Ada Upaya Menghilangkan Catatan Sejarah Kekejaman PKI
Mediaumat.id – Menyoroti bahaya laten komunisme, Pimpinan Aliansi Tokoh dan Ulama Jawa Timur Rahmat Mahmudi, M.Si. mengatakan, ada upaya menghilangkan catatan sejarah kekejaman PKI.
“Banyak upaya di dalam pergaulan kebangsaan kita dewasa ini yang mencoba untuk mengeliminasi atau menghilangkan catatan-catatan sejarah tentang kekejaman, kebengisan PKI terhadap bangsa ini, terutama terhadap ulama dan umat Islam,” ungkapnya dalam acara Perspektif PKAD: Mewaspadai Kebangkitan Neo Komunisme dan Rekayasa Terorisme dan Radikalisme? melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Jumat (30/9/2022).
Menurutnya, tidak sulit menemukan catatan sejarah ketika pada 1948, PKI membantai ulama, kiai kampung, kiai mushala di wilayah Magetan, Madiun, Ponorogo bahkan hampir sampai Pacitan.
“Kita temukan banyak mayat-mayat yang ditumpuk di dalam sebuah sumur, ratusan jumlahnya dan bisa diidentifikasi bahwa itu ulama-ulama yang hilang pada waktu itu. Kekejaman itu harusnya tetap menjadi catatan kita agar bangsa ini paham PKI itu jangan pernah diberi ruang lagi untuk hidup di Indonesia,” tegasnya.
Rahmat menilai bangsa ini tidak mendapatkan manfaat apa pun atas kehadiran PKI bahkan merongrong kemerdekaan Indonesia karena target mereka mendirikan negara komunis Indonesia. “Terlalu banyak kalau mau diungkap bagaimana kekejaman PKI itu. Hampir seluruh wilayah di Jawa itu tertoreh luka oleh kebengisan dari PKI,” tandasnya.
Omong Kosong
Oleh karena itu Rahmat mengajak kepada bangsa ini untuk tetap mewaspadai bahaya laten PKI. “Kalau ada yang mengatakan PKI sudah enggak ada, itu omong kosong. Faktanya mereka itu terus berusaha untuk eksis, meskipun tidak pakai nama PKI, tidak bawa bendera PKI, tetapi upaya mereka untuk membangun opini agar seolah-olah mereka itu korban dari kejahatan HAM itu terus mereka lakukan,” imbuhnya.
Bahkan, lanjutnya, sejak di zaman Gus Dur mereka berupaya untuk meminta kepada pemerintah agar minta maaf karena telah memperlakukan PKI seperti itu. Untungnya Gus Dur pada waktu itu tidak sampai membuat pernyataan meminta maaf. Tetapi sempat ada kompensasi kepada keluarga PKI yang waktu itu menuntut.
“Padahal merekalah yang memicu terjadinya perang saudara antara PKI dengan Islam dan TNI pada waktu itu karena PKI tidak hanya membunuh ulama-ulama dan kiai tapi juga berupaya untuk kudeta terhadap negara, maka berhadapan dengan TNI pada 1965 itu,” jelasnya.
Rahmat menilai perjuangan keluarga keturunan PKI yang mengopinikan bahwa mereka tidak salah, mereka korban, saat ini perjuangan itu seperti mendapat angin.
“Saya enggak habis pikir munculnya Kepres Nomor 17 Tahun 2022 yang baru ditandatangani Pak Jokowi akhir Agustus kemarin. Walaupun di sana ada membentuk tim dan seterusnya tetapi target kepres sesuai dengan apa yang mereka perjuangkan yaitu membangun opini bahwa mereka adalah korban,” sesalnya.
Kalau mereka korban, kata Rahmat lalu siapa pelakunya? Kalau mereka korban berarti pelaku pelanggaran HAM umat Islam, ulama, TNI. “Ini kan memutarbalikkan fakta,” geramnya.
“Maka dalam konteks ini kami dari PUI (Partai Umat Islam) dan aliansi beberapa waktu terakhir mengkaji kepres itu dan kita sudah mempelajari kemungkinan kita akan melakukan penolakan terhadap kepres itu bahkan bila perlu kita tempuh jalur hukum, karena keputusan presiden (kepres) sebagai sebuah keputusan bisa saja mengandung sebuah kesalahan dan keputusan presiden yang salah tentu bisa kita gugat melalui jalur hukum,” bebernya.
Rahmat mengajak umat Islam yang masih memiliki ghirah dan semangat untuk menghadapi bahaya laten komunisme bersatu untuk melawan. Ia juga menyayangkan PKI seperti diberi angin segar sementara ulama yang lurus difitnah, dikriminalisasi, dituduh radikal, teroris.
“Ini suatu kontradiksi dan kami berharap umat Islam di Indonesia itu sadar, jangan diam saja. Ayo cepat merapatkan barisan kita tolak itu,” ajaknya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun