Ada Apa dengan Jokowi?
Oleh: Andi Azikin
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Pasca Sarjana Universitas Pramita Indonesia (Unpri Tangerang)
Akhir-akhir ini begitu gencarnya pemberitaan dan pengopinian “Jokowi Presidenku”. Bahkan beberapa pengamat politik mengatakan perang memang belum selesai, tetapi capres partai lain perlu ekstra luar biasa untuk mengalahkan opini Jokowi Presidenku. Padahal, Jokowi baru saja mengingkari janjinya ketika kampanye pemilu Gubernur DKI bahwa “Saya akan memimpin Jakarta 5 Tahun dan tidak menjadi kutu loncat Pilpres 2014” atau “Ga… mikir…, Ga… mikir, saya mau fokus urus Jakarta meski didukung rakyat, mau urus rusun, waduk Pluit dan semuanya.”
Tapi janji tinggal janji. Ibarat iklan rokok : “Merokok bisa membunuhmu” tetapi orang tetap asyik-asyik saja merokok. Kepopuleran Jokowi ini persis sama ketika SBY dicapreskan menjadi RI 1 tahun 2004 dan Lanjutkan… 2009 dengan harapan SBY bisa mengatasi krisis dan membawa masyarakat lebih sejahtera. Namun apa yang terjadi, SBY yang akan meninggalkan kekuasaannya memiliki prestasi Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi dan mewariskan utang negara Rp 2.465 trilyun.
Demikian pula komitmen dan kenegarawan Jokowi perlu dipertanyakan ketika memberikan IMB pembangunan gedung Kedubes AS di Jakarta, padahal ratusan massa umat Islam telah melakukan aksi penolakan rencana pembangunan gedung Kedubes Amerika di Jakarta karena dianggap dapat mengokohkan penjajahan AS di Indonesia.
Kita tahu, gedung Kedubes AS yang baru ini merupakan gedung Kedubes AS terbesar ketiga setelah Irak dan Afganistan bahkan kalau selesai 10 lantai (luasnya sama dengan 3,6 ha) Kedubes AS tersebut dapat dipergunakan menjadi markas intelejen dan markas militer.
Pertanyaan kita adalah apa agenda Amerika, membangun kedutaannya yang terbesar ketiga setelah Irak dan Afganistan tersebut? Apa fungsi ruangan gedung berlantai 10 Kedubes AS tersebut? Rasanya mustahil membangunan sesuatu tanpa ada maksud dan fungsinya. Kemudian untuk apa semuanya itu? Adakah kaitan dengan pencapresan Jokowi?
Apakah ada juga keterkaitan Jokowi “memakai” atau “dipakai” konsultan politik terkemuka dari Amerika Stanley Greenberg dan jaringan bisnis James Riady di balik pencapresan Jokowi? Greenberg adalah seorang Zionis Yahudi “partner sekaligus konsultan politik Jokowi”.
Sedangkan James Riady –kongklomerat Kristen pemilik group Lippo yang memiliki jaringan bisnis internasional termasuk hubungan khusus sampai sekarang dengan mantan Presiden AS Bill Clinton—bersama broker Amerika lainnya, disebut oleh orang ring satu SBY kepada saya, menyiapkan Rp 100 trilyun untuk kesuksesan “Jokowi Presidenku”.
Dengan konsultan piawai dan dana melimpah tersebut, semua bisa dibeli. Maka tidak heran kemudian para pengamat politik, pondok pesantren, intelektual, media, lembaga survei dll lebih cenderung mengopinikan Jokowi sebagai capres terbaik.
Melihat siapa di belakang kesuksesan politik Jokowi menuju RI 1 dapat diprediksi bahwa mereka melakukan pencintraan dengan biaya yang sangat mahal tersebut tidaklah dilakukan dengan gratis. Suatu kemustahilan mereka tidak memiliki agenda setelah Jokowi menjadi presiden terpilih.
Begitu bodohkah rakyat Indonesia hingga terlalu mudah percaya dengan biaya politik yang sangat mahal tanpa agenda di belakangnya? Dalam pandangan orang kapitalisme, zero same game artinya tidak ada pemberian yang gratis tanpa ada maksud tertentu.
Tentu kita memprediksi bahwa kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah ruah yaitu migas Indonesia kualitas terbaik di dunia, tambang mas yang dijarah Freeport adalah tambang emas terbesar di dunia dll. Akan tetap dikuasai Amerika di masa kepemimpinannya nanti. Karena ketika didesak delegasi Ormas Islam untuk tidak memberikan IMB kedubes Amerika saja, ia berdalih, “Saya orang kecil” tanda rendah diri di mata Amerika.
Dan yang tidak kalah pentingnya, di mata Amerika, Indonesia adalah negeri Muslim terbesar di dunia sehingga isu-isu toleransi dan kebebasan beragama menjadi agenda mereka supaya pembangunan gereja-gereja tidak dihalang-halangi sebagaimana kasus pembangunan gereja di Kota Bogor dan Bekasi.
Agenda lainnya adalah proyek misionaris untuk melakukan kristenisasi di Indonesia menjadi lancar dengan dukungan elite-elite boneka mereka. Lihat jejak Jokowi menjadikan bupati Solo seorang Kristen dan hal yang sama akan dilakukan pada posisi gubernur Jakarta. Bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa tidak ada udang di balik batu dari sebuah realitas tersebut?
Logika sederhana kita, sangat mudah memahaminya bahwa apakah Megawati Soekarnoputri dan seluruh keluarga besar Soekarno ikhlas dengan “memberikan” mandat kepada Jokowi menjadi capres yang diusung oleh PDIP? Padahal Jokowi tidak punya aliran darah Soekarno?
Mengapa pidato-pidato politik Megawati seringkali menyebut Jokowi dengan sebutan “Si Kurus” apakah ini bukan bentuk kekesalan atau penghinaan Megawati kepada Jokowi sebagai calon presiden? Kenapa Megawati tidak mengumumkan sendiri pencapresan Jokowi ke publik? Bukankah amanat Kongres PDIP menetapkan Megawati sebagai capres PDIP? Tampakya, ada tekanan luar biasa dari pihak tertentu yang memaksa Megawati mengambil keputusan politik tersebut.
Jokowi sangat “ideal” menjadi presiden di mata para cukong dan kapitalisme Amerika, karena orangnya sederhana, “orang kampung” sangat mudah dikendalikan oleh sponsornya tersebut. Dan berdasarkan ucapan orang ring satu SBY tadi kepada saya, Jokowi sangat dimungkinkan untuk memuluska agenda Amerika, Papua Merdeka, sebagaimana lepasnya Timur Timor dari NKRI.
Beda halnya dengan capres mantan Jenderal Prabowo atau Wiranto, di mata Amerika mereka dianggap memiliki peluang melakukan perlawanan, sementara ARB adalah capres masa lalu dan Surya Paloh partai baru di dunia politik dan tidak populer.
Apakah pencapresan Jokowi ini adalah suatu konspirasi kapitalisme global tersebut? Waktulah yang nanti bisa menjawabnya?[]