Kebangkitan Bermula dari Ideologi
Oleh: Taufik S. Permana (Geopolitical Institute)
Individu yang bangkit dapat dilihat dari perilakunya. Perilaku individu itu ditentukan oleh pemikiran yang ia yakini. Jika pemikirannya rendah maka individu itu pun akan menjadi individu yang rendah. Sebaliknya, ketika pemikiran yang diemban dan diyakini individu itu tinggi, maka ia akan menjelma menjadi individu yang bangkit. Artinya, bangkit-tidaknya individu itu sebenarnya ditentukan oleh tinggi-rendahnya pemikiran yang ia emban dan ia yakini.
Hal yang sama berlaku juga pada masyarakat. Masyarakat merupakan kumpulan individu yang di dalamnya terdapat interaksi yang terus-menerus. Interaksi terus-menerus itulah yang menjadikan kumpulan individu menjadi sebuah masyarakat. Interaksi itu terjadi karena adanya kemaslahatan yang sama, yang ditentukan oleh adanya kesamaan pemikiran dan perasaan atas kemaslahatan itu. Ketika pemikiran yang diemban dan diyakini oleh masyarakat itu tinggi, maka masyarakat itu akan bangkit. Sebaliknya, jika pemikiran yang diemban dan diyakini masyarakat itu rendah, mereka pun menjelma menjadi masyarakat yang rendah.
Dengan demikian, kebangkitan itu identik dengan kemajuan dan ketinggian taraf pemikiran (al-irtifâ’ al-fikri). Pemikiran yang tinggi, yang akan mewujudkan kebangkitan, tentu bukan sembarang pemikiran. Ia adalah pemikiran tentang pandangan hidup dan apa yang terkait dengannya.
Kemajuan pemikiran mencerminkan terjadinya transformasi dari aspek hewani ke aspek manusiawi. Pemikiran yang berkaitan dengan upaya memperoleh makanan, misalnya, hanyalah pemikiran instingtif (naluriah) dan rendah. Sebaliknya, pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan upaya memperoleh makanan adalah pemikiran yang lebih tinggi. Pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan urusan suatu kaum adalah lebih tinggi daripada yang berkaitan dengan pengaturan urusan keluarga. Namun, pemikiran yang tertinggi adalah pemikiran tentang pengaturan urusan manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai individu. Pemikiran inilah yang akan melahirkan kebangkitan.
Pengaturan urusan manusia ditentukan dan didasarkan pada pemikiran mendasar tentang hakikat hidup dan kehidupan, yaitu pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, kehidupan dan manusia. Dengan kata lain, pengaturan urusan manusia itu didasarkan akidah, pandangan hidup atau ideologi. Dengan demikian, kebangkitan hakiki adalah kebangkitan atas dasar ideologi, yaitu akidah yang memancarkan sistem pengaturan urusan manusia. Tingginya taraf perekonomian dan tingginya akhlak tidak akan melahirkan kebangkitan hakiki, melainkan kebangkitan semu.
Barat bangkit karena ideologinya, yaitu Sekularisme-Kapitalisme. Uni Soviet, sebelum bubar, bangkit karena ideologinya, yaitu Sosialisme-Komunisme. Umat Islam pun dulu bangkit karena ideologinya, yaitu Islam. Sebaliknya, Indonesia yang mengklaim bukan negara sekular dan bukan pula negara agama (Islam) tidak pernah bangkit. Ini wajar saja. Sebabnya, landasan kebangkitannya tidak ideologis. Akibatnya, ekonomi amblas, dikuasai oleh segelintir orang dan pihak asing. Akidah umat Islam tidak terjaga. Pihak-pihak yang merusak dan mengacak-acak Islam malah dilindungi dan dilestarikan.
Kebangkitan yang sahih adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang sahih. Itulah kebangkitan yang didasarkan pada akidah Islam sebagai satu-satunya akidah yang sahih. Sebaliknya, kebangkitan yang salah adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang juga salah. Contohnya, kebangkitan Barat yang didasarkan pada Sekularisme, atau kebangkitan Soviet dengan Komunisme.
