Ada Dua Problem Terkait Pembahasan Revisi UU yang Dibahas DPR

 Ada Dua Problem Terkait Pembahasan Revisi UU yang Dibahas DPR

Mediaumat.info – Pengamat Politik Dr. Suswanta, M.Si. menilai ada dua masalah terkait lima UU yang sedang dibahas revisinya di Gedung DPR.

“Ada dua problem terkait dengan pembahasan revisi lima UU tersebut,” tuturnya kepada media-umat.info, Selasa (28/5/2024).

Pertama, proses. Suswanta menilai pembahasan revisi kelima UU dilakukan tergesa-gesa, sebagian dilakukan di masa reses sehingga tidak semua fraksi parpol hadir di komisi, akan tetapi anehnya yang hadir sepakat membawa hasil revisi ke sidang paripurna.

“Selain tergesa-gesa, pembahasan revisi lima UU tersebut juga tidak melibatkan berbagai pihak terkait (masyarakat, komunitas, asosiasi, kampus) padahal hasil revisi berdampak pada banyak khalayak,” ungkapnya.

Kedua, substansi. Secara umum, kata Suswanta, hasil revisi semua UU menunjukkan adanya semangat untuk membawa negeri ini menjadi otoriter ala Orde Baru dan memperkuat rezim pemenang pemilu 2024.

Hal ini, menurutnya, dapat dilihat dari substansi revisi beberapa UU tersebut. Revisi UU penyiaran terlihat ingin membungkam kritik karena mengatur konten digital dan melarang jurnalisme investigatif.

“Revisi UU MK bertujuan membuat lembaga ini tidak independen dan tunduk di bawah presiden karena memberi kewenangan pada presiden menunjuk satu orang untuk mengawasi kinerja hakim konstitusi,” ujarnya.

Sedangkan revisi UU TNI, sebut Suswanta, bertujuan mengembalikan dwifungsi TNI. Adapun revisi UU Polri bertujuan memperluas kewenangan Polri dalam penyadapan dan penggalangan intelijen.

“Revisi UU Kementerian Negara bertujuan untuk bagi-bagi kue kekuasaan bagi tim sukses paslon 02 karena presiden berwenang menetapkan jumlah kursi sesuai kebutuhan,” bebernya.

Tolak

Terkait dengan penjelasan di atas, ia mengimbau kepada seluruh rakyat untuk menolak pembahasan revisi lima UU tersebut karena akan membungkam daya kritis rakyat, menjadikan TNI, Polri dan MK sebagai alat untuk melanggengkan rezim korup serta menjadikan kabinet sebagai lahan untuk bagi-bagi kue kekuasaan.

“DPR tidak layak menjadi lembaga perwakilan rakyat karena menjadi stempel pendukung rezim korup yang hanya menjadi parasit bagi rakyat. Rakyat hanya menjadi obyek eksploitasi lewat pajak, e-tol, retribusi, kenaikan harga sembako, iuran BPJS dan UKT di PTN, sementara elite berpesta pora bergelimang harta hasil korupsi uang rakyat,” pungkasnya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa ada lima UU yang sedang dibahas revisinya di Gedung DPR, yaitu UU No. 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran, UU No. 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. [] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *