Advokat Senior: Akar Masalah Rempang, Arogansi Oligarki dan Imperialisme

Mediaumat.id – Mengamati konflik yang terjadi di Pulau Rempang akibat rencana proyek Rempang ECO City yang akan menggusur 16 kampung tua di sana, Advokat Senior Jawa Barat Rizal M Fadhillah, SH menyatakan akar masalahnya adalah arogansi oligarki.

“Akar masalahnya adalah arogansi, ada oligarki, imperialisme. Berarti ada nuansa-nuansa politik di samping aspek bisnis yang dikedepankan,” ujarnya dalam Forum Group Discussion (FGD) Special We Stand for Rempang: Bela Hak Rakyat, Tolak Neo Imperialisme & Oligarki Berkedok Investasi, Sabtu (16/9/2023) di kanal YouTube Rayah TV.

Rizal melihat, dalam aspek yuridis, penggusuran atau pengosongan paksa kampung tua tersebut tidak berbasis hukum yang kuat. Sebab penggusuran paksa tersebut tidak memiliki surat ketetapan dari pengadilan. Selain itu, tidak ada satu pihak pun yang memiliki legalitas untuk mengklaim lahan Pulau Rempang tersebut. Sebab satu-satunya legalitas yang ada adalah SK Hak Pengelolaan Lahan Sementara.

“Jadi ini hak yang dimiliki untuk melakukan penggusuran atau pengosongan itu dipertanyakan ya,” ucap Rizal.

Rizal membeberkan, pada tahun 2004 DPRD Batam memang merekomendasikan BP Batam yang dulu bernama Badan Otorita Batam dan juga Pemko Batam untuk bekerja sama memberikan hak pengelolaan kepada PT MEG milik Tomy Winata. Tapi rekomendasi itu terkait dengan proyek kawasan wisata terpadu eksklusif. Karena itu proyek kawasan wisata, maka penduduk asli yang punya hak-hak tradisional dalam hal ini suku Melayu yang ada di sana seharusnya dilindungi dan tidak diganggu.

Rizal menyebut, proyek yang direkomendasikan DPRD pada tahun 2004 tersebut tidak jalan alias vakum. Hal itu dikarenakan dalam kawasan tersebut akan dibangun kasino atau tempat judi, sehingga ditolak oleh masyarakat dan aparat. Selain itu juga pemilik PT MEG Tomy Winata juga lagi terjerat kasus korupsi. Sehingga tidak jelas lagi kelanjutan proyek tersebut.

Proyek yang sudah vakum tersebut tiba-tiba pada tahun 2023 ini berubah bukan lagi kawasan wisata terpadu eksklusif tapi menjadi Rempang ECO City. Hal itu terjadi setelah Presiden Jokowi beserta menterinya diundang ke Cina dan membuat kesepakatan investasi proyek pabrik kaca terbesar di Indonesia yang berlokasi di Pulau Rempang. Dalam kesepakatan itu Indonesia harus segera melakukan clean and clear atau mengosongkan lokasi tersebut.

Di sinilah, Rizal melihat, ada masalah hukum terkait apakah bisa diteruskan atau tidak rekomendasi DPRD Batam pada tahun 2004 tersebut.

Menurutnya, tidak bisa perizinan lama tahun 2004 dipakai sekarang, apalagi dengan konsep yang berbeda, yang semula kawasan wisata menjadi kawasan industri.

“Saya kira akan ada masalah hukum yang bisa digugat ke depan mengenai kedalaman perjanjian yang diadakan antara BP Batam dengan PT MEG,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: