[Buletin Kaffah] Segera Selamatkan Muslim Uighur
Buletin Kaffah No. 070 – 13 Rabiul Akhir 1440 H/21 Desember 2018 M
Kekerasan terhadap kaum Muslim etnis Uighur di Xinjiang, Cina, kembali terjadi. Panel Hak Asasi Manusia PBB pada Jumat (10/8/18) mengaku telah menerima banyak laporan terpercaya, bahwa satu juta warga etnis Uighur di Cina telah ditahan di satu tempat pengasingan rahasia yang sangat besar.
Anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasional PBB, Gary McDougall, mengatakan sekitar dua juta warga Uighur dan kelompok minoritas Muslim dipaksa menjalani indoktrinasi di sejumlah penampungan politik di wilayah otonomi Xinjiang (Republika.co.id).
Kekejaman Pemerintah Cina
Pada bulan lalu, lembaga Chinese Human Rights Defenders menyatakan dalam sebuah laporan, 21 persen dari semua penangkapan di Cina sepanjang 2017 terjadi di Xinjiang (Republika.co.id).
Kondisi yang sangat mengkhawatirkan ini tidak mendapatkan respon yang memadai dari dunia internasional, termasuk Pemerintah Indonesia. Presiden Jokowi tidak bersuara. Wakil Presiden JK menganggap Indonesia tak dapat ikut campur dalam permasalahan ini karena itu merupakan masalah dalam negeri Cina (Cnnindonesia.com).
Pemerintah Cina telah lama berlaku kejam terhadap kaum Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Mereka kerap memberlakukan aturan tak masuk akal seperti: melarang puasa saat Ramadhan, melarang menggelar pengajian hingga melarang salat berjamaah. Bahkan Pemerintah Cina secara ketat menempatkan pos-pos pemeriksaan di seluruh wilayah hingga perbatasan Xinjiang.
Mengapa Pemerintah Cina melakukan penindasan terhadap Muslim Uighur? Penyebabnya hanya satu: Karena mereka Muslim. Karena mereka memeluk Islam. Artinya, yang dimusuhi oleh Pemerintah Cina adalah segala hal yang berkaitan dengan Islam. Itu pula yang hendak mereka musnahkan dari bangsa Uighur. Mereka melucuti segala yang berbau Islam.
Mereka menutup banyak masjid di Xinjiang. Mereka melarang pria Muslim memelihara jenggot. Yang menolak ketentuan itu akan diganggu dan diintimidasi. Mereka juga memerintahkan pemilik toko menjual alkohol. Ini dilakukan sebagai upaya melemahkan aturan agama. Juga melarang umat Islam untuk memberikan nama-nama islami.
Terbaru, mereka membuat kamp-kamp konsentrasi. Mirip rumah tahanan besar. Di situlah mereka berupaya mencuci otak kaum Muslim Uighur dan menanamkan doktrin komunisme.
Permusuhan Terhadap Islam
Bagi kita, semua tindakan mereka bukan sesuatu yang mengherankan. Sebab begitulah sikap kaum kafir terhadap kaum Muslim pada umumnya. Kebencian mereka terhadap kaum Muslim dengan jelas diberitakan dalam firman-Nya:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Sungguh kamu akan mendapati manusia yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik (TQS al-Maidah [5]: 82).
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
Mereka (kaum kafir) tidak pernah berhenti memerangi kalian (kaum Muslim) sampai mereka bisa mengembalikan kalian dari agama kalian (pada kekafiran) andai saja mereka sanggup (TQS al-Baqarah [2]: 217).
Demikianlah kebencian dan permusuhan kaum kafir dan musyrik terhadap kaum Muslim. Karena itu aneh jika ada kaum Muslim yang masih berharap belas kasihan mereka.
Wajib Menolong Muslim Uighur
Perintah al-Quran kepada kaum Muslim sangat jelas. Saat saudara mereka ditindas dan meminta pertolongan, kaum Muslim wajib memberikan pertolongan kepada mereka. Allah SWT berfirman:
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib memberikan pertolongan (TQS al-Anfal [8]: 72).
Uighur telah lama menjerit meminta tolong kepada kaum Muslim. Mereka ingin diselamatkan. Karena itu wajib atas kaum Muslim sedunia, termasuk Pemerintah dan rakyat Indonesia, melindungi mereka; memelihara keimanan dan keislaman mereka; sekaligus mencegah mereka dari kekufuran yang dipaksakan kepada mereka.
Sayang, saat ini tak ada seorang pemimpin Muslim pun yang mau dan berani mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan mereka. Sungguh tak ada yang mempedulikan mereka. Termasuk penguasa negeri ini, yang penduduk Muslimnya terbesar di dunia. Jangankan memberikan pertolongan secara riil, bahkan sekadar kecaman pun tak terdengar dari penguasa negeri ini.
Dunia Butuh Khilafah
Semua realitas di atas menambah daftar panjang betapa besar penderitaan umat Islam sekarang. Sebab Uighur tak sendirian. Nasib serupa juga dialami oleh Muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Philipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Semua penderitaan kaum Muslim ini semakin meneguhkan kesimpulan tentang betapa butuhnya umat terhadap Khilafah.
Mengapa Khilafah? Tentu karena umat Islam di berbagai wilayah mengetahui bahwa keselamatan mereka hanya ada pada Islam, juga pada kekuasaan Islam (Khilafah). Sebab Khilafah adalah perisai/pelindung sejati umat Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi saw.:
وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia (HR al-Bukhari dan Muslim).
Makna frasa “Al-Imâm junnat[un] (Imam/Khalifah itu laksana perisai)” dijelaskan oleh Imam an-Nawawi, “Maksudnya, ibarat tameng, karena Imam/Khalifah mencegah musuh untuk menyerang (menyakiti) kaum Muslim; mencegah anggota masyarakat satu sama lain dari serangan; melindungi keutuhan Islam…”
Mengapa hanya Imam/Khalifah yang disebut sebagai junnah (perisai)? Karena dialah satu-satunya yang bertanggung jawab. Ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi saw.:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam khususnya dan rakyat umumnya meniscayakan Imam/Khalifah harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yakni Khilafah. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi (Khalifah) dan negara (Khilafah)-nya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri kepala Negara Islam pada masa lalu, baik Nabi saw. maupun para khalifah setelah beliau. Ini antara lain tampak pada surat Khalid bin al-Walid:
Dengan menyebut asma Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid bin al-Walid, kepada Raja Persia. Segala pujian hanya milik Allah, Yang telah menggantikan rezim kalian, menghancurkan tipudaya kalian dan memecahbelah kesatuan kalian…Karena itu, masuk Islamlah kalian. Jika tidak, bayarlah jizyah. Jika tidak, aku akan mendatangkan kepada kalian kaum yang mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.
Ketika ada wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, sebagai kepala negara, Nabi saw. menyatakan perang terhadap mereka. Mereka pun diusir dari Madinah. Demikianlah yang dilakukan Nabi saw., sebagai kepala Negara Islam saat itu, demi melindungi kaum Muslim.
Hal yang sama dilakukan oleh para khalifah setelah beliau. Khalifah Harun ar-Rasyid, di era Khilafah ‘Abbasiyyah, misalnya, pernah menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi, dan memaksa dia berlutut kepada Khilafah.
Khalifah Al-Mu’tashim, juga di era Khilafah ‘Abbasiyyah, pernah memenuhi permintaan tolong wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi. Ia segera mengirim ratusan ribu pasukan kaum Muslim untuk melumat Amuriah, mengakibatkan ribuan tentara Romawi terbunuh, dan ribuan lainnya ditawan.
Demikian pula yang dilakukan oleh Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah ‘Utsmaniyah dalam melindungi kaum Muslim. Semuanya melakukan hal yang sama karena mereka adalah junnah (perisai).
Semua itu tentu dasarnya adalah akidah Islam. Karena akidah Islam inilah, kaum Muslim siap menang dan mati syahid. Rasa takut di dalam hati mereka pun tak ada lagi. Karena itu musuh-musuh mereka takut luar biasa ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslim. Kata Raja Romawi, “Lebih baik ditelan bumi ketimbang berhadapan dengan mereka (kaum Muslim).” Bahkan sampai terpatri di benak kaum kafir, bahwa kaum Muslim tak bisa dikalahkan. Inilah generasi umat Islam yang luar biasa. Generasi ini hanya ada dalam sistem Khilafah.
Bandingkan dengan saat ini, khususnya di negeri ini. Saat al-Quran dan Nabi Muhammad saw. dinista, justru penguasanya membela sang penista. Ketika kekayaan alam milik rakyat dikuasai negara kafir penjajah, jangankan mengambil balik, dan mengusir mereka, melakukan negosiasi ulang saja tidak berani. Bahkan penguasalah yang memberikan kekayaan alam negerinya kepada negara kafir. Sebaliknya, rakyatnya sendiri terpaksa harus mendapatkan semua itu dengan susah payah dan dengan harga yang sangat mahal. Ketika orang kafir menyerang masjid dan membunuh jamaahnya, penyerangnya malah mereka undang ke istana negara.
Karena itu jelas, kita tak bisa berharap banyak kepada para pemimpin Muslim saat ini. Khilafahlah satu-satunya harapan. Sebab Khilafahlah pelindung sejati umat sekaligus penjaga agama, kehormatan, darah dan harta mereka. Khilafah pula yang bakal menjadi penjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka.
Semoga kali ini, semua penderitaan kaum Muslim di seluruh dunia, khususnya Muslim Uighur, menyadarkan kita semua bahwa Khilafah sudah saatnya hadir kembali. Tak bisa lagi kaum Muslim menunggu terlalu lama. Saatnya Khilafah Rasyidah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua ditegakkan di muka bumi ini. []
Hikmah:
«…ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ».
…Kemudian akan datang kembali Khilafah yang tegak di atas metode kenabian (HR Ahmad dan Abu Dawud). []