Ideologi yang ada di dunia ini hanya ada 3 (tiga): (1) Sekularisme-Kapitalisme; (2) Sosialisme-Komunisme; (3) Islam. Dalam hal ini, kebangkitan hakiki adalah kebangkitan atas dasar pemikiran (fikrah). Islamlah satu-satunya fikrah yang sahih, yang didasarkan pada ruh, yang mengakui keberadaan Allah dengan segala kewenangan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian, kebangkitan atas dasar Islamlah satu-satunya kebangkitan yang sahih. Sebabnya, Islam disandarkan pada asas (akidah) yang mustahil memiliki kekurangan dan kesalahan.
Adapun metode untuk mewujudkan kebangkitan adalah dengan membangun pemerintahan berlandaskan pemikiran (fikrah), bukan UU, sistem dan hukum. Inilah satu-satunya cara untuk meraih kebangkitan. Inggris, Prancis, Amerika dan lain-lain benar-benar bangkit karena dibangun berdasarkan fikrah, yaitu Sekularisme. Membangun pemerintahan dengan UU, sistem dan hukum tidak akan pernah melahirkan kebangkitan. Kasus Turki dengan Revolusi Kemalis (1924), Mesir dengan Kudeta Perwira (1952), Libya dengan Kudeta Kadafi, dan sebagainya menunjukkan hal itu. Jadi, hukum asal dalam kebangkitan bukanlah mengambil kekuasaan, melainkan menghimpun umat berlandaskan fikrah, yaitu syariah Islam. Itu artinya, pemerintahan itu dibangun berlandaskan kekuatan umat yang telah mengemban ideologi Islam.
Untuk itu, langkah paling awal, seluruh konsepsi syariah yang dibutuhkan untuk mewujudkan kebangkitan—akidah, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pendidikan, sanksi hukum, hukum pembuktian, politik luar negeri, dsb—harus dirumuskan dan disiapkan dengan matang dan mendalam. Di sinilah Hizbut Tahrir telah melakukan peran itu.
Ketika konsepsi syariah itu telah siap, agar umat berhasil dihimpun berlandaskan konsepsi itu, maka harus ada orang-orang yang secara terorganisasi melakukan kontak dinamis dengan umat untuk mensosialisasikan fikrah (konsepsi syariah) kepada mereka.
Umat Islam adalah kumpulan manusia yang diikat oleh akidah Islam, baik sipil, militer, birokrat, rakyat, santri, abangan, modern, tradisionalis, dsb. Kepada mereka inilah fikrah di atas disosialisasikan. Sosialisasi itu harus dilakukan secara berpengaruh sehingga fikrah tersebut menjadi fikrahmereka. Setelah itu, akan muncul kesadaran ideologis dalam diri mereka akan urgensi dan wajibnya fikrah (konsepsi syariah) tersebut diwujudkan pada tataran real.
Seiring dengan sosialisasi itu, wajib diupayakan agar umat Islam yang menginginkan kebangkitan itu memiliki kesadaran politik. Dengan begitu mereka tahu ancaman terhadap Islam, umat, negara, masyarakat dan diri mereka.
Setelah mayoritas komponen umat Islam menerima dan mendukung, maka dukungan politik terhadap fikrah tersebut akan menguat. Dukungan politik yang kuat terhadap fikrah inilah yang akan menjadi sarana paling efektif untuk mewujudkan kebangkitan yang hakiki dan benar. Itulah kebangkitan Islam.
Selanjutnya terjadilah perubahan dengan pondasi fikrah yang kokoh, yaitu syariah Islam. Itulah perubahan yang dicontohkan Nabi saw. Beliau membangun pemerintahan Islam di Madinah berlandaskan akidah Islam (Lâ ilâha illa Allâh Muhammad Rasûlullâh) dan sistem yang terpancar darinya. Jadi, kebangkitan Indonesia adalah menghimpun umat Islam di Indonesia dengan fikrah (syariah) Islam, mengarahkan hidup mereka pada fikrah(syariah) Islam, dan membangun pemerintahan berdasarkan fikrah(syariah) Islam tersebut.[]