Perpu Ormas dan Kapitalisasi Kebencian HTI
Oleh: Nasrudin Joha
Mungkin akan ada banyak yang mengklaim judul tulisan ini tendensius, tidak objektif dan cenderung mendeskreditkan Pemerintahan Jokowi. Tetapi perlu penulis sampaikan, telah ada putusan organisasi amnesti internasional yang menyebut Perppu Ormas sebagai dalih kapitalisasi kebencian berdasarkan radikalisme untuk membubarkan HTI.
Memang organisasi HAM yang bermarkas di London itu tidak menyebut spesifik HTI, tetapi faktanya HTI yang dijadikan tumbal pemerintahan Jokowi dengan mengkapitalisasi sentimen kebencian atas “Radikalisme” menggunakan Golok Perppu.
Pasca pembubaran itu, kapitalisasi radikalisme diintensifkan dengan melakukan berbagai tindakan yang lebih parah lagi. Pelanggaran HAM tingkat pertama diikuti pelanggaran HAM selanjutnya.
Pelanggaran HAM pertama adalah melakukan pembubaran ormas Islam tanpa prosedur pengadilan. Tentu, tindakan ini bertentangan dengan konstitusi atas pengakuan dan jaminan kebebasan berpendapat dan berorganisasi.
Pasca pencabutan status BHP HTI, pelanggaran HAM selanjutnya adalah adanya perburuan (persekusi) kepada individu-individu baik di jajaran ASN, akademisi dan mahasiswa dengan dalih asosiasi HTI. Semua orang dituduh bersalah, hanya karena dianggap berafiliasi dengan HTI.
Sampai sampai muncul kesimpulan serampangan, setiap elemen anggota masyarakat yang mengkritik kebijakan penguasa yang dzalim dipandang sebagai “Kroni HTI”.
Padahal keberadaan HTI tidak pernah merugikan keuangan negara, aktivis HTI tidak ada yang tersangkut kasus hukum dalam berdakwah, aktivitas HTI justru membina masyarakat dengan dakwah murni pemikiran, tanpa kekerasan tanpa fisik.
Tidak pernah ada kabar kader HTI kena OTT KPK. Tidak ada cerita anggota HTI menjadi korban Narkoba. Tidak ada info yang menyebut HTI menjual aset negara ke asing, menumpuk Hutang hingga 4000 T, HTI membiarkan TKA China masuk ke dalam negeri. Dll.
Tidak pula ada berita yang menyebut HTI memalak pejabat, meminta bantuan negara untuk operasional dakwahnya, tidak pula pernah mengedarkan kotak keliling untuk menghimpun dana publik. Baik di Masjid maupun di Mushola atau dari rumah ke rumah.
Satu-satunya yang dianggap ‘kesalahan’ adalah Khilafah. Khilafah selalu yang dijadikan dalih pembubaran, dalih radikalisme, anti Pancasila, bertentangan dengan UUD 45, dan sederet deklamasi koplak yang membosankan.
Padahal, Khilafah adalah ajaran Islam, Khilafah adalah bagian dari umat Islam yang tidak bisa dipisahkan. Khilafah milik seluruh umat, bukan milik HTI.
Bahkan, dengan dalih radikalisme, rezim terus mengintensifkan kriminalisasi kepada Islam, simbol dan ajarannya.
Padahal jika mau jujur, justru umat sangat jengah dan bosan dengan keangkuhan rezim yang tutup mata dan tutup telinga atas penderitaan yang dialami umat.
Umat justru mangkel (baca: jengkel) dengan kelakuan partai politik yang kadernya banyak kesandung kasus korupsi. Umat juga sudah emoh dengan kelakuan pejabat yang sering menyalahgunakan kekuasaannya.
Mestinya rezim ini berterima kasih kepada HTI. Masih ada elemen umat yang mengingatkan dan memberikan nasihat kebajikan. Bukan sebaliknya, mengintensifkan kebencian dengan menggerakkan seluruh kuasa dan organ negara untuk meningkatkan pendzaliman.
Wahai rezim, bertaubatlah. Ingat ! Ajal kekuasaanmu sudah ada di depan mata. [].