AEPI Pertanyakan Keuangan Negara untuk Bayar Kompensasi BBM

Mediaumat.id – Peneliti Senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mempertanyakan kesanggupan pemerintah membayar kompensasi atas BBM nonsubsidi yang dijual Pertamina.

“Benarkah negara punya uang untuk memberikan kompensasi ini?” sangsinya kepada Mediaumat.id, Selasa (26/4/2022).

Artinya, biar pun asumsi harga rata-rata minyak dunia di level USD70 per barel (baca: rendah), Pertamina menyisakan masalah kompensasi atas BBM nonsubsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah. “(Apalagi) sekarang harga minyak rata-rata berada di atas seratus dolar,” tandasnya.

Dengan kata lain, Daeng menjelaskan, perusahaan pelat merah tersebut mendapat penggantian melalui skema subsidi dan kompensasi dari negara ketika harga jual BBM secara material di bawah harga pasar.

Pasalnya, pemerintah sendiri melakukan pengendalian harga sebagian besar bahan bakar eceran di Indonesia. Maka, Pertamina diharuskan menjual bahan bakar tersebut sesuai ketentuan yakni di bawah harga pasar.

Sementara, kata Daeng, kemungkinan karena takut kepada menteri BUMN atau presiden, Pertamina juga tidak transparan terkait bahan bakar apa saja yang dijual di bawah harga pasar tersebut.

Lebih lanjut Daeng membeberkan korelasi kenaikan harga minyak dunia dengan makin besarnya kompensasi dan subsidi yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina di tahun 2022, tentu setelah kenaikan serupa pada 2021 (2020: USD3 miliar, 2019: USD6,3 miliar).

“Asumsi harga minyak mentah yang tinggi akan menghasilkan peningkatan pendapatan kompensasi dan subsidi Pertamina menjadi USD8,5 miliar pada tahun 2022,” terangnya dengan asumsi harga minyak USD70 per barel.

Sehingga ia menyebut dana kompensasi BBM di tahun ini saja nilainya mencapai Rp123 triliun. “Besar, ini belum listrik ya,” cetusnya sembari menambahkan, apabila asumsi nilai tukar rupiah tidak berubah.

“Sekarang nilai tukar akan bergerak sangat rentan, kemungkinan rupiah jatuh karena kewajiban eksternal yang makin membesar. Terutama impor minyak itu sendiri,” khawatirnya.

Tak ayal, muncul kekhawatiran lain seperti yang Daeng kemukakan, “Kalau pemerintah tidak bisa bayar (kompensasi), apakah Pertamina akan bangkrut tahun ini?”

Padahal selain kompensasi dimaksud, negara juga harus membayar subsidi, antara lain solar, pertalite, dan LPG 3 kg. “Kalau ditambah kompensasi dan subsidi listrik, berat juga bagi Jokowi cari uang,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: