AS, Cina, dan Dominasi Dolar
Oleh: Aji Salam (praktisi ekonomi)
CEO Apple Tim Cook mengatakan pada Selasa (8/1) bahwa ekonomi AS-Cina yang kuat diperlukan agar ekonomi dunia menjadi kuat. Cook pun optimistis tentang solusi untuk sengketa perdagangan Amerika Serikat-Cina yang sedang berlangsung. Adalah “kepentingan terbaik” kedua belah pihak, Amerika Serikat dan Cina, untuk mencapai kesepakatan mengenai perselisihan perdagangan mereka, kata Cook dalam wawancara dengan gerai berita AS, CNBC. “Ini adalah perjanjian perdagangan yang sangat kompleks dan perlu diperbarui. Saya sangat optimistis bahwa ini akan terjadi,” katanya. (https://republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/19/01/09/pl2af4370-ceo-apple-dunia-butuh-kinerja-ekonomi-kuat-dari-as-dan-cina)
China dengan potensinya bisa menjadikan mata uangnya Yuan menjadi pesaing yang kuat secara global. Tetapi, cakrawala politik globalnya sempit. Berikutnya hal itu mempengaruhi sempitnya cakrawala ekonomi globalnya dari sisi persaingan dan konflik dengan Amerika. Oleh karena itu, China tidak bisa memaksakan mata uangnya secara global dalam transaksi perdagangan dan terhadap pasar keuangan meskipun skala ekonomi China besar. Tetapi China tetap bersandar kepada Dolar. China mengumpulkan Dolar dalam jumlah besar yang selama tahun terakhir berkisar 4,3 triliuan Dolar! China berusaha menjauh dari lembaga-lembaga keuangan Amerika.
China membentuk kelompok ekonomi BRICS bersama Rusia, India, Brasil dan Afrika Selatan. Total skala ekonomi kelompok BRICS sekira 15 trilliun Dolar setara dengan 20% dari skala ekonomi global yang mencapai 74 triliun Dollar… Demikian juga, China membentuk Bank pembangunan untuk membiayai proyek-proyek dan utang kepada kelompok BRICS pada Juli 2015 di Shanghai dengan modal 50 miliar Dolar dan akhirnya akan ditingkatkan menjadi 100 miliar Dolar sebagai alternatif dari Bank Dunia. Meski demikian, China tidak berlepas diri dari Dolar.
Ketika presiden Trump menjatuhkan sanksi terhadap Iran, Trump menjadikan sanksi itu mencakup person siapapun yang menggunakan Dolar untuk membeli minyak Iran. Karena China sekarang adalah importir terbesar minyak di dunia, maka tindakan Trump inilah yang memprovokasi China mengambil langkah-langkah untuk menghentikan penggunaan Dolar, apalagi China sedang dalam kondisi perang dagang melawan Amerika Serikat. Oleh karena itu pada Maret 2018, Bursa Berjangka Shanghai untuk pertama kalinya meluncurkan kontrak berjangka yang terbuka untuk para investor asing. Kontrak ini, yaitu kontrak berjangka, menggunakan denominasi Yuan agar menjadi pesaing untuk kontrak berjangka Brent dan WTI (West Texas Intermediate) yang menggunakan denominasi Dolar dan digunakan sebagai standar sekarang ini. Semua aksi ini memiliki bobot yang bisa mengguncang Dolar.
Satu hal yang membatasi kerja serius dari China untuk mendongkel Dolar atau mengguncangnya secara efektif adalah kuatnya keterikatan China dengan perekonomian dan Dolar Amerika. Skala perdagangan Amerika China sangat besar mencapai 500 miliar Dolar per tahun. China saat ini memiliki 1.170 miliar Dolar obligasi Amerika (website surat kabar keuangan China Xinhua, 30/9/2018). Angka itu menurun dari 1.300 miliar Dolar pada tahun 2013. China adalah negara pemilik terbesar obligasi Amerika. Cadangan China berupa Dolar mencapai 4,3 triliun Dolar, di tambah lagi bahwa China mengekspor komoditinya selama tahun 2016 senilai 2,1 triliun Dolar dan mengimpor 1,6 triliun Dolar sesuai data WTO yang membuat China sebagai raksasa ekonomi kedua di dunia setelah Amerika Serikat…
Begitulah, masifnya perdagangan China menggunakan Dolar, ditambah kepemilikannya atas obligasi Amerika, membuat China hanya melangkahkan satu kaki dalam upaya serius untuk mengguncang Dolar. Keberhasilan Amerika dalam menarik China untuk melakukan perdagangan internasional menggunakan Dolar membuat China konsern untuk tidak mengguncang Dolar. China sadar bahwa China akan menjadi pihak yang paling besar merugi secara global dari keguncangan Dolar.
Ini mendorong China membatasi perannya secara pelan dan hati-hati untuk menjaga cadangan Dolar dan obligasi miliknya. Sampai-sampai seandainya semua perdagangan China dengan Rusia diubah dari Dolar maka hal itu tidak menyelesaikan persoalan sebab skala perdagangan China Rusia secara timbal balik mencapai 120 miliar Dolar per tahun (Arabic China, 23/9/2018) tetap terbatas secara relatif dibandingkan perdagangan global yang mencapai lebih dari 20 triliun Dolar setahun. Dengan ini, China kurang berani dari Rusia dan lebih hati-hati dalam upayanya untuk membatasi dominasi Dolar.
Tampak bahwa China menyadari bahaya transaksi dengan Dolar, baik dari sisi masifnya cadangan Dolarnya atau dari sisi obligasi Amerika miliknya… dll. Maka jadilah China menjadi negara pembeli terbesar emas. China menaikkan cadangan emasnya dari 600 ton pada tahun 2008 menjadi 1.842 ton pada tahun 2018. Ini menjelaskan penurunan besar cadangan China dalam bentuk Dolar yang mencapai puncaknya pada tahun 2014 mencapai 4 triliun Dolar (website Trading Economics). Perlu diketahui, China membeli lebih dari 700 ton emas pada tahun 2015 saja. Adapun obligasi Amerika maka setelah krisis finansial tahun 2008 China menjual obligasi Amerika yang dimilikinya sehingga nilai penguasaan China atas obligasi Amerika selama dua tahun pasca krisis tersebut menurun.
Namun ancaman Amerika yang akan menghambat perdagangan China yang pada waktu itu mencuat dalam masalah mainan anak-anak yang diekspor dari China ke Amerika, menyebabkan peningkatan penguasaan China atas obligasi. Hal itu terus berlangsung sampai mencapai puncaknya tahun 2013. Tetapi China kembali menjual obligasi Amerika yang dikuasainya karena terjadinya ancaman perdagangan dari pemerintahan Trump. Maka penguasaan China atas obligasi Amerika menurun tidak secara konfrontatif.
Kemudian, China jadi mengetahui jalan dan dengan hati-hati untuk mengurangi peran Dolar dalam perdagangannya. Maka China menandatangani perjanjian dengan Rusia, Jepang dan negara lainnya untuk melakukan perdagangan menggunakan mata uang lokal. Demikian juga China mendirikan bursa Shanghai untuk perdagangan minyak dengan denominasi Yuan yang diback up dengan emas. Bursa itu mengcapture 10 % perdagangan minyak global selama enam bulan pertama sejak didirikan. China juga berpartisipasi dalam Special Drawing Right (SDR) IMF. “Hari ini di samping Dolar Amerika, Euro, Yen Jepang, Poundsterling dalam keranjang mata uang SDR (Special Drawing Right) IMF menambahkan Yuan China ke keranjang mata uang yang membentuk SDR (Special Drawing Right) sejak 1 Oktober 2016” (https://www.imf.org, 30-9-2016).
Meski dengan semua itu, masifnya cadangan China berupa Dolar dan obligasi Amerika … dsb, membuat kerja China untuk menyingkirkan Dolar tidak efektif berpengaruh. Oleh karena itu, Yuan hanya merepresentasikan 1,7% dari pembayaran internasional, dibandingkan Dolar Amerika yang merepresentasikan 40% pembayaran internasional.
Akumulasi utang Amerika selama sepuluh tahun ini telah membawa negeri ke dalam kesulitan finansial. Dikarenakan cepatnya akumulasi utang pemerintah Amerika setelah krisis 2008, total utang pemerintah Amerika melompat dari 8 triliun Dolar menjadi 21 triliun Dolar sekarang ini maka kesulitan finansial Amerika menjadi akut. Itulah yang disebut oleh Bolton sebagai bahaya terhadap keamanan nasional dan perlu penyelesaian cepat, yakni dalam jangka pendek dan menengah, bukan jangka panjang.
Berhadapan dengan realita ini maka ruang yang masih tersisa di depan Amerika untuk mengelola pendanaannya adalah dengan makin menyuntikkan likuiditas (mencetak Dolar). Penyuntikan likuiditas dengan kuantitas yang memenuhi pendanaan negara apalagi pembayaran utangnya akan menyebabkan runtuhnya Dolar, atau yang disebut oleh menteri keuangan Amerika “Dolar lemah – a weak Dolar -”. Itu artinya, negara-negara di dunia yang bertransaksi menggunakan Dolar dalam perdagangannya, dan cadangan mata uangnya, serta obligasi Amerika yang dimilikinya, akan kehilangan kekayaannya dengan kadar yang sama dengan melemahnya Dolar. Artinya akan terjadi pukulan kuat terhadap negara-negara itu.
Realita sekarang ini tidak memungkinkan negara-negara ini untuk bersandar kepada mata uang global pengganti Dolar. Tetapi, bisa dikatakan bahwa upaya Rusia dan China untuk bertransaksi menggunakan mata uang lokal dan membuat kontrak dengan negara-negara lain menggunakan mata uang lokal jelas memiliki pengaruh dalam menghancurkan dominasi Dolar jika terus berlangsung dengan kuat dan tanpa melemah.
Pergerakan Eropa di samping China akan memiliki pengaruh lebih besar. Permintaan untuk membeli emas akan memperkuat hal itu, hanya saja hal itu tidak menyelesaikan persoalan selama emas tetap sebagai komoditi di bank-bank sentral yang dijual untuk memperoleh Dolar ketika negara-negara memerlukan Dolar. Atau emas sebagai cadangan untuk mendukung uang fiat money milik negara tersebut agar bisa memperoleh mata uang kuat (hard currency)…
Persoalan tidak akan terselesaikan kecuali emas dan perak menjadi mata uang. Dan jika dikeluarkan uang kertas maka wajib dinilai dengan emas atau perak dan bukan hanya emas dan perak itu menjadi komoditi di bank-bank sentral untuk membeli mata uang kuat (hard currency)… Artinya, bahwa bank sentral di setiap negara mengeluarkan mata uang dengan emas dan perak. Dan tidak ada halangan negara mengeluarkan uang kertas yang dinilai dengan emas dan perak di mana pembawa uang kertas itu kapan saja bisa pergi ke bank dan menukarkannya dengan emas atau perak. Artinya, uang kertas itu digunakan sebagai mata uang substitusi dari emas dan perak yang bisa ditukarkan degan emas dan perak sesuai nominal yang tertulis. Maka ketika itu, dominasi akan menjadi milik emas dan perak…
dan berikutnya negara tidak bisa merampok kekayaan pihak lain atau mengeksploitasi tenaga mereka dan menggerakkan alat-alat perang dan melancarkan perang invasif menggunakan mata uang yang tidak memiliki nilai. Seperti yang kita lihat sekarang, tidak ada negara yang mampu melakukan hal itu. Melainkan hanya daulah al-Khilafah yang mungkin mengimplementasikannya sebab ketentuan itu (menjadi emas dan perak sebagai basis mata uang) merupakan hukum syara’ yang diperintahkan oleh Allah SWT.[]