Dari Krisis ke Krisis

 Dari Krisis ke Krisis

Oleh: Dr. Fahrur Ulum, MEI (Dir. Forum Ekonomi Indonesia)

Sengkarut problem dalam bidang Ekonomi Indonesia terjadi tatkala sistem Kapitalisme diterapkan. Ini terjadi karena memang metode penyebaran ideologi Kapitalisme adalah dengan imperialism (penjajahan). Sehingga mau tidak mau, sadar tidak sadar penjajahan, khususnya dalam bidang Ekonomi tetaplah Indonesia dalam problem serius. Keadaan yang seperti ini bisa disebut dengan hegemoni kapitalisme. Meskipun Indonesia sebagai surganya Sumber Daya Alam, namun ternyata tidak serta merta membawa kemandirian dan kekuatan bagi Negara ini. Sebagaimana dapat kita lihat dari jejak rekam Indonesia dalam hal berhutang dan lainnya.

20 Tahun Krisis moneter di Indonesia berlalu. Kita ambil pelajaran. Pada Juni 1997, banyak yang berpendapat bahwa Indonesia masih jauh dari krisis karena beberapa pandangan ketika itu menyatakan bahwa Indonesia berbeda dengan Thailand. Indonesia memiliki inflasi rendah, surplus neraca perdagangan lebih dari 900 juta dollar AS, cadangan devisa cukup besar, lebih dari 20 miliar dollar AS, dan sektor perbankan masih baik-baik saja.

Sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan, adalah sektor yang terpukul cukup parah. Risiko lanjutannya adalah lahirnya gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.

Mengambil hikmah dari krismon 1997, dan rentannya ekonomi Indonesia terpukul oleh krisis, ternyata hegemoni kapitalisme yang melanda negeri ini sudah menyeluruh atau kaffah. Kapitalisme melingkupi segenap kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Dari mulai politik, ekonomi, sosial, dan juga kesehatan hingga HAM (Hak Asasi Manusia) merasakan jeratan kapitalisme. Dan ini semua sudah menjadi bentuk penjajahan gaya baru yang tidak lagi menggunakan jalur perang atau neo imperialisme/neo kolonialisme.

Dalam bidang ekonomi, salah satu tokoh, yaitu Cardoso, pakar Teori Ketergantungan (Dependency Theory) menegaskan : “Dominasi eksternal hanya bisa terwujud berkat dukungan internal, yakni perilaku sosial kelas dominan yang sangat mungkin memiliki kepentingan yg tidak berbeda.”(Yoseph Umarhadi, Jebakan Liberalisasi, Yogyakarta : Cakrawala Institute, 2010, hal. 83).

Menjadi menarik adalah bahwa hegemoni kapitalisme mempunyai struktur secara global dan juga lokal dalam negeri Indonesia. Dalam referensi yang ada disebutkan bahwa Struktur Kapitlisme Lokal sebagai berikut :

  1. Elit penguasa lokal.
  2. Birokrat – teknokrat
  3. Perusahaan multinasional.
  4. Kaum “borjuis” (kapitalis) lokal kroni penguasa (erzats capitalism).

(Lihat Bradley R. Simpson, Economists with Guns : Amerika Serikat, CIA, dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru, Jakarta : Gramedia, 2010, hal. 342; Yoseph Umarhadi, Jebakan Liberalisasi, Yogyakarta : Cakrawala Institute, 2010, hal. 9).

Secara global kapitalisme mempunyai Struktur sebagai berikut :

  1. Negara-negara kapitalis, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan lain-lain,
  2. Lembaga keuangan atau perdagangan internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO,
  3. Perusahaan-perusahaan multi nasional (multi national corporations), dan
  4. Para elit penguasa Dunia Ketiga.

(Nanang Pamuji Mugasejati & Ucu Martanto (Ed.), Kritik Globalisasi & Neoliberalisme, Yogyakarta : Fisipol UGM, 2006, hal. 7-8).

Selain memang ternyata adanya struktur kapitalisme, baik lokal maupun global ternyata ada proses sistemik penjajahan dalam bidang Ekonomi yang terjadi. Proses yang begitu bagus, sehingga kebanyakan masyarakat tidak sadar kalau sedang dijajah. Mereka tidak sadar kalau mereka mengalami penjajahan. Begitu “cantiknya” proses penjajahan tersebut, sehingga menjadi jurus-jurus hegemoni kapitalisme ampuh yang juga sangat jitu.

Penjajahan ini, yaitu dalam bidang ekonomi di Indonesia adalah sangat nyata oleh Amerika Serikat khususnya. Mulai dari liberalisasi dalam perdangangan, dengan banyaknya lembaga yang menaunginya. Sebut saja WTO, GATT, AFTA dan semua lembaga perdagangan bebas yang Indonesia masuk di dalamnya.

Karena itulah mempertahankan sistem ekonomi kapitalis sama dengan mempertahankan dan meningkatkan kerusakan, kemiskinan dan penderitaan rakyat. Kapitalisme tidak berhenti disitu. Masih banyak langkah yang dilakukan untuk mengokohkan hegemoninya di Indonesia ini. Indonesia yang mempunyai sumber alam berupa bahan baku adalah peluang emas bagi para kapitalis. Para kapitalis akan mencoba untuk memiliki bahan baku tersebut, seperti hutan, minyak dan sebagainya. Dan hal ini bisa terlihat di Indonesia. Menurut Dirjen Gas tahun 2009 kepemilikan sumur-sumur minyak di Indonesia di dominasi oleh asing. Chevron dan Exxon menguasai hampir separuh produksi migas nasional.

 

Para kapitalis masih mempunyai jurus-jurusnya agar semakin menguntungkannya. Mereka akan semakin untung jika harga bahan baku lokal murah. Bagaimana caranya ?. Dengan pasar valas hal itu bisa terealisasikan. Bagaimana kerjanya pasar valas ?. Pasar valas adalah lembaga pertukaran uang asing dengan jenis uang lainnya. Dengan adanya pasar valas kurs sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Uang akan menjadi fluktuatif atau selalu mengikuti gerak pertukaran kurs.

Nilai mata uang akan sangat mudah untuk dimaipulasi oleh para pemegang modal yang kuat. Jika ingin menghancurkan nilai uang rupiah mudah saja. Hanya dengan menarik mata uang asing yang beredar di Indonesia. Begitu juga sebaliknya. Dengan adanya perubahan nilai mata uang, maka akan mempengaruhi harga dari barang-barang termasuk di dalamnya adalah bahan baku. Sungguh cara yang jitu.

Mereka belum puas dengan cara-cara yang di atas untuk mendapatkan tambahan keuntungan baginya. Agar keuntungan yang didapat semakin tinggi dapat dilakukan dengan cara menekan total biaya produksi. Cara termudah adalah dengan menekan upah para tenaga kerja. Menurut Karl Marx ada teori berhubungan dengan ini, yaitu the iron wage’s. Dalam istilah sekarang disebut denganUMR. Ya UMR menjadi alat agar keuntungan bisa di dapat lebih banyak lagi, dan banyak lagi.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *