Baru-baru ini, Misi Permanen PBB untuk Afghanistan, men-tweet bahwa: “Komite Kredensial PBB bertemu hari ini dan memutuskan untuk menunda keputusannya tentang kursi Afghanistan di PBB. Dengan demikian, Misi saat ini yang mewakili Republik Islam Afghanistan akan melanjutkan pekerjaannya di PBB. Komite akan mempresentasikan laporannya kepada Majelis Umum PBB (UNGA) untuk diadopsi dalam beberapa hari mendatang.”
Suhail Shaheen, mantan juru bicara kantor politik Taliban di Doha dan perwakilan yang dicalonkan dari Imarah Islam untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, bereaksi dalam sebuah tweet bahwa “keputusan itu tidak didasarkan pada aturan hukum dan keadilan karena mereka telah merampas hak rakyat Afghanistan, di antara hak mereka yang sah.” Ia berharap agar hak ini segera diserahkan kepada perwakilan Imarah Islam Afghanistan dalam waktu dekat, sehingga mereka akan menyelesaikan masalah rakyat Afghanistan secara efektif dan efisien, serta menjaga interaksi positif dengan dunia.
Sungguh menakjubkan mengetahui bahwa Imarah Islam Afghanistan masih mengharapkan keadilan dan aturan hukum dari PBB—sebuah organisasi yang menyatakan persetujuan untuk pendudukan Afghanistan oleh AS dan NATO dua puluh tahun yang lalu, menggulingkan Imarah Islam dari kekuasaan, dan sepenuhnya mengabaikan Taliban dalam pembicaraan Bonn. Karena resolusi PBB, ratusan ribu warga Afghanistan, termasuk Mujahidin Imarah Islam, menjadi syahid, cacat, dan mengungsi. Lagi pula, harapan bahwa PBB akan hadir untuk mengatasi masalah-masalah rakyat secara efektif dan efisien, hanyalah sebuah fatamorgana belaka.
Imarah Islam harus mengesampingkan cara pandang yang dangkal terhadap PBB dan mewujudkan realitas lembaga ini dengan wawasan keislaman yang komprehensif. Karena sebagian besar krisis dan dilema yang dihadapi umat Islam saat ini adalah skema dari PBB.
Secara historis, asal usul organisasi ini kembali ke kesatuan negara-negara Eropa (Kristen) untuk mencegah penaklukan tentara Kekhalifahan Utsmaniyah. Mereka pertama kali bersatu melawan Khilafah di bawah tatanan internasional Eropa. Kemudian, sesuai dengan konsep hukum internasional, mereka memberlakukan undang-undang yang semata-mata untuk kepentingan keluarga Kristen negara-negara Eropa yang kemudian menggantikan kebiasaan internasional. Akibatnya, mereka bersekongkol melawan Khilafah berdasarkan hukum internasional Eropa tersebut, dan akhirnya menggulingkannya dengan membagi wilayahnya menjadi negara-bangsa yang dipaksakan. Kemudian, satu demi satu, mereka terus-menerus menduduki dan menjajah setiap segmen kekhalifahan Utsmaniyah yang terbagi.
Kesatuan yang sama antara bangsa-bangsa Kristen dan Eropa pada akhirnya membawa seluruh dunia untuk bergabung sehingga mereka akan memanfaatkan mereka sebagai saksi paksa dalam memberlakukan hukum internasional yang telah mereka buat yang kemudian menghasilkan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa oleh Inggris setelah akhir Perang Dunia I, dan terus berlanjut hingga Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, ketika tatanan internasional yang dipimpin AS dibentuk, Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini dibuat dengan semua lembaga internasional lainnya, yang semuanya dikendalikan oleh pemerintah Amerika yang haus darah untuk memimpin dunia.
Organisasi ini dinobatkan sebagai “Perserikatan Bangsa-Bangsa” yang tampaknya menyenangkan dan menarik, yang bertujuan untuk menipu opini publik. Negara pembuat keputusan dalam organisasi ini hanyalah anggota tetap Dewan Keamanan. Anggota negara yang tersisa dari organisasi ini tidak punya pilihan selain tunduk pada keputusan mereka karena kadang-kadang mereka bahkan membenarkan keputusan anggota tetap yang otokratis dan menipu, sehingga yang lain hanya berperan sebagai saksi yang dipaksakan.
Keputusan kejam, kesepakatan, konvensi dan deklarasi organisasi ini ditegakkan oleh pasukan Penjaga Perdamaian PBB di seluruh dunia. Meskipun demikian, tidak ada mekanisme untuk mengendalikan keinginan kekuatan super. Dengan demikian, organisasi ini didirikan berdasarkan gagasan sekularisme yang berkomitmen untuk memastikan dan menjamin perlindungannya di seluruh dunia, hak asasi manusia, nilai-nilai demokrasi, hak-hak perempuan, kebebasan Barat dan lain-lain adalah contoh nyata dari misinya. Artinya, fondasi organisasi ini didasarkan pada perselingkuhan, penindasan, kemunafikan, dan ketidakadilan untuk mengamankan kepentingan negara adidaya. Salah satu misi utama organisasi ini, dengan kedok menjaga perdamaian antar negara dan bertetangga yang baik, adalah untuk mencegah pembentukan kembali Khilafah, menekan kesatuan intelektual, politik dan geografis dunia Islam, mencegah implementasi komprehensif dari Islam dan perluasannya dengan dakwah dan jihad kepada seluruh umat manusia. Selain itu, dimaksudkan untuk mengelola rasa penjajahan di koloni untuk mencegah tabrakan dan perang kekuatan besar atas nama perdamaian dunia.
Kami meminta semua pendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga internasionalnya untuk menunjukkan kepada kami, setidaknya, satu masalah dunia, terutama dunia Islam, yang akan diselesaikan secara adil oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa?! Kami yakin Anda tidak memiliki tanggapan positif! Tetapi saya akan menunjukkan kepada Anda beberapa contoh kasus dunia Islam di mana tidak ada keadilan dan dukungan yang diberikan kepada umat Islam selain mengamankan kepentingan dan nilai-nilai negara-negara kafir, mulai dari menyiapkan panggung untuk pembantaian Muslim Bosnia hingga kasus Palestina, Afghanistan, Yaman dan Suriah, serta banyak lagi yang lainnya di negeri Islam.
Organisasi ini telah membawa semua bidang kehidupan masyarakat di bawah kendali dan penjajahan kekuatan dunia, terutama AS, dengan bantuan berbagai lembaganya: Bank Dunia, IMF dan Organisasi Perdagangan Dunia di arena ekonomi dan industri; UNICEF dan UNESCO di bidang pendidikan dan budaya; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bidang kesehatan; WFP dan FOA dalam kemiskinan dan kelaparan; UNHCR dalam migrasi dan pengungsi dan lain sebagainya. Memang, Perserikatan Bangsa-Bangsa ingin mempromosikan nilai-nilai sekuler global yang mendukung kekuatan kafir dan kolonial dengan cara bekerja di berbagai bidang, sebab tidak mengizinkan etnis, budaya dan agama apa pun, khususnya Islam, untuk berfungsi dan memerintah secara independen dalam masyarakat terkait nilai, hukum dan pemerintahan. Oleh karena itu, mencari keanggotaan dalam organisasi ini, mengharapkan aturan hukum dan keadilan dari PBB untuk menyelesaikan krisis adalah hasil pemikiran dangkal dan ketidaksadaran tentang urusan internasional.
Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi sebuah negara Islam untuk menolak seluruh hukum, kesepakatan, deklarasi dan konvensi yang secara keseluruhan diberlakukan oleh organisasi ini. Bukannya mencari keanggotaan, sebab negara Islam harus segera menyatukan negeri-negeri Islam satu demi satu berdasarkan akidah dan sistem Islam, serta menantang tatanan internasional kafir yang berlaku. Negara Islam harus berlandaskan pada nilai-nilai yang Islam serukan kepada kemanusiaan, yaitu pelaksanaan Islam secara menyeluruh, mengemban dakwah dengan jihad, mewartakan keunggulan Islam atas agama-agama lain, menolong mereka yang tertindas di seluruh dunia, dan menerapkan nilai-nilai Islam yang adil, sebagai kebiasaan internasional, menggantikan hukum sekuler. Untuk mewujudkan semua ini, harus membuat panggung di tingkat dunia, menyelamatkan umat manusia dari penindasan dan kerusakan Kapitalisme dengan memimpin umat manusia menuju kemakmuran baik di dunia ini maupun di akhirat. [Saifullah Mustanir]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/12/2021.