Islam Punya Jawaban Cara Peningkatan Signifikan dalam Perekonomian Indonesia, Tentu Sangat Berbeda dari Resep IMF!

 Islam Punya Jawaban Cara Peningkatan Signifikan dalam Perekonomian Indonesia, Tentu Sangat Berbeda dari Resep IMF!

Oleh: Firdaus – ForKei (Dir. Forum Kajian Kebijakan Energi)

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, perekonomian Indonesia bahkan sudah jauh lebih baik dibandingkan dua puluh tahun lalu ketika terjadi krisis ekonomi Asia. “Kita lihat Indonesia sudah bisa melewati krisis keuangan. Ada peningkatan signifikan sekali dalam perekonomian Indonesia,” kata Lagarde dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (11/10). (https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/10/11/pgf797383-imf-perekonomian-indonesia-meningkat-signifikan)

Pujian Beracun?

Hati-hati dengan pujian dari IMF. Kenyataannya, sampai saat ini kondisi ekonomi masih terus memburuk. Nilai tukar rupiah terhadap dollar masih rendah. Nilai mata uang di pasar uang sangat rentan bergejolak. Saluran dana untuk kredit ke sektor industri, infrastruktur dan perdagangan rentan macet. Dan potensi PHK massal menjadi ancaman ekonomi di masa depan.

Indonesia pasti bias menjadi Negara kuat. Adapun kuat-lemahnya suatu negara bisa dilihat dari pengaruh negara tersebut dalam percaturan politik dan ekonomi internasional. Negara berpengaruh umumnya adalah negara yang berbasis ideologi. Negara ideologis ini tidak akan mudah menerima kerjasama, bantuan ataupun yang lainnya selama tidak sesuai dengan orientasi ideologinya. Karena itu, negara ideologis biasanya merupakan negara yang mandiri, tidak bergantung pada negara lain dan bahkan bisa mempengaruhi negara-negara lain.

Sebaliknya, negara-negara yang tidak berbasis ideologi akan mengikuti orientasi negara-negara ideologis. Contohnya adalah Indonesia saat ini, yang Polugrinya lebih cenderung mengekor pada orientasi politik Amerika Serikat. Ketundukkan Indonesia untuk mengikuti saja skenario Amerika Serikat dalam Perang Melawan Terorisme, misalnya, menunjukkan bahwa Indonesia memang tidak mandiri.

Pertanyaannya: Bagaimana agar Indonesia menjadi negara yang mandiri sekaligus berpengaruh? Jawabannya, tentu Indonesia harus menjadi negara ideologis. Lalu ideologi mana yang harus dipilih? Apakah Sosialisme yang sudah terbukti gagal, ataukah Kapitalisme yang sedang menuju jurang kehancuran, atau Islam yang pernah terbukti dalam sejarah berhasil menciptakan segala kebaikan dan kemaslahatan bagi umat manusia? Akal sehat tentu akan memilih yang terakhir.

Jadikan Islam sebagai Pedoman

Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti—atau terikat dengan—sektor riil. Dalam pandangan Islam, uang bukan komoditas (barang dagangan), melainkan alat pembayaran. Islam menolak keras segala jenis transaksi semu seperti yang terjadi di pasar uang atau pasar modal saat ini. Sebaliknya, Islam mendorong perdagangan internasional. Muhammad saw., sebelum menjadi rasul, telah menjadi pedagang internasional sejak usia remaja. Ketika berusia belasan tahun, beliau telah berdagang ke Syam (Suriah), Yaman dan beberapa negara di kawasan Teluk sekarang. Lalu saat beliau menjadi rasul sekaligus menjadi kepala negara Daulah Islamiyah di Madinah, sejak awal kekuasaannya, umat Islam telah menjalin kontak bisnis dengan Cina, India, Persia, dan Romawi. Bahkan hanya dua abad kemudian (abad kedelapan), para pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara.

Sepanjang keberadaan Daulah Islamiyah pada zaman Nabi Muhammad saw. jarang sekali terjadi krisis ekonomi (Pernah sekali Daulah Islam mengalami defisit, yaitu sebelum Perang Hunain, namun segera dilunasi setelah perang). Pada zaman Kekhilafahan Islam, khususnya masa Khulafaur Rasyidin juga begitu. Pada zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab dan khalifah Utsman bin Affan APBN malah sering mengalami surplus.

Apa rahasianya? Ini karena kebijakan moneter Daulah Islamiyah masa Rasulullah saw. dan Kekhilafahan Islam pada masa para khalifah selalu terkait dengan sektor riil, terutama perdagangan.

Keunggulan Sistem Ekonomi Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar penawaran dan permintaan, pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, nilai mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non-riil.

Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam dilakukan dengan melaksanakan beberapa prinsip dasar di dalam mencapai tujuan terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat.

  1. Pengaturan atas kepemilikan.

Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi tiga. Pertama: kepemilikan umum. Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas; termasuk semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya. Dalam hal ini, negara hanya mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Kedua: kepemilikan negara. Kepemilikan negara meliputi semua kekayaan yang diambil negara seperti pajak dengan segala bentuknya serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.

Ketiga: kepemilikan individu. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syariah.

  1. Penetapan sistem mata uang emas dan perak.

Emas dan perak adalah mata uang dalam sistem Islam. Mengeluarkan kertas substitusi harus ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar, saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap, dan tidak berubah.

Ditinggalkannya mata uang emas dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas telah melemahkan perekonomian negara. Dominasi mata uang dolar yang tidak ditopang secara langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi menjadi sangat rentan terhadap gejolak mata uang dolar. Goncangan sekecil apapun yang terjadi di Amerika akan dengan cepat merambat ke seluruh dunia. Bukan hanya itu, gejolak politik pun akan berdampak pada naik-turunnya nilai mata uang akibat uang dijadikan komoditas (barang dagangan) di pasar uang yang penuh spekulasi (untung-untungan).

  1. Penghapusan sistem perbankan ribawi.

Sistem ekonomi Islam melarang riba, baik nasiah maupun fadhal; juga menetapkan pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa tambahan (bunga) dari uang pokoknya. Di Baitul Mal (kas negara Daulah Islamiyah), masyarakat bisa memperoleh pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para petani, tanpa ada unsur riba sedikitpun di dalamnya.

  1. Pengharaman sistem perdagangan di pasar non-riil.

Yang termasuk ke dalam pasar non-riil (virtual market) saat ini adalah pasar sekuritas (surat-surat berharga); pasar berjangka (komoditas emas, CPO, tambang dan energi, dll) dan pasar uang. Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum barang menjadi milik dan dikuasai oleh penjualnya, haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh Kapitalisme, dengan klaim kebebasan kepemilikan.

Inilah sistem ekonomi Islam yang benar-benar akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan bebas dari guncangan krisis ekonomi.

Sistem ini terbukti telah mampu menciptakan kesejahteraan umat manusia—Muslim dan non-Muslim—tanpa harus selalu berhadapan dengan krisis ekonomi yang secara berkala menimpa, sebagaimana dialami sistem ekonomi Kapitalisme.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *