LGBT, Miras, Gempa
Oleh: Ainun Dawaun Nufus
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat terjadi empat kali gempa susulan pascagempa bumi dengan magnitude 6,4 Skala Richter yang berpusat di Banten pada Selasa (23/1) siang. Berdasarkan informasi BMKG yang diterima di Jakarta, Selasa, gempa susulan pertama berkekuatan magnitude 4.4 pada kedalaman 10 kilometer, disusul gempa selanjutnya dengan magnitude 3.9 di kedalaman 24 kilometer.
Gempa terjadi setelah beberapa hari lalu pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan mengungkap tentang ada parpol mendukung LGBT dan peredaran miras. Terkait pernyataan Zulkifli Hasan soal keberadaan sejumlah fraksi pendukung LGBT di parlemen, membuat masyarakat kecewa.
Sikap kita terhadap setiap bencana (musibah) itu tidak lepas dari: Pertama, yang termasuk bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah, sebagai sunatullah. Tsunami, gempa, gunung meletus dan bencana lainnya merupakan sunatullah yang terjadi atas qudrah dan irâdah Allah. Semua jenis musibah (bencana) ini berada di luar kuasa manusia. Terhadap hal ini, kita harus mengimani bahwa semua itu adalah berasal dari ketetapan Allah; baik dan buruknya semuanya berasal Allah. Hendaknya kita semakin menyadari betapa lemah dan tidak berdayanya kita sebagai manusia di hadapan-Nya. Dengan itu, seharusnya kita terdorong untuk lebih menyandarkan diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Katakanlah, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS at-Taubah [9]: 51).
Tidak ada sikap lain, selain kita harus menghadapi semua itu dengan sabar sembari terus berdoa agar bencana dan musibah itu segera berlalu. Sebab, semua itu tidak lain adalah ujian bagi kita agar kita semakin bertakwa. Allah SWT berfirman:
Sungguh, Kami pasti akan menimpakan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn.” Mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka; mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS al-Baqarah [2]: 155-157).
Sikap sabar dan ridha akan melahirkan cara pandang positif pada diri kita terhadap semua musibah itu. Dengan begitu, dalam hal musibah yang berada di luar kuasa manusia itu, kita tidak boleh terjebak untuk saling salah-menyalahkan. Kita akan lebih fokus untuk bisa mengambil pelajaran dan mengadakan upaya pembelajaran guna mengantisipasi kemungkinan bencana sejenis pada masa yang akan datang. Kita juga akan bisa lebih fokus untuk merespon bencana dan meminimalisasi dampak buruknya. Sikap demikian akan bisa kita kedepankan jika kita sabar dan ridha terhadap bencana sejenis itu.
Kedua, yang berada di dalam kuasa manusia. Contohnya adalah bencana banjir (longsor) akibat banyaknya hutan ditebang secara liar, kemiskinan atau kelaparan karena buruknya sistem distribusi kekayaan, dan sebagainya. Terhadap bencana seperti ini, penyikapannya akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang, prinsip dan ideologi yang dianut. Sikap Pemerintah yang lamban merespon bencana dan terlihat baru bertindak sibuk ketika dikritik tentu tidak lepas dari pengaruh prinsip politik yang dianut, yang hanya berorientasi pada kursi dan kelangsungan kekuasaannya. Juga karena dampak Liberalisasi, yang antara lain menyebabkan dipindahkannya tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
Banyak musibah yang terjadi tidak lain karena manusia salah memilih sistem, disamping akibat perilaku buruk dan merusak yang ditunjukkan oleh manusia. Terganggunya keseimbangan alam yang bisa menimbulkan bencana merupakan sunatullah yang sudah sama-sama diketahui bersama. Namun, karena kerakusan manusia, hal itu sering dilanggar dan diabaikan. Pembabatan dan perusakan hutan akan mengundang datangnya berbagai bencana. Sumber-sumber air pun mengering. Bencana kekeringan lalu datang atau sebaliknya, bencana banjir dan longsor akan menghadang. Hal itu diperparah dengan pengkaplingan hutan dan penguasaaan hutan oleh pihak swasta. Ini menyalahi ketentuan Allah tentang pemilikan umum atas hutan dan sejenisnya.
Apabila Allah Swt. Mendatangkan bencana atau musibah yang terjadi bisa merupakan ujian dan teguran bagi manusia atas kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Jadi, bencana atau musibah bisa digunakan sebagai bahan untuk muhasabah. Saatnya kita melakukan pengabdian yang totalitas dan tinggi kepada Allah. Tentu kita semua ingin mengikuti dan meneladani Rasul saw sebagai bukti kecintaan kita itu.
Selama ini pun kita telah berusaha keras untuk meneladani Rasul saw dalam aspek ibadah, akhlak, aspek pribadi juga dalam masalah keluarga dan sebagai muamalah yang kita lakukan. Maka saatnya segera kita sempurnakan peneladanan kita itu dengan meneladani Rasul saw khususnya dalam aspek politik dalam dan luar negeri, pemerintahan, pidana dan sanksi, sosial, perekonomian, pendidikan dan berbagai urusan publik lainnya. Hal itu adalah dengan jalan segera menerapkan syariah islamiyah untuk mengatur semua urusan di masyarakat. Masih banyak musibah lain yang muaranya adalah karena kesalahan dalam memilih sistem di samping karena sikap dan tindakan buruk manusianya. Semua itu merupakan teguran dari Allah agar kita segera kembali ke jalan-Nya, kembali pada semua ketentuan-Nya.