Mediaumat.news – Advokat Kemenkumham I Wayan Sudirta kembali memfitnah kali ini menyatakan khilafah yang dimaksud HTI berbeda dengan ahli di persidangan. Menurut HTI “khilafah wajib” sedangkan menurut ahli adalah “sesuatu yang dapat didiskusikan”. Parahnya, advokat beragama Hindu ini mengatakan keharaman pemimpin perempuan disebut sebagai “diskriminatif”.
“Wayan ngarang! Jelas sekali baik ahli Dr Daud Rasyid maupun Prof Didin, keduanya menyatakan dengan tegas bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang wajib ditegakkan!” tegas Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.news, Ahad (25/2/2018).
Ismail menegaskan, apa yang disampaikan HTI tentang khilafah adalah juga apa yang disampaikan oleh para ulama. “Bahkan Prof Didin menyebut ada empat prinsip khilafah yang dia pahami dari buku-buku Syaikkh Taqiyyudin an Nabhani, yakni kedaulatan Allah, kekuasaan di tangan umat, kesatuan khilafah dan hak khilafah untuk men-tabanni hukum syara’,” bebernya.
Menurut Ismail, tentang ketidakbolehan perempuan menjadi khalifah juga ditegaskan oleh Prof Didin dalam sidang PTUN, karena memang demikian ketentuan syariah. Tidak bisa lantas disebut itu diskriminatif. Soal hubungan dengan NKRI, Prof Didin juga menyebut tidak bertentangan.
“Memang Wayan sering menyimpulkan sendiri. Bahkan membuat istilah-istilah yang menyudutkan HTI yang tidak pernah disebut dalam persidangan seperti HTI memerangi NKRI, dll,” pungkasnya.
Sebelumnya, kepada republika.co.id, usai sidang di PTUN Kamis (22/2/) Wayan mengatakan makna khilafah yang dipercaya oleh HTI tidak dapat disandingkan dengan NKRI. Sebab dalam makna khilafah yang diyakini HTI, tidak ada pemimpin seorang wanita, sehingga menjadikan tatanan kehidupan menjadi diskriminatif.
“Khilafah yang disampaikan ahli tidak sama dengan khilafah dalam Rancangan Undang-Undang Dasar Daulah Islam yang menjadi referensi HTI,” kata I Wayan seusai persidangan.
I Wayan menekankan bahwa HTI menyandingkan makna khilafah sesuai dengan konsep yang ada dalam buku-buku karangan Taqiyuddin an Nabhani, yang menjadi referensi bagi HTI. “Menurut HTI khilafah adalah kewajiban, sedangkan makna khilafah menurut ahli adalah sesuatu yang dapat didiskusikan dan menerima pluralisme,” jelas I Wayan.[] Joko Prasetyo