Dalam Memperingati Runtuhnya Khilafah: Untuk Memperbaiki Jalan Manusia, Tegakkan Khilafah Islam

 Dalam Memperingati Runtuhnya Khilafah: Untuk Memperbaiki Jalan Manusia, Tegakkan Khilafah Islam

Merupakan sunnatullah (ketentuan) di bumi bahwa manusia hidup dalam zaman, era, hari dan tahun yang fluktuasi dan berubah-ubah kondisinya, juga bangsa-bangsa di dalamnya sampai bertemu Allah subhānahu wa ta’āla. Dalam surat Al-Insiqāq, Allah subhānahu wa ta’āla berfirman yang menjelaskan tentang fluktuasi dan berubah-ubahnya kondisi, serta hal-hal yang menyelimuti kehidupan manusia, dan mereka akan menjalani kehidupan terakhir setelah kehidupan pertama: “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”(TQS Al-Insiqāq [84] : 19).

Setiap era itu ada masa lalunya, yang kemudian menjadi bagian dari sejarah manusia. Dan masa kininya, di mana manusia hidup dengan sistem dan masa depannya, serta menghabiskan hari-harinya, dan terus berjalan menuju akhir yang ditentukan. Manusia tetap mendapat apa yang dia lakukan, juga waktu dan kaumnya yang dipergunakan. Allah subhānahu wa ta’āla tidak menciptakan manusia dengan sia-sia, tetapi mempersiapkan baginya cara-cara membimbingnya dengan cahaya wahyu dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sasallam.

Pelajaran bagi yang mau menerima nasehat, bahwa perlu bagi Muslim agar membaca, mengkaji dan memahami Islam dari buku-buku budaya Islam untuk mendapatkan kesadaran yang diperlukan guna memahami fakta periode waktu yang diciptakan oleh Allah subhānahu wa ta’āla, serta untuk memahami makna hidup dan apa yang terjadi di dunia bagi manusia saat ini dan masa lalunya, juga bagaimana hal itu akan membentuk masa depan dengan keadaan yang tetap. Sejak Allah subhānahu wa ta’āla menciptakan Adam ‘alaihis salam, bahwa ia merupakan ketetapan di antara ketetapan-ketetapan Allah, Tuhan semesta alam, yang terkait erat dengan kondisi manusia, yaitu ketetapan akan terjadinya konflik antara kebenaran dan kebatilan. Allah subhānahu wa ta’āla telah menjadikan manusia sebagai Khalifah-Nya di bumi, semua malaikat bersujud kepada Adam ‘alaihis salam, kecuali Iblis yang terkutuk, yang tidak menaati perintah Tuhannya!

Allah subhānahu wa ta’āla berfirman dalam surat Al-Baqarah: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (TQS Al-Baqarah [2] : 30-34).

Sejak terbitnya fajar Islam, konflik ini telah berubah menjadi pergulatan pemikiran antara pembela Islam dan pendukung kekufuran. Allah subhānahu wa ta’āla berfirman dalam surat Muhammad: “Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.” (TQS Muhammad [47] : 3).

Kaum Muslim adalah orang-orang yang mengemban amanah Allah dan Rasul-Nya, yang menerima risalah  Allah, Tuhan semesta alam, dan yang menerapkan syariah-Nya, di mana mereka hidup aman ketika Islam menjadi rujukan mereka. Kehidupan mereka adalah kehidupan Islam, di mana solusi dan pengaturan semua urusan mereka didasarkan pada akidah Islam dan sistem Islam, sesuai cara dan metode Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sasallam, yang mendirikan negara Islam pertama di dunia, di Madinah al-Munawwarah, yaitu negara Khilafah Rasyidah, hingga Islam menang dan memimpin dunia. Penerapan Islam merupakan penentu sikap dan pelindung manusia—baik mereka yang Muslim maupun kafir—melalui negara yang kuat di era keemasannya, yang dinikmati oleh manusia, dan menjadi catatan sejarah terindah di dunia. Realita masyarakat dulu, sekarang dan yang akan datang adalah indah dan lembut karena keadilan Tuhan semesta alam. Periode waktu dalam sejarah dunia ini adalah era yang mencerminkan makna dari kepastian adanya kepemimpinan yang nyata bagi manusia di bumi, kemenangan bagi kebenaran, dan kekalahan bagi kebatilan. Alasannya adalah bahwa satu bandul konflik pemikiran telah miring ke kanan (kebenaran), ketika ide-ide dan konsep-konsep Islam mendominasi masyarakat. Sementara itu, perintah Allah dan larangan-Nya merupakan undang-undang dan konstitusi yang berlaku di dalam negara dan semua strukturnya. Sehingga kaum Muslim dan non-Muslim hidup rukun dan berdampingan.

Era pemerintahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan setelahnya, yaitu era para khalifah yang bijaksana, dan semua khalifah yang mengikuti metode yang sama, kondisi manusia stabil, dan kalaupun ada konflik, hanyalah konflik manusia pada pemerintahan dan penerapan syariah di dalam kekuasaan tirani. Dan kita sekarang telah sampai pada era kekuasaan diktator ketika kaum kafir Barat melancarkan perang penjajahan pemikiran yang sengit terhadap kaum Muslim, serta serangan budaya Barat terhadap pemikiran kaum Muslim dan anak-anak mereka dengan ide-ide kufur, hingga penghancuran negara Khilafah Rasyidah. Sejak runtuhnya negara Khilafah melalui kekuatan pengkhianat zalim, jalan manusia kembali menyimpang ke era sebelum Islam, era jahiliyah, juga realitasnya yang rusak menyelimuti umat manusia, politik, ekonomi, militer dan sosial. Umat manusia mengalami dekadensi ketika mereka telah jauh dari kewajiban mereka dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, juga mereka tidak menemukan negara yang mengurusi urusan masyarakat dengan Islam, atau menyebarkannya dengan jihad. Namun era rusak ini sudah di ambang akhir. Sementara kembalinya Khilafah untuk memperbaiki jalan manusia adalah janji Allah subhānahu wa ta’āla dan kabar gembira dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan berjuang untuk mewujudkan itu adalah kewajiban bagi semua umat Islam. Jika kita ingin ideologi Islam diterapkan, maka harus memiliki pemerintahan. Dan ingatlah bahwa kebenaran pasti jadi pemenangnya.

Islam adalah solusi. Negara Khilafah Rasyidah adalah kekuatan dan potensinya yang terpendam. Semua manusia merindukannya untuk mengubah realitas mereka yang rusak. Kita telah melihat semua itu dari sejumlah revolusi besar yang terjadi di seluruh dunia. Sehingga umat Islam wajib mengemban amanah kepemimpinan dengan berjuang agar syariah Allah subhānahu wa ta’āla kembali diterapkan. Ini adalah era yang akan dimasuki oleh umat manusia setelah era kediktatoran. Untuk itu, tolonglah agama Allah, agar Allah subhānahu wa ta’āla menolong kita.

Allah subhānahu wa ta’āla berfirman dalam surat An-Nūr: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (TQS An-Nūr [24] : 55-56).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sasallam bersabda:

»تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةٍ. ثُمَّ سَكَتَ»

Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhājin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (mulkan ‘ādhdhan), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (mulkan jabriyatan), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhājin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR. Ahmad).

Allah subhānahu wa ta’āla berfirman dalam surat Al-Hajj: “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (TQS Al-Hajj [22] : 40-41). [Ustadzah Ghada Muhammad Hamdi]

Sumber: alraiah.net, 27/03/2019.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *