Militerisasi Pendidikan dan Kebijakan Penaklukan

Trump membekukan pendanaan sebesar 2 miliar dolar untuk Universitas Harvard setelah universitas tersebut menolak tuntutannya (bbc.com, 17/4/2025).
**** **** ****
Saat ini, kita menyaksikan kontradiksi yang mencolok di Amerika Serikat. Ketika mahasiswa di berbagai universitas Amerika menyuarakan penentangan terhadap dukungan tanpa syarat untuk genosida dan pembersihan etnis di Gaza, pemerintahan Trump—yang didukung oleh elit politik dan keuangan—menanggapinya bukan dengan dialog, tetapi dengan tindakan represif. Mahasiswa dikriminalisasi, diancam akan dikeluarkan, dan bahkan dideportasi jika mereka adalah warga negara asing. Padahal mahasiswa sedang menjalankan hak-hak yang seharusnya dilindungi oleh Konstitusi AS, terutama hak kebebasan berekspresi. Namun, ketika pernyataan itu menantang kepentingan mereka yang berkuasa, pernyataan itu dengan cepat diredam.
Dalam contoh mencolok dari perubahan otoriter ini, pemerintahan Trump membekukan lebih dari 2,2 miliar dolar dana federal untuk Universitas Harvard setelah lembaga tersebut menolak daftar tuntutan pemerintah yang luas. Tuntutan-tuntutan ini, yang diselubungi bahasa untuk memerangi antisemitisme, menyerukan kontrol ideologis atas kehidupan kampus, seperti melaporkan mahasiswa yang “memusuhi nilai-nilai Amerika”, mewajibkan keberagaman sudut pandang di departemen akademik, dan mengangkat auditor yang disetujui pemerintah untuk mengawasi program-program universitas. Kepemimpinan Harvard secara terbuka menolak tuntutan tersebut, menyebutnya sebagai serangan langsung terhadap kebebasan akademik dan hak-hak konstitusional.
Balasan pemerintah langsung dilakukan. Departemen Pendidikan mengumumkan pembekuan dana hanya beberapa jam setelah penolakan Harvard, menuduh universitas tersebut memiliki “pola pikir yang meresahkan” dan gagal melindungi mahasiswa Yahudi di tengah protes baru-baru ini. Namun, penargetan lembaga akademis elit seperti Harvard dan Columbia bukan tentang keselamatan mahasiswa, melainkan tentang penegakan kepatuhan ideologis. Universitas Columbia, tidak seperti Harvard, menyerah pada persyaratan Gedung Putih setelah kehilangan ratusan juta dukungan, yang menunjukkan sifat koersif dari keterlibatan negara dalam pendidikan.
Peristiwa yang terjadi di kampus-kampus universitas menyingkapkan inti kosong liberalisme Barat. Kebebasan, menurut informasi yang kami terima, adalah nilai dasar, tetapi dalam praktiknya, kebebasan diberikan secara selektif. Dalam sistem kapitalis, kebebasan berekspresi menjadi alat yang digunakan oleh kelas penguasa, bukan hak yang dilindungi untuk semua orang. Tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di kampus, pembungkaman suara-suara pro-Palestina, dan ancaman terhadap otonomi kelembagaan menunjukkan bahwa ketika kebebasan berekspresi tidak lagi melayani kepentingan elit, maka tanpa ragu-ragu kebebasan itu diberangus. Inilah demokrasi ketika diuji, maka tampak bahwa kebebasan itu menjadi senjata bagi mereka yang berkuasa. Inilah wajah sebenarnya dari sistem yang dibangun untuk melayani kaum elit, bukan kebenaran. [] Haitsam bin Tsabit – Amerika
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 21/4/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat