Mediaumat.id – Pembina Mutiara Umat Institute Puspita Satyawati menyatakan sesuatu bisa disebut sebagai ajaran Islam setidaknya karena lima alasan.
“Sesuatu bisa disebut sebagai ajaran Islam setidaknya karena lima alasan,” tuturnya, dalam acara Kritis Politik (Kritis) #23: Khilafah Ajaran Islam, Pengajiannya Kok Dibubarkan? di kanal YouTube TintaSiyasi.com, Selasa (27/6/2023).
Pertama, ia sebutkan, ada istilah yang menyebut ajaran itu. Kedua, ada hukumnya. Ketiga, ada dalilnya. Keempat, ada pengamalan khususnya oleh Rasulullah dan para sahabat. Kelima, ada ijtihad ulama mengenai ajaran itu.
“Dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat ke-30, Allah SWT telah berfirman yang maknanya, “Sesungguhnya Dia akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Ayat ini adalah dasar di dalam pengangkatan seorang khalifah atau seorang imam, sebagaimana dalam kitab Tafsir al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, atau biasa dikenal Tafsir al-Qurtubi, tentang QS al-Baqarah ayat 30 sebagai titik tolak tentang fikih siyasah,” paparnya.
Artinya ayat ini, ia katakan, menjadi dasar dalam persoalan pengangkatan para khalifah pasca-wafatnya Rasulullah SAW.
“Dalam satu riwayat Imam Ahmad, Nabi SAW menerangkan bahwa kaum Muslim akan mengalami lima fase kehidupan sebelum datangnya Hari Kiamat besar. Fase pasca kejahiliahan yang menyelimuti kehidupan bumi, yaitu era Rasulullah SAW. Setelah itu, kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian. Lalu kekuasaan yang zalim. Kemudian diktator, hingga berdirinya kembali kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian,” terangnya.
Adapun dari segi hukum dan dalil, ia menuturkan, para ulama menyebutnya fardhu. Imam mazhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad sepakat bahwa imamah atau khilafah itu adalah fardhu, yaitu wajib.
“Kitab Al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, Juz V, hlm. 416, karya Syekh Abdul Rahman al-Jaziri. Juga kitab Al-Imamah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah (1987). Di situ diuraikan dalil-dalilnya mulai dari ayat-ayat Al-Qur’an, hadis-hadis Nabi, ijma’ shahabat, lalu ada dalil kaidah syar’iyah yang intinya menunjukkan wajibnya khilafah,” ungkapnya.
Lalu alasan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam selanjutnya ia katakan, ada pengamalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. “Khalifah Abu Bakar as-Siddiq itu mengamalkan konsep khilafah, bukan mengamalkan sistem republik, bukan mengamalkan sistem kerajaan,” jelasnya.
Terakhir, ia katakan, adanya ijtihad mengenai khilafah yang menjadikannya sebagai bagian dari ajaran Islam. Yakni Imam al-Mawardi telah menulis di dalam kitabnya, Al-Ahkamul al-Shultaniyah.
Begitu pula dengan Imam Abi Ya’la Muhammad bin al-Husain al-Farra’ dalam kitabnya yang berjudul sama. “Ada kitab lagi judulnya Ma’atsir al-Inafah fi Ma’alim al-Khilafah, karya al-Qalqasyandi. Berikutnya, kitab Ghiyatsul Umam fit-Tiyatsidh Dhulam, dengan penulisnya, Imam Haramain Abul Ma’ali al-Juwaini yang bermazhab Syafi’i,” urainya.
“Dengan demikian, dari kelima tolok ukur tersebut, kewajiban penegakan khilafah masuk semua,” tandasnya.[] Lanhy Hafa