionis, seperti Rusia dan China, bercita-cita untuk mengeksploitasi kehancuran Amerika.

Kepercayaan Eropa pada Amerika untuk memberikan keamanan juga telah anjlok. Uni Eropa mempercepat upaya untuk membentuk pasukan reaksi cepat untuk memenuhi tantangan keamanannya. Ancaman utama berasal dari Rusia, yang akhir-akhir ini terganggu oleh campur tangan berulang kali oleh Amerika dalam hubungannya dengan Eropa. Armin Laschet, kandidat konservatif Jerman untuk menggantikan Angela Merkel sebagai kanselir, menyimpulkan suasana hati orang-orang Eropa saat dia berkata, “Kita harus memperkuat Eropa sehingga kita tidak boleh menyerahkannya kepada Amerika.” [6]

Sama halnya, sekutu-sekutu AS yang bertetangga dengan China, yang bergantung pada keamanan Amerika memiliki keraguan mendalam tentang komitmen Washington terhadap keamanan mereka. Penarikan pasukan secara cepat oleh Biden dari Afghanistan, dan Trump meremehkan sekutu-sekutu lama seperti, Korea Selatan dan Jepang yang membayar keamanan Amerika telah menimbulkan rasa muak dan kecemasan. Kelompok konservatif di Korea Selatan telah menyuarakan keprihatinan bahwa Amerika juga bisa menarik diri dari semenanjung Korea dan meninggalkan mereka di atas belas kasihan Korea Utara dan China.

Rusia dan China mungkin bersukacita tetapi diragukan kedua negara itu dapat menarik manfaat keluarnya Amerika dari Afghanistan. Ketidakstabilan kemungkinan akan memburuk di Afghanistan dan hal ini meningkatkan kemungkinan berubahnya keadaan secara di negara-negara Asia Tengah, yang akan membuat Rusia sibuk dan menjauh dari Eropa. Demikian pula, perbatasan China dengan Afghanistan kemungkinan akan memicu pemberontakan di Xinjiang. Hal ini akan mencegah China memusatkan upayanya di front Timurnya.

Selain itu, sulit membayangkan kedua negara itu akan menginvasi Afghanistan untuk menghalangi kerusuhan yang berlarut-larut. Rusia tidak hanya memiliki rekam jejak yang buruk dalam mempertahankan pendudukan di luar perbatasan mereka, tetapi terakhir kali mereka mencoba meninggalkan Afghanistan dalam keadaan yang buruk dan tercela. China, terlepas dari keunggulan militernya, tidak pernah dalam sejarahnya menduduki negara-negara di sebelah barat perbatasannya.
Selanjutnya, Tentara Pembebasan Rakyat China belum teruji dibandingkan dengan tentara dari kekuatan-kekuatan besar lainnya yang telah berperang dan kalah di Afghanistan.

Jadi jika Barat mundur dan kekuatan revisionis khawatir tentang intervensi ini lalu siapa yang mungkin menjadi orang yang dermawan dari pengambilalihan kekuasaan di Afghanistan oleh Taliban? Menurut Tony Blair, kelompok jihadis akan mendapatkan keuntungan paling besar. Dia menyatakan bahwa Islamisme adalah ancaman keamanan terbesar bagi Barat. [7] Tetapi agar Islam menjadi ancaman Barat, dia harus diwujudkan dalam sebuah negara kuat yang menerapkan syariah secara total dan komprehensif. Pengumuman Taliban tentang pemerintahan sementara yang bergaya standar Barat dan ketidakmampuan mereka untuk mengartikulasikan konstitusi inklusif berdasarkan yurisprudensi Islam mendiskualifikasi mereka dari daftar pesaing ini.

Jika negara-negara Muslim tetangga Afghanistan mengambil kesempatan geopolitik ini untuk secara permanen membebaskan diri dari kekuatan asing dan bergabung dengan Afghanistan untuk mendirikan satu negara Bersatu, maka hal ini akan mengakhiri dominasi Barat. Ini juga akan mengakhiri aspirasi kekuatan revisionis untuk mengalahkan Barat. Ini hanya dapat terwujud jika umat Islam yang berada di negara-negara tersebut menyatukan upaya mereka untuk mendirikan kembali Negara Khilafah di atasn metode Rasulullah (SAW).

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Abdul Majeed Bhatti

Share artikel ini: