Jangan Menolak Penerapan Syariah Islam Secara Kaffah
Oleh: Achmad Fathoni (Dir. El Harokah Research Center)
Allah SWT berfirman:
]وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ[
Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS al-Anbiya’ : 107).
Syaikh an-Nawawi al-Jawi, dalam tafsir Marah Labid (Tafsir Munîr) Juz II/ 47, menafsirkan ayat itu dengan menyatakan, “Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai makhluk yang paling mulia, dengan berbagai peraturan (bi syarâ’i‘) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam, dalam agama maupun dunia, sebab manusia dalam kesesatan dan kebingungan. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. untuk menjelaskan kepada manusia jalan menuju pahala, menampilkan dan memenangkan hukum-hukum syariat Islam, membedakan yang halal dari yang haram. Setiap nabi sebelum beliau, manakala didustakan oleh kaumnya, Allah membinasakan mereka dengan berbagai siksa. Namun, jika kaum Nabi Muhammad mendustakannya, Allah SWT mengakhirkan azab-Nya hingga datangnya maut dan Dia mencabut ketetapan-Nya untuk membinasakan kaum pendusta Rasul. Inilah umumnya tafsiran para mufasirin.”
Jelaslah bahwa rahmat Allah SWT ini bukanlah berkaitan dengan pribadi Muhammad saw. sebagai manusia, tetapi sebagai rasul yang diutus dengan membawa syariat yang memang paling unggul dibandingkan dengan aturan-aturan atau agama yang ada di dunia, sebagaimana firman-Nya:
]هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا[
Dialah Allah, Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar Dia menangkan agama itu atas semua agama yang ada. Cukuplah Allah sebagai saksi. (QS al-Fath: 28).
Dalam tafsir Shafwah at-Tafâsîr juz II/253, Ustadz Muhammad Ali ash-Shabuni memberikan catatan, “Allah SWT tidak berfirman Wamâ arsalnaka illâ rahmatan li al-mu‘minîn, tetapi …lil ‘âlamîn, karena Allah SWT menyayangi seluruh makhluk-Nya dengan mengutus Muhammad saw. Mengapa demikian? Sebab, Muhammad saw. datang kepada mereka dengan membawa kebahagiaan yang besar, keselamatan dari kesengsaraan tiada tara, dan mereka mendapatkan dari tangannya kebaikan yang banyak baik dunia maupun akhirat; dia mengajari mereka setelah kebodohan mereka, dan memberikan petunjuk atas kesesatan mereka. Itulah rahmat bagi seluruh alam. Bahkan orang yang menolak risalahnya sekalipun (kafir), masih dirahmati dengan kedatangannya lantaran Allah SWT mengakhirkan siksaan atas mereka dan mereka tidak disapu bersih oleh azab Allah sebagaimana kaum terdahulu- seperti ditimpa gempa, ditenggelamkan, dan lain-lain.”
Dengan demikian, pengertian rahmatan lil ‘âlamîn itu terwujud dalam realitas kehidupan tatkala Muhammad Rasulullah saw. mengimplementasikan seluruh risalah yang dia bawa sebagai rasul utusan Allah SWT. Lalu bagaimana jika Rasul telah wafat? Rahmat bagi seluruh alam itu akan muncul manakala kaum Muslim mengimplementasikan apa yang telah beliau bawa, yakni risalah syariat Islam dengan sepenuh keyakinan dan pemahaman yang bersumber pada al-Quran dan as-Sunnah.
Manakala umat Islam telah jauh dari kedua sumber tersebut (beserta sumber hukum yang lahir dari keduanya berupa Ijma Sahabat dan Qiyas) dan telah hilang pemahamannya terhadap syariat Islam, maka tidak mungkin umat ini menjadi rahmat bagi seluruh alam; justru dunia rugi lantaran kelemahan pemahaman kaum Muslim terhadap syariat Islam. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menutupi syariat Islam dan upaya menghambat serta menentang diterapkannya syariat Islam pada hakikatnya adalah menutup diri dan menghalangi rahmat bagi seluruh alam.[